Kecamatan Marga Zona Merah Terindikasi Stunting
Dari hasil pemetaan, Kecamatan Marga dikelompokkan masuk kawasan zona merah karena ada 13 anak terindikasi stunting.
TABANAN, NusaBali
Kecamatan Marga, Tabanan, menjadi kawasan zona merah indikasi kasus stunting (anak bertubuh pendek). Namun secara nasional prevalensi stunting tahun 2021 di Tabanan 9,2 persen, jauh lebih rendah dari prevalensi nasional 14,4 persen.
Hal itu erungkap saat Satgas Stunting perwakilan BKKBN Provinsi Bali melaksanakan kegiatan monitoring evaluasi percepatan penurunan stunting di Tabanan pada Rabu (25/5). Disebut kawasan zona merah di Kecamatan Marga karena terdata 13 anak terindikasi stunting, dibandingkan pada 9 kecamatan lainnya. Untuk menurunkan angka tersebut instansi terkait diminta sama-sama mensosialiasikan pencegahan stunting.Ttahun 2024 Tabanan ditarget turunkan prevalensi stunting maksimal menjadi 5 persen.
Ketua Percepatan Penurunan Stunting sekaligus Wakil Bupati Tabanan I Made Edi Wirawan mengatakan secara nasional risiko stunting di Tabanan rendah. Namun dari hasil pemetaan, Kecamatan Marga dikelompokkan masuk kawasan zona merah karena ada 13 anak terindikasi stunting. “Disebut zona merah khusus Marga karena ada 13 anak terindikasi stunting, jumlahnya lebih tinggi dari kecamatan lain,” sebutnya, Kamis (26/5).
Untuk itu, pihaknya pun sudah melakukan koordinasi satgas desa, maupun puskesmas untuk melakukan pencegahan. Meskipun pencegahan sudah dilakukan sebelumnya. “Jadi di Kecamatan Marga kita intervensi betul untuk melakukan pemantauan. Tak hanya di Marga, desa di seluruh Tabanan kita intervensi desa-desanya untuk pencegahan,” tegasnya.
Menurutnya, stunting ini tak mesti karena kekurangan asupan gizi atau vitamin. Namun lebih banyak karena ketidak pahaman dalam merawat bayi itu sendiri. “Kan ada ya bayi sendiri dirawat sama kakek atau neneknya karena ibu sama bapaknya bekerja, sehingga dalam perawatan ini kurang maksimal,” katanya.
Untuk itu masyarakat harus mendapatkan sosialiasi tentang stunting. Terutama remaja yang akan menikah diberikan pemahaman akan merawat bayi dari kandungan hingga besar. “Disini pentingnya seluruh instansi bergerak sama-sama sekaligus itu desa adat untuk ikut memberikan pemahaman terkait stunting,” tegasnya.
Edi Wirawan menegaskan, dalam penanganan stunting Pemkab Tabanan berkomitmen, untuk untuk menurunkan angka risiko, Tabanan ditarget 5 persen dari angka 9,2 persen tersebut. “Harapan saya untuk tim stunting marilah bekerja dengan sungguh-sungguh ketika kita berbicara tentang geografi Tabanan, kita yakin Tabanan bisa mencapai 0 persen ketika kita bekerja dengan tim work dan komitmen yang baik,” tandasnya Edi Wirawan.
Kepala Dinas Pengendalian dan Penduduk (KB) Tabanan dr Nyoman Suramtika menegaskan stunting bukan hal baru sudah ada penanganan di Kemenkes sejak tahun 2017, dan baru dilaksanakan konvergensi setelah terbitnya Perpes 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting. “Banyak faktor yang memengaruhi penyebab stunting, namun intervensi spesifik dan sensitive sudah relative lebih baik dibandingkan Provinsi Bali. “Sekarang tinggal percepatan sosialiasi,” tegasnya.
Menurut dr Suratmika pencegahan stunting para prinsipnya menyiapkan generasi remaja memberikan ilmu dan pemahaman sebelum nikah tentang stunting itu. “Jadi disini perlunya konfregensi lintas sector dalam penanganan, tak hanya Dinas Kesehatan atau pun dari KB itu sendiri tetapi bagaimana penyediaan air bersih dari Dinas PU dan bantuan dari Dinas Sosial melalui program PKH (Program Kerja Harapan),” tandas Mantan Kadiskes ini. *des
Hal itu erungkap saat Satgas Stunting perwakilan BKKBN Provinsi Bali melaksanakan kegiatan monitoring evaluasi percepatan penurunan stunting di Tabanan pada Rabu (25/5). Disebut kawasan zona merah di Kecamatan Marga karena terdata 13 anak terindikasi stunting, dibandingkan pada 9 kecamatan lainnya. Untuk menurunkan angka tersebut instansi terkait diminta sama-sama mensosialiasikan pencegahan stunting.Ttahun 2024 Tabanan ditarget turunkan prevalensi stunting maksimal menjadi 5 persen.
Ketua Percepatan Penurunan Stunting sekaligus Wakil Bupati Tabanan I Made Edi Wirawan mengatakan secara nasional risiko stunting di Tabanan rendah. Namun dari hasil pemetaan, Kecamatan Marga dikelompokkan masuk kawasan zona merah karena ada 13 anak terindikasi stunting. “Disebut zona merah khusus Marga karena ada 13 anak terindikasi stunting, jumlahnya lebih tinggi dari kecamatan lain,” sebutnya, Kamis (26/5).
Untuk itu, pihaknya pun sudah melakukan koordinasi satgas desa, maupun puskesmas untuk melakukan pencegahan. Meskipun pencegahan sudah dilakukan sebelumnya. “Jadi di Kecamatan Marga kita intervensi betul untuk melakukan pemantauan. Tak hanya di Marga, desa di seluruh Tabanan kita intervensi desa-desanya untuk pencegahan,” tegasnya.
Menurutnya, stunting ini tak mesti karena kekurangan asupan gizi atau vitamin. Namun lebih banyak karena ketidak pahaman dalam merawat bayi itu sendiri. “Kan ada ya bayi sendiri dirawat sama kakek atau neneknya karena ibu sama bapaknya bekerja, sehingga dalam perawatan ini kurang maksimal,” katanya.
Untuk itu masyarakat harus mendapatkan sosialiasi tentang stunting. Terutama remaja yang akan menikah diberikan pemahaman akan merawat bayi dari kandungan hingga besar. “Disini pentingnya seluruh instansi bergerak sama-sama sekaligus itu desa adat untuk ikut memberikan pemahaman terkait stunting,” tegasnya.
Edi Wirawan menegaskan, dalam penanganan stunting Pemkab Tabanan berkomitmen, untuk untuk menurunkan angka risiko, Tabanan ditarget 5 persen dari angka 9,2 persen tersebut. “Harapan saya untuk tim stunting marilah bekerja dengan sungguh-sungguh ketika kita berbicara tentang geografi Tabanan, kita yakin Tabanan bisa mencapai 0 persen ketika kita bekerja dengan tim work dan komitmen yang baik,” tandasnya Edi Wirawan.
Kepala Dinas Pengendalian dan Penduduk (KB) Tabanan dr Nyoman Suramtika menegaskan stunting bukan hal baru sudah ada penanganan di Kemenkes sejak tahun 2017, dan baru dilaksanakan konvergensi setelah terbitnya Perpes 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting. “Banyak faktor yang memengaruhi penyebab stunting, namun intervensi spesifik dan sensitive sudah relative lebih baik dibandingkan Provinsi Bali. “Sekarang tinggal percepatan sosialiasi,” tegasnya.
Menurut dr Suratmika pencegahan stunting para prinsipnya menyiapkan generasi remaja memberikan ilmu dan pemahaman sebelum nikah tentang stunting itu. “Jadi disini perlunya konfregensi lintas sector dalam penanganan, tak hanya Dinas Kesehatan atau pun dari KB itu sendiri tetapi bagaimana penyediaan air bersih dari Dinas PU dan bantuan dari Dinas Sosial melalui program PKH (Program Kerja Harapan),” tandas Mantan Kadiskes ini. *des
1
Komentar