Penyidik Tetapkan Tersangka Korupsi LPD Sangeh
Kerugian Versi Akuntan Publik Rp 130M, Versi Jaksa Rp 70M
“AA menjabat sebagai Pengurus LPD Sangeh selama 31 tahun yaitu sejak tahun 1991 hingga saat ini. Pada tahun 2016 hingga 2020, penyidik menemukan perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh AA dimana salah satu modusnya membuat kredit fiktif,”
DENPASAR, NusaBali
Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Bali menetapkan seorang tersangka dalam kasus dugaan korupsi di LPD Desa Adat Sangeh, Abiansemal, Badung dengan kerugian mencapai Rp 130 miliar. Tersangka merupakan petinggi LPD Sangeh berinisial AA.
Kasi Penkum Kejati Bali, A Luga Harlianto mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Selasa (31/5). Dalam penyidikan yang dilaksanakan sejak tanggal 16 Maret 2022, penyidik telah meminta keterangan 35 orang saksi dan 1 orang ahli
Dari hasil gelar, penyidik akhirnya menetapkan AA sebagai tersangka. Tersangka AA ini kabarnya merupakan petinggi LPD Sangeh yang masih aktif. “Berdasarkan pengumpulan alat bukti yang dilakukan oleh penyidik, pada tanggal 31 Mei 2022, Kejaksaan Tinggi Bali menetapkan AA yang menjabat sebagai Pengurus LPD Sangeh sebagai tersangka.” ujar Luga dalam rilisnya, Jumat (3/6).
“AA menjabat sebagai Pengurus LPD Sangeh selama 31 tahun yaitu sejak tahun 1991 hingga saat ini. Pada tahun 2016 hingga 2020, penyidik menemukan perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh AA dimana salah satu modusnya membuat kredit fiktif,” tambahnya.
Akibat perbuatan yang diduga dilakukan oleh tersangka, berdasarkan hasil audit internal oleh Kantor Akuntan Publik, LPD Sangeh mengalami kerugian Rp 130 miliar lebih. Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan ahli dan dikonfirmasi dengan alat bukti lainnya, nilai kerugian sementara yang dialami sekitar Rp 70 miliar.
Dalam kasus ini, AA dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 9 Jo Pasal 18 UU Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. “Saat ini penyidik masih mengumpulkan alat bukti tambahan untuk melengkapi berkas perkara,” pungkas Luga.
Dari penyelidikan awal diketahui jika ada beberapa penyelewengan yang dilakukan LPD Sangeh. Diantaranya LPD tidak memiliki SOP secara tertulis baik dalam hal pemberian pinjaman, simpanan berjangka dan tabungan. LPD Desa Adat Sangeh tidak berpedoman pada prinsip kehati-hatian dalam melakukan pemberian kredit serta tidak melaksanakan Peraturan Gubernur Bali Nomor 14 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa dalam mengelola likuiditas keuangannya.
Penyidik juga menemukan beberapa kredit fiktif dan adanya pencatatan selisih tabungan antara neraca dan daftar nominative. Selain itu juga ditemukan adanya kredit macet yang tidak disertai dengan anggunan. *rez
Kasi Penkum Kejati Bali, A Luga Harlianto mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Selasa (31/5). Dalam penyidikan yang dilaksanakan sejak tanggal 16 Maret 2022, penyidik telah meminta keterangan 35 orang saksi dan 1 orang ahli
Dari hasil gelar, penyidik akhirnya menetapkan AA sebagai tersangka. Tersangka AA ini kabarnya merupakan petinggi LPD Sangeh yang masih aktif. “Berdasarkan pengumpulan alat bukti yang dilakukan oleh penyidik, pada tanggal 31 Mei 2022, Kejaksaan Tinggi Bali menetapkan AA yang menjabat sebagai Pengurus LPD Sangeh sebagai tersangka.” ujar Luga dalam rilisnya, Jumat (3/6).
“AA menjabat sebagai Pengurus LPD Sangeh selama 31 tahun yaitu sejak tahun 1991 hingga saat ini. Pada tahun 2016 hingga 2020, penyidik menemukan perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh AA dimana salah satu modusnya membuat kredit fiktif,” tambahnya.
Akibat perbuatan yang diduga dilakukan oleh tersangka, berdasarkan hasil audit internal oleh Kantor Akuntan Publik, LPD Sangeh mengalami kerugian Rp 130 miliar lebih. Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan ahli dan dikonfirmasi dengan alat bukti lainnya, nilai kerugian sementara yang dialami sekitar Rp 70 miliar.
Dalam kasus ini, AA dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 9 Jo Pasal 18 UU Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. “Saat ini penyidik masih mengumpulkan alat bukti tambahan untuk melengkapi berkas perkara,” pungkas Luga.
Dari penyelidikan awal diketahui jika ada beberapa penyelewengan yang dilakukan LPD Sangeh. Diantaranya LPD tidak memiliki SOP secara tertulis baik dalam hal pemberian pinjaman, simpanan berjangka dan tabungan. LPD Desa Adat Sangeh tidak berpedoman pada prinsip kehati-hatian dalam melakukan pemberian kredit serta tidak melaksanakan Peraturan Gubernur Bali Nomor 14 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa dalam mengelola likuiditas keuangannya.
Penyidik juga menemukan beberapa kredit fiktif dan adanya pencatatan selisih tabungan antara neraca dan daftar nominative. Selain itu juga ditemukan adanya kredit macet yang tidak disertai dengan anggunan. *rez
1
Komentar