Bupati Tamba Rencanakan Bangun Museum Lontar
Antusias Hadiri Lomba Nyurat Lontar di Utama Mandala Pura Jagatnatha Jembrana
Bagi Tamba, lontar bukan sekadar tradisi dan produk budaya, namun sekaligus menjadi bukti historis peradaban Bali di tengah pesatnya perkembangan dan peradaban dunia.
NEGARA, NusaBali
Bupati Jembrana, I Nengah Tamba merencanakan pembangunan Museum Lontar di Kabupaten Jembrana. Pembangunan museum lontar ini sebagai salah satu upaya melestarikan aksara Bali dan lontar sebagai warisan budaya adiluhung Bali di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini.
Hal tersebut diungkapkan Bupati Tamba saat membuka Wimbakara (lomba) nyurat lontar dan Baligrafi di areal Utama Mandala Pura Jagatnatha Jembrana pada Wraspati Wage Sungsang, Kamis (2/6). Menurut Bupati Tamba, dirinya bangga kepada para peserta yang notabene generasi-generasi muda Jembrana dalam rangka ngajegang budaya Bali. Melalui kegiatan Nyurat Lontar dan Baligrafi ini dia berharap anak-anak didik di Jembrana makin fasih dalam nyurat aksara Bali.
"Tidak berhenti sampai di sini saja. Ini agar ditularkan kepada teman-teman lainnya. Kalian lah para yowana (generasi muda) di Jembrana nantinya sebagai ujung tombak di Jembrana dalam melestarikan budaya Bali," ucap Bupati asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana ini. Bupati Tamba menambahkan, Pemkab Jembrana sangat konsen dalam melestarikan kebudayaan Bali. Salah satunya melestarikan aksara Bali. Berbicara tentang lontar sebagai warisan budaya adiluhung di Bali, Pemkab Jembrana pun memiliki program membuat museum lontar.
"Bagi kita masyarakat di Bali, lontar bukan sekadar tradisi dan produk budaya. Namun lontar sekaligus menjadi bukti historis peradaban Bali di tengah pesatnya perkembangan dan peradaban dunia. Oleh karena itu, keberadaan museum lontar di Jembrana nantinya sangat penting sebagai wadah pelestarian warisan-warisan leluhur tersebut. Juga di samping itu sebagai wahana edukasi bagi masyarakat," ucap Bupati Tamba yang hadir bersama istri Gusti Ayu Ketut Candrawati alias Candrawati Tamba.
Saat ini di Bali terdapat beberapa museum lontar, salah satu yang bersejarah adalah Gedong Kirtya disebut juga Museum Gedong Kirtya atau Perpustakaan Gedong Kirtya di Jalan Veteran Kelurahan Paket Agung, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Perpustakaan lontar ini didirikan pada 2 Juni 1928 dan mulai dibuka untuk umum pada tanggal 14 September 1928 oleh bangsa Belanda di Singaraja yang pada waktu itu berfungsi sebagai ibu kota Sunda kecil.
Di perpustakaan ini terdapat ribuan koleksi manuskrip daun lontar, prasasti, manuskrip kertas dalam bahasa Bali dan huruf Romawi termasuk dokumen-dokumen dari zaman kolonial (1901-1953) yang tersimpan rapi dalam kotak yang disebut keropak yang panjangnya sekitar 60 centimeter. Semua tersusun rapi berdasarkan kelompok atau klasifikasi.
Sementara yang terbaru adalah museum lontar yang digagas oleh warga Desa Adat Dukuh Penaban, Karangasem. Museum lontar dengan bangunan tradisional yang terbuat dari tanah liat dengan dinding bide (anyaman bambu, Red) dan beratap alang-alang ini diresmikan dan dipelaspas pada 14 November 2017 lalu. Di museum ini sudah mengantongi sekitar 400 cakep lontar yang merupakan koleksi dari warga Dukuh Penaban. Dari jumlah itu, baru sekitar 150 cakep yang telah dikonservasi sementara sisanya masih dalam proses.
Sementara Wimbakara (lomba) nyurat lontar dan Baligrafi di areal Utama Mandala Pura Jagatnatha Jembrana ini digelar Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jembrana. Dalam pelaksanaannya diikuti sebanyak 51 peserta dari kalangan siswa-siswi SMP dan SMA di Jembrana.
Kepala Dinas (Kadis) Perpustakaan dan Kearsipan Jembrana, Ida Ayu Made Darma Yanti mengatakan diselenggarakannya kegiatan lomba ini adalah sebagai upaya bersama dalam melestarikan kebudayaan Bali. Seperti diketahui nyurat lontar sendiri merupakan salah satu kearifan lokal yang diwariskan leluhur untuk masyarakat Bali. Tradisi menulis di atas daun lontar ini telah ada sejak zaman silam yang tulisan pada umumnya menggunakan aksara Bali.
"Total peserta yang mengikuti 2 perlombaan ini sebanyak 51 orang. Lomba nyurat lontar (nyurat aksara Bali di daun lontar diikuti sebanyak 39 siswa-siswi SMP. Kemudian 12 siswa-siswi SMA/SMK untuk lomba Baligrafi (kaligrafi aksara Bali). Pelaksanaan perlombaan ini juga berkerjasama dengan para Penyuluh Bahasa Bali yang bertugas di Jembrana," ucap Darma Yanti.
Dalam lomba nyurat lontar dan Baligrafi itu, panitia menyediakan total hadiah uang sebesar Rp 7.000.000. Dalam masing-masing lomba tersebut mencari 5 pemenangan. Untuk Juara I berhak mendapat hadiah uang Rp 1.250.000, Juara II Rp 1.000.000, Juara III Rp 750.000, Harapan I Rp 500.000, dan Harapan II Rp 250.000.
Adapun yang terpilih sebagai pemenang tiga besar dalam lomba Baligrafi, Juara 1 diraih I Made Sulasiawan dari SMAN 2 Negara, Juara II diraih I Putu Yoga Agastya dari SMAN 2 Mendoyo, dan Juara III diraih I Kadek Ari Armita dari SMKN 2 Negara. Sedangan pemenang tiga besar dalam lomba nyurat lontar, Juara I diraih Ni Komang Vira Ananda Putri dari SMPN 2 Mendoyo, Juara II Ni Kadek Vina Dwi Arianti dari SMPN 2 Mendoyo, dan Juara III diraih Ni Putu Pradnya Wulandari dari SMPN 4 Mendoyo. *ode
Hal tersebut diungkapkan Bupati Tamba saat membuka Wimbakara (lomba) nyurat lontar dan Baligrafi di areal Utama Mandala Pura Jagatnatha Jembrana pada Wraspati Wage Sungsang, Kamis (2/6). Menurut Bupati Tamba, dirinya bangga kepada para peserta yang notabene generasi-generasi muda Jembrana dalam rangka ngajegang budaya Bali. Melalui kegiatan Nyurat Lontar dan Baligrafi ini dia berharap anak-anak didik di Jembrana makin fasih dalam nyurat aksara Bali.
"Tidak berhenti sampai di sini saja. Ini agar ditularkan kepada teman-teman lainnya. Kalian lah para yowana (generasi muda) di Jembrana nantinya sebagai ujung tombak di Jembrana dalam melestarikan budaya Bali," ucap Bupati asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana ini. Bupati Tamba menambahkan, Pemkab Jembrana sangat konsen dalam melestarikan kebudayaan Bali. Salah satunya melestarikan aksara Bali. Berbicara tentang lontar sebagai warisan budaya adiluhung di Bali, Pemkab Jembrana pun memiliki program membuat museum lontar.
"Bagi kita masyarakat di Bali, lontar bukan sekadar tradisi dan produk budaya. Namun lontar sekaligus menjadi bukti historis peradaban Bali di tengah pesatnya perkembangan dan peradaban dunia. Oleh karena itu, keberadaan museum lontar di Jembrana nantinya sangat penting sebagai wadah pelestarian warisan-warisan leluhur tersebut. Juga di samping itu sebagai wahana edukasi bagi masyarakat," ucap Bupati Tamba yang hadir bersama istri Gusti Ayu Ketut Candrawati alias Candrawati Tamba.
Saat ini di Bali terdapat beberapa museum lontar, salah satu yang bersejarah adalah Gedong Kirtya disebut juga Museum Gedong Kirtya atau Perpustakaan Gedong Kirtya di Jalan Veteran Kelurahan Paket Agung, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Perpustakaan lontar ini didirikan pada 2 Juni 1928 dan mulai dibuka untuk umum pada tanggal 14 September 1928 oleh bangsa Belanda di Singaraja yang pada waktu itu berfungsi sebagai ibu kota Sunda kecil.
Di perpustakaan ini terdapat ribuan koleksi manuskrip daun lontar, prasasti, manuskrip kertas dalam bahasa Bali dan huruf Romawi termasuk dokumen-dokumen dari zaman kolonial (1901-1953) yang tersimpan rapi dalam kotak yang disebut keropak yang panjangnya sekitar 60 centimeter. Semua tersusun rapi berdasarkan kelompok atau klasifikasi.
Sementara yang terbaru adalah museum lontar yang digagas oleh warga Desa Adat Dukuh Penaban, Karangasem. Museum lontar dengan bangunan tradisional yang terbuat dari tanah liat dengan dinding bide (anyaman bambu, Red) dan beratap alang-alang ini diresmikan dan dipelaspas pada 14 November 2017 lalu. Di museum ini sudah mengantongi sekitar 400 cakep lontar yang merupakan koleksi dari warga Dukuh Penaban. Dari jumlah itu, baru sekitar 150 cakep yang telah dikonservasi sementara sisanya masih dalam proses.
Sementara Wimbakara (lomba) nyurat lontar dan Baligrafi di areal Utama Mandala Pura Jagatnatha Jembrana ini digelar Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jembrana. Dalam pelaksanaannya diikuti sebanyak 51 peserta dari kalangan siswa-siswi SMP dan SMA di Jembrana.
Kepala Dinas (Kadis) Perpustakaan dan Kearsipan Jembrana, Ida Ayu Made Darma Yanti mengatakan diselenggarakannya kegiatan lomba ini adalah sebagai upaya bersama dalam melestarikan kebudayaan Bali. Seperti diketahui nyurat lontar sendiri merupakan salah satu kearifan lokal yang diwariskan leluhur untuk masyarakat Bali. Tradisi menulis di atas daun lontar ini telah ada sejak zaman silam yang tulisan pada umumnya menggunakan aksara Bali.
"Total peserta yang mengikuti 2 perlombaan ini sebanyak 51 orang. Lomba nyurat lontar (nyurat aksara Bali di daun lontar diikuti sebanyak 39 siswa-siswi SMP. Kemudian 12 siswa-siswi SMA/SMK untuk lomba Baligrafi (kaligrafi aksara Bali). Pelaksanaan perlombaan ini juga berkerjasama dengan para Penyuluh Bahasa Bali yang bertugas di Jembrana," ucap Darma Yanti.
Dalam lomba nyurat lontar dan Baligrafi itu, panitia menyediakan total hadiah uang sebesar Rp 7.000.000. Dalam masing-masing lomba tersebut mencari 5 pemenangan. Untuk Juara I berhak mendapat hadiah uang Rp 1.250.000, Juara II Rp 1.000.000, Juara III Rp 750.000, Harapan I Rp 500.000, dan Harapan II Rp 250.000.
Adapun yang terpilih sebagai pemenang tiga besar dalam lomba Baligrafi, Juara 1 diraih I Made Sulasiawan dari SMAN 2 Negara, Juara II diraih I Putu Yoga Agastya dari SMAN 2 Mendoyo, dan Juara III diraih I Kadek Ari Armita dari SMKN 2 Negara. Sedangan pemenang tiga besar dalam lomba nyurat lontar, Juara I diraih Ni Komang Vira Ananda Putri dari SMPN 2 Mendoyo, Juara II Ni Kadek Vina Dwi Arianti dari SMPN 2 Mendoyo, dan Juara III diraih Ni Putu Pradnya Wulandari dari SMPN 4 Mendoyo. *ode
1
Komentar