Rumah Penggarap Lahan Dibakar
Diduga Buntut Sengketa Lahan di Desa Julah, Tejakula
Bendesa Ketut Sidemen menyatakan tanah tersebut merupakan tanah tegak jro milik Desa Adat Julah yang dikuatkan sejarah prasasti pada tahun 1923.
SINGARAJA, NusaBali
Insiden pembakaran rumah oleh orang tak dikenal terjadi di Banjar Dinas Batugambir, Desa Julah, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Kamis (9/6) pagi pukul 08.30 Wita. Perisiwa saat Umanis Galungan ini berawal dari kegiatan kerja bakti warga yang tadinya berjalan damai, namun mendadak ricuh dan berujung pada terbakarnya sebuah rumah. Aparat gabungan dari kepolisian dan TNI pun langsung mengamankan situasi untuk mencegah kejadian lanjutan.
Informasi yang dihimpun, awalnya sejumlah krama Desa Adat Julah dipimpin Bendesa Adat Julah Ketut Sidemen melakukan kerja bakti di wilayah Banjar Dinas Batu Gambir, tepatnya di atas tanah milik adat. Selain melakukan kerja bakti, mereka juga memasang pagar tanaman di sana. Aksi itu sengaja dilakukan di wilayah tersebut lantaran tanah masuk dalam proses sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar pada 2020 lalu.
Dua orang warga meminta agar pengadilan membatalkan 12 lembar Sertifikat Hak Milik (SHM) Desa Adat Julah yang diterbitkan Kantor Pertanahan Buleleng. Dalam perkara itu penggugat kalah pada tingkat PTUN Denpasar, Pengadilan Tinggi TUN Surabaya, dan Mahkamah Agung (MA). Kini keduanya tengah mengajukan proses peninjauan kembali (PK).
Nah, pada Kamis pagi kemarin krama melakukan pembersihan di lahan tersebut. Awalnya mereka melakukan persembahyangan, selanjutnya Bendesa Adat Ketut Sidemen membacakan silsilah kepemilikan lahan tersebut dari sisi adat. Bendesa Ketut Sidemen menyatakan tanah tersebut merupakan tanah tegak jro milik Desa Adat Julah. Hal itu dikuatkan dengan sejarah prasasti pada tahun 1923.
Belakangan tanah itu didaftarkan sebagai sertifikat hak milik (SHM) komunal pada tahun 2018. Dia juga menyatakan PTUN telah menolak permohonan yang diajukan penggugat. Namun belum selesai silsilah dibacakan, tiba-tiba suasana sudah ricuh. Sejumlah orang tak dikenal melemparkan batu ke rumah yang dihuni Sahrudin,26, seorang petani penggarap lahan yang dipekerjakan salah seorang penggugat. Tak hanya dilempari batu, rumah itu juga dibakar.
Selain itu, kandang sapi juga dirusak, dan tiga ekor sapi dilepaskan. Bendesa Adat Julah, Ketut Sidemen mengaku tak mengetahui pasti peristiwa perusakan itu. "Saya tidak tahu persis kejadiannya. Tiba-tiba sudah ada suara lemparan, kemudian sudah terbakar. Massa sudah ramai," beber Sidemen, dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Menurutnya, tanah itu sejak dulu dikuasai desa adat. Sejak tahun 1997, tanah dikelola oleh seorang petani penggarap bernama Ahsan Ahsari yang tinggal di wilayah Batu Gambir. Tiap tahun dia selalu menyetorkan hasil bumi pada Desa Adat. Belakangan Ahsan Ahsari meninggal dunia, sehingga pengelolaan terhenti. "Kemudian datang orang yang baru tinggal di Batu Gambir. Saya tidak tahu asal usulnya seperti apa. Katanya tanah itu milik dia," kata Sidemen.
Saat itu pihaknya tak terlalu mempermasalahkan karena telah mengantongi SHM. Pada 2020, pihaknya dipanggil memenuhi sidang di PTUN Denpasar. Dalam berbagai tingkat persidangan, pihaknya dimenangkan oleh pengadilan. "Jadi tetap dinyatakan itu tanah adat. Itu tanah bersejarah," tegasnya.
Sementara itu Kapolsek Tejakula AKP Ida Bagus Astawa mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait kejadian pembakaran rumah warga. Polisi menyatakan telah menerima laporan dari Sahrudin, penggarap lahan yang menjadi korban perusakan rumah. "Tadi kami sudah lakukan pengamanan di lokasi. Laporan sudah diterima. Rencananya kasus akan kami limpahkan ke Polres," kata Astawa. *mz
Informasi yang dihimpun, awalnya sejumlah krama Desa Adat Julah dipimpin Bendesa Adat Julah Ketut Sidemen melakukan kerja bakti di wilayah Banjar Dinas Batu Gambir, tepatnya di atas tanah milik adat. Selain melakukan kerja bakti, mereka juga memasang pagar tanaman di sana. Aksi itu sengaja dilakukan di wilayah tersebut lantaran tanah masuk dalam proses sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar pada 2020 lalu.
Dua orang warga meminta agar pengadilan membatalkan 12 lembar Sertifikat Hak Milik (SHM) Desa Adat Julah yang diterbitkan Kantor Pertanahan Buleleng. Dalam perkara itu penggugat kalah pada tingkat PTUN Denpasar, Pengadilan Tinggi TUN Surabaya, dan Mahkamah Agung (MA). Kini keduanya tengah mengajukan proses peninjauan kembali (PK).
Nah, pada Kamis pagi kemarin krama melakukan pembersihan di lahan tersebut. Awalnya mereka melakukan persembahyangan, selanjutnya Bendesa Adat Ketut Sidemen membacakan silsilah kepemilikan lahan tersebut dari sisi adat. Bendesa Ketut Sidemen menyatakan tanah tersebut merupakan tanah tegak jro milik Desa Adat Julah. Hal itu dikuatkan dengan sejarah prasasti pada tahun 1923.
Belakangan tanah itu didaftarkan sebagai sertifikat hak milik (SHM) komunal pada tahun 2018. Dia juga menyatakan PTUN telah menolak permohonan yang diajukan penggugat. Namun belum selesai silsilah dibacakan, tiba-tiba suasana sudah ricuh. Sejumlah orang tak dikenal melemparkan batu ke rumah yang dihuni Sahrudin,26, seorang petani penggarap lahan yang dipekerjakan salah seorang penggugat. Tak hanya dilempari batu, rumah itu juga dibakar.
Selain itu, kandang sapi juga dirusak, dan tiga ekor sapi dilepaskan. Bendesa Adat Julah, Ketut Sidemen mengaku tak mengetahui pasti peristiwa perusakan itu. "Saya tidak tahu persis kejadiannya. Tiba-tiba sudah ada suara lemparan, kemudian sudah terbakar. Massa sudah ramai," beber Sidemen, dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Menurutnya, tanah itu sejak dulu dikuasai desa adat. Sejak tahun 1997, tanah dikelola oleh seorang petani penggarap bernama Ahsan Ahsari yang tinggal di wilayah Batu Gambir. Tiap tahun dia selalu menyetorkan hasil bumi pada Desa Adat. Belakangan Ahsan Ahsari meninggal dunia, sehingga pengelolaan terhenti. "Kemudian datang orang yang baru tinggal di Batu Gambir. Saya tidak tahu asal usulnya seperti apa. Katanya tanah itu milik dia," kata Sidemen.
Saat itu pihaknya tak terlalu mempermasalahkan karena telah mengantongi SHM. Pada 2020, pihaknya dipanggil memenuhi sidang di PTUN Denpasar. Dalam berbagai tingkat persidangan, pihaknya dimenangkan oleh pengadilan. "Jadi tetap dinyatakan itu tanah adat. Itu tanah bersejarah," tegasnya.
Sementara itu Kapolsek Tejakula AKP Ida Bagus Astawa mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait kejadian pembakaran rumah warga. Polisi menyatakan telah menerima laporan dari Sahrudin, penggarap lahan yang menjadi korban perusakan rumah. "Tadi kami sudah lakukan pengamanan di lokasi. Laporan sudah diterima. Rencananya kasus akan kami limpahkan ke Polres," kata Astawa. *mz
Komentar