KPPU akan Telusuri Penyebabnya
Harga Telur Ayam Mahal
JAKARTA, NusaBali
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan menelusuri penyebab mahalnya harga telur ayam.
"KPPU pasti akan melakukan penelitian rutin dalam hal pakan (ternak) ini," ujar Direktur Advokasi Persaingan dan Kemitraan KPPU Zulfirmansyah di Gedung KPPU, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Kamis (9/6).
Namun, ia menilai belum ada laporan dari pihak luar mengenai potensi persaingan usaha tak sehat dalam penjualan pakan ternak yang membuat harga telur ayam melonjak.
Meski begitu, KPPU tetap bisa bergerak tanpa ada laporan dari pihak luar. Jika benar terdapat bukti ada motif persaingan usaha tak sehat dalam penjualan pakan ternak, maka akan masuk tahap penyelidikan.
"Indikator persaingan usaha ada dua, ketersediaan dengan harga. Tapi tentu harus dilakukan penelitian dulu masalah persaingan usaha ini soal regulasi atau apa," jelas Zulfirmansyah.
Kenaikan harga terjadi hampir di seluruh daerah. Sementara, berdasarkan situs pusat informasi harga pangan strategis (PIHPS) nasional, harga telur ayam ras segar mencapai Rp29.400 per kg.
Harga telur ayam ras segar terendah ada di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan Rp24.350 ribu per kg. Lalu, harga telur ayam tertinggi ada di Maluku dan Papua masing-masing Rp39.350 per kg dan Rp39.100 per kg.
Di sisi lain, Kementerian Pertanian mengungkap Indonesia tidak memiliki cadangan protein nasional, dalam hal ini telur dan ayam. Keterangan ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasrullah.
"Sampai hari ini cadangan protein nasional kita tak ada, nol. Kalau ada apa-apa outbreak ayam sekarang nggak ada cadangan dari ayam dan telur karena belum ada 'Bulognya'," katanya di tempat yang sama seperti dikutip dari detikcom, Kamis (9/6).
Menurutnya, harus ada badan khusus atau BUMN yang memegang cadangan protein nasional Indonesia. Meski demikian Nasrullah mengatakan belum mengetahui bagaimana bentuk badan tersebut.
"Belum tau apa bentuknya nanti, semua bisa, BUMN melaksanakan cadangan juga bagus," ujarnya. Sementara saat ini, menurut Nasrullah surplus protein nasional tersebut hanya 5-10%. Surplus itu bukan pada pemerintah, melainkan peternak. "Itu pun bukan ada di tangan. Terapi ada di peternak," ujarnya.
Nasrullah menambahkan seharusnya negara memiliki surplus protein minimal 20% sampai 30%. Ia pun meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mendorong pemerintah membuat cadangan protein. Hal ini dilakukan agar bisa membantu menyelamatkan harga pakan di bawah harga pakan produksi (HPP). *
1
Komentar