Dua Pura Penataran di Desa Selat Terbengkalai Sejak 1963
Dibangun Tahun 1691, Rusak Diterjang Erupsi Gunung Agung
AMLAPURA, NusaBali
Dua Pura Penataran yang merupakan emponan Desa Adat Selat, Kecamatan Selat, Karangasem terbengkalai sejak tahun 1963 silam.
Kedua Pura Penataran itu masing-masing Pura Penataran Dangin Pasar linggih Ida Bhatara Sakti Kelilitan di Banjar Selat Kaja, Desa/Kecamatan Selat dan Pura Penataran Muntig linggih Ida Bhatara Sakti Muntig, di Banjar Muntig, Desa Amerta Bhuana, Kecamatan Selat. Kedua pura tersebut rusak diterjang bencana erupsi Gunung Agung tahun 1963 silam.
Menurut Bendesa Adat Selat, Jro Gede Mustika saat dihubungi di kediamannya di Banjar Santhi, Desa Selat, Kecamatan Selat, Karangasem, Kamis (9/6) dua pura penataran tersebut dibangun saat kepemimpinan Raja Desa Selat I Gusti Ngurah Sidemen pada tahun 1691.
Pura Penataran Dangin Pasar di Banjar Selat Kaja kondisinya hanya tinggal Bale Kulkul yang lainnya telah lenyap. Sedangkan Pura Penataran Muntig linggih Ida Bhatara Sakti Muntig, di Banjar Muntig, Desa Amerta Bhuana kondisi hanya berupa tanah lapang. "Karena kendala biaya, sehingga belum mampu membangun kembali dua Pura Penataran itu," ujar Bendesa Jro Gede Mustika.
Pura Penataran Dangin Pasar di Banjar Selat Kaja yang lokasinya di depan Pasar Desa Selat hanya tinggal Bale Kulkul dan Candi Gelung saja. Bagian lainnya telah habis ditelan bencana alam Gunung Agung yang erupsi tahun 1963. Maklum saja lokasi ini berada di KRB (Kawasan Rawan Bencana) II.
Areal Pura Penataran Dangin Pasar di Banjar Selat Kaja juga sempat digunakan menjadi Wantilan Jaya Pangus, kemudian dibangun sekolah TK, Kantor LPD Desa Adat Selat, selanjutnya jadi lapangan voli, pernah juga jadi Sekretariat Karya Tabuh Gentuh lan Pamijilan Ida Bhatara Sakti Ngerta Jagat di Pura Pasimpenan Gaduh Sakti tahun 2018, dan terakhir digunakan Posko Penanganan Covid-19 tahun 2020.
"Tempatnya dikenal keramat saat digunakan sebagai wantilan, lapangan voli, Kantor LPD, Gedung TK Jaya Pangus, ternyata tidak bertahan lama, karena diganggu makhluk gaib," jelas Jro Gede Mustika. Misalnya saat digunakan lapangan voli, krama yang bermain voli gampang cedera. Saat digunakan Kantor LPD dan Gedung TK Jaya Pangus, merasa kurang nyaman beraktivitas, karena dapat gangguan, sehingga tidak bertahan lama.
Hanya saja saat digunakan sebagai Posko Penanganan Covid-19 tahun 2020-2021 lalu, lancar-lancar saja. Menurut Jro Gede Mustika mungkin karena sebelumnya melakukan matur piuning.
Pura ini pun dikenal keramat dan dijaga seekor naga. Naga itu diyakini sering bersuara di setiap malam Kajeng Kliwon. Di kedua pura penataran ini sejak tahun 1963 atau sejak pura diterjang bencana erupsi Gunung Agung, tidak pernah lagi digelar piodalan. Apakah ada gangguan secara niskala sebagai dampak tidak menggelar piodalan, Bendesa Jro Gede Mustika mengatakan sejauh ini tidak ada. "Hanya di setiap Usaba Gede yang digelar di Pura Puseh pada Purnama Kapat, Ida Bhatara yang berstana di palinggih meru tumpang solas di Pura Penataran Dangin Pasar, katuran ke Pura Puseh," jelasnya.
Dituturkan juga satu-satunya peninggalan sejarah membuktikan keberadaan Pura Penataran Dangin Pasar di Banjar Selat Kaja adalah masih berdiri Bale Kulkul, lengkap dengan kulkul yang tidak pernah dibunyikan, dan candi gelung. Pura Penataran Dangin Pasar di Banjar Selat Kaja sebenarnya sesuai catatan sejarah palinggih yang mesti dibangun, berupa meru tumpang (tingkat) 11, Bale Agung, Bale Teruna Dewa Bukit, palinggih Ida Bhatara Iswara, Bale Gong, pewaregan dan bale pesandekan.
Sedangkan Pura Penataran Muntig di Banjar Muntig kondisinya kini tidak ada yang tersisa hanya berupa tanah lapang saja. Selain itu juga belum ditemukan catatan sejarahnya. Lokasinya lebih luas lagi, ada utama mandala, madya mandala dan nista mandala. Tapi hanya berupa tanah lapang saja. Bendesa Jro Gede Mustika mengatakan dalam beberapa kali paruman krama sempat dibicarakan rencana membangun dua Pura Penataran itu, namun setelah dihitung biayanya cukup besar.
"Rencana mau dibangun kembali dua Pura Penataran itu setelah dihitung biayanya Rp 10 miliar hingga Rp 14 miliar untuk satu Pura Penataran, sementara dana tidak punya," ujar mantan birokrat ini. Desa Adat Selat sendiri mewilayahi 15 banjar adat, dua dadia dan satu paruman gria dengan luas wilayah 398 hektare, berpenduduk 3.204 jiwa.
Sebanyak 15 banjar adat di wewidangan Desa Adat Selat, yakni Banjar Adat Telengis, Sukawana, Sida Karana Bunteh, Parigraha, Sidhakarya, Dharma Saba, Paruman Sila Darsana, Eka Darma, Guna Karya, Sila Sesana, Palemadon, Kertiyasa Lusuh, Darma Karya, Sila Drama, dan Wanasari. Dua dadia: Gunung Sari Bajeh dan Siladumi Kangin, serta Paruman Merajan Gria Celit. *k16
Komentar