Taro Pesankan Ortu Untuk Mendongeng
Banyak pendidikan karakter yang tertanam dalam permainan tradisional, yang tidak akan didapat dari hasil bermain gadget seperti semangat kebersamaan, kejujuran, disiplin, percaya diri, etos kerja, demokrasi, pengendalian diri, mendorong kecerdasan, dan usaha untuk memperoleh sesuatu
Antusias Anak-anak Ikut Permainan Tradisional
DENPASAR, NusaBali
Dongeng dan permainan tradisional tak pernah mati melawan derasnya perkembangan teknologi. Cara mendidik ini terbukti masih mampu mengalihkan perhatian anak dari permainan post modern yang kini seringkali dinikmati dalam gadget.
Seperti workshop permainan tradisional serangkaian Bali Mandara Nawanatya II yang digelar di Kalangan Angsoka Taman Budaya Bali, Rabu (22/3), puluhan anak SD antusias mengikuti berbagai permainan tradisional yang diajarkan. Suasana workshop begitu hidup, karena anak-anak terlihat menikmati permainan sembari berpegangan tangan dengan teman lainnya.
Sang pemateri, Made Taro mengiringi permainan anak-anak dengan sebuah sebuah alat musik cungklik sederhana, dibantu anaknya, Gede Tarmada yang memukul sebuah gendang kecil. Sementara pemateri lainnya, Nyoman Budarsana, membimbing anak-anak melakukan gerakan permainan tradisional.
Satu persatu permainan dilakukan. Awalnya, anak-anak duduk bersama belajar lagu-lagu permainan. Satu lagu untuk satu permainan. Setelah dirasa hafal, anak-anak kemudian diajak mempraktekkan lagu itu ke dalam permainan. Begitu permainan habis, dilanjutkan lagi dengan belajar lagu, lalu bermain lagi. Begitu seterusnya. Hingga waktu berakhir, mereka menikmati beberapa permainan tradisional seperti Sut Tultaltil, Sut dempul, Godog-godogan, Meong-meong, hingga Goak Maling Pitik.
Made Taro mengatakan, permainan tradisional tidak semata untuk menyenangkan hati. Lebih dari itu, banyak nilai pendidikan karakter yang tertanam dalam permainan tradisional, yang tidak akan didapat dari hasil bermain gadget. Beberapa nilai itu diantaranya, semangat kebersamaan, kejujuran, disiplin, percaya diri, etos kerja, demokrasi, pengendalian diri, mendorong kecerdasan, usaha untuk memperoleh sesuatu, serta nilai lainnya.
“Saat ini arus teknologi, dan anak-anak main game di gadget sudah tidak bisa dihindari. Tetapi, jika kita mau membina, anak-anak pasti mau bermain permainan tradisional. Tadi bahkan anak-anak tidak mau permainan berakhir,” tutur Made Taro.
Dalam setiap materinya, Made Taro selalu menerapkan konsep mendongeng sambil bermain. Dengan demikian, permainan tidak hanya menjadi menyenangkan, namun ada nilai pendidikan yang juga bisa diambil. “Selain itu, worksop seperti ini akan menumbuhkan kecintaan terhadap permainan tradisional Bali yang juga adalah kebudayaan Bali. Saya sebenarnya dari dulu punya pemikiran seperti ini, dan untungnya saat ini pemerintah dalam hal ini Dinas Kebudayaan sepaham,”ungkapnya.
Made Taro mengungkapkan, saat ini dia telah mengumpulkan sebanyak 200 jenis permainan tradisional. Hanya saja, yang sering ditampilkan dalam setiap materinya hanya sekitar 30 jenis, dan yang telah dibukukan sekitar 50 jenis permainan. “Permainan tradisional ini saya kumpulkan dari seluruh wilayah di Bali. Ada yang saya cari sendiri, ada juga orang yang menyumbang pemikiran. Ada juga saat workshop dimana beberapa orang menyumbangkan permainan tradisional yang pernah dimainkannya. Semua itu saya catat,” ceritanya.
Made Taro pun berpesan, agar para orang tua sediannya meluangkan sedikit waktu untuk menceritakan dongeng kepada anak-anaknya. Hal ini mengingat kebiasaan mendongeng sudah semakin meredup, bahkan nyaris hilang. “Saya berencana melakukan terobosan. Dalam buku saya nanti, mengajak para orang tua untuk mendongeng cukup lima menit saja secara rutin,” ungkapnya.
Sementara kurator Bali Mandara Nawanatya II, Kadek Wahyudita berharap workshop tradisonal kali ini dapat memberikan sebuah trasformasi nilai untuk anak-anak. Melalui pendidikan karakter lewat dongeng dan permainan tradisional, pihaknya berharap tumbuh generasi emas yang bermanfaat bagi Bali dan Bangsa. “Dari dahulu, untuk sebuah pelestarian nampaknya para leluhur kita telah memiliki cara-cara yang sederhana untuk trasformasi nilai-nilai kebudayaan dengan cara bermain. Saya berharap adik-adik ini menjadi generasi emas yang cerdas dan bermanfaat untuk Bali dan Indonesia,” harapnya. * in
1
Komentar