3 Desa di Jembrana Gelar Pilkel di 2023
Tahapan pilkel serentak di Desa Mendoyo Dauh Tukad, Desa Pengeragoan, dan Desa Manggisari, dimulai pada akhir 2022. Sedangkan untuk hari H pilkel, kemungkinan diselenggarakan pada Februari 2023.
NEGARA, NusaBali
Tiga desa di Kabupaten Jembrana akan menyelenggarakan pemilihan perbekel (Pilkel) serentak pada 2023 mendatang. Ketiga desa yang akan melaksanakan pilkel tahun depan itu, adalah Desa Mendoyo Dauh Tukad di Kecamatan Mendoyo, Desa Pengeragoan dan Desa Manggisari yang sama-sama berada di wilayah Kecamatan Pekutatan.
Kepala Bidang (Kabid) Pemerintahan Desa dan Kelurahan pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Jembrana Sadikin, mengatakan perbekel di 3 desa tersebut akan mengakhiri masa jabatannya per 17 Maret 2023 nanti. Sebelumnya, 3 desa itu tercatat melaksanakan pilkel serentak pada tahun 2017 lalu. “Pilkel sebelumnya di 3 desa itu juga dilakukan serentak. Ketiganya juga dilantik bersamaan,” ujar Sadikin.
Mengenai tahapan pelaksanaan pilkel serentak 2023 di 3 desa itu, kata Sadikin, sudah akan dimulai pada akhir 2022 ini. Sedangkan untuk hari H pilkel, kemungkinan diselenggarakan pada Februari 2023.
“Kemungkinan pilkel-nya bulan Februari. Tetapi untuk kepastiannya belum ditentukan. Karena untuk jadwal tahapan termasuk pelaksanaan nanti, ditentukan melalui keputusan bupati,” ucap Sadikin.
Untuk penyelenggaraan pilkel serentak tersebut, rencananya akan disiapkan anggaran pada APBD perubahan tahun 2022 dan APBD induk 2023 nanti. Termasuk nantinya dilakukan sinkronisasi dengan APBDes di 3 desa bersangkutan. “Kalau untuk logistik sampai honor panitia pemilihan di desa, kita yang tanggung dari APBD. Tetapi kalau semisal nantinya diperlukan seperti untuk APD (alat pelindung diri), kita harap masing-masing desa juga menyiapkan antisipasi. Makanya nanti kita ada menyampaikan jadwal pra pilkel dan sinkronisasi anggaran,” kata Sadikin.
Menurut Sadikin, aturan secara umum pelaksanaan pilkel nanti masih sama dengan sebelumnya. Yakni, pilkel bisa dilaksanakan ketika terpenuhi minimal ada 2 calon perbekel yang memenuhi syarat administrasi. Sedangkan untuk batasan maksimal jumlah calon perbekel sebanyak 5 orang.
“Kalau incumbent (petahana), bisa kembali mencalonkan diri sepanjang belum 3 periode. Begitu juga yang sudah pernah menjadi perbekel 2 periode, baik secara berurut ataupun tidak berturut sebelum ada Undang-undang 6 Tahun 2014 tentang Desa, bisa kembali mencalonkan diri. Tetapi kalau yang sudah tiga periode, tidak bisa,” ucap Sadikin.
Disinggung apakah ada rencana menerapkan pemilihan dangan sistem e-voting dalam pilkel nanti, Sadikin mengaku tetap memilih pelaksanaan pemilihan secara konvensional. Pasalnya, dari kajian yang sempat dilakukan beberapa waktu lalu, dibutuhkan biaya yang sangat besar untuk menggelar pilkel dengan e-voting.
“Kalau untuk pemilihan kaling (kepala lingkungan) masih bisa karena kan hanya ada satu TPS. Tapi kalau pilkel tidak mungkin satu TPS, dan butuh biaya besar untuk membeli peralatannya. Sedangkan harga seperangkat lengkap e-voting, harganya sampai Rp 50 juta. Dikali sekian TPS, bisa diperlukan dana sampai miliaran rupiah,” ungkap Sadikin.
Di samping biaya pengadaan perangkat yang cukup besar, pastinya juga diperlukan biaya perawatan. Di sisi lain saat ini, sudah tidak ada lagi pemilihan pelaksana kewilayahan (kelian dusun) tiap 5 tahun sekali. Hal itu karena masa jabatan pelaksana kewilayahan saat ini, digunakan batasan umur. Yakni bisa menjabat hingga umur 60 tahun.
“Mubazir kalau keluar biaya besar. Sedangkan e-voting itu juga masih ada kelemahan. Kalau pemilihan konvensional, pemilih yang sakit masih bisa dilayani. Sedangan kalau e-voting, tidak mungkin dibawa keliling. Termasuk rawan kalau tiba-tiba listrik padam,” tandas Sadikin. *ode
Kepala Bidang (Kabid) Pemerintahan Desa dan Kelurahan pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Jembrana Sadikin, mengatakan perbekel di 3 desa tersebut akan mengakhiri masa jabatannya per 17 Maret 2023 nanti. Sebelumnya, 3 desa itu tercatat melaksanakan pilkel serentak pada tahun 2017 lalu. “Pilkel sebelumnya di 3 desa itu juga dilakukan serentak. Ketiganya juga dilantik bersamaan,” ujar Sadikin.
Mengenai tahapan pelaksanaan pilkel serentak 2023 di 3 desa itu, kata Sadikin, sudah akan dimulai pada akhir 2022 ini. Sedangkan untuk hari H pilkel, kemungkinan diselenggarakan pada Februari 2023.
“Kemungkinan pilkel-nya bulan Februari. Tetapi untuk kepastiannya belum ditentukan. Karena untuk jadwal tahapan termasuk pelaksanaan nanti, ditentukan melalui keputusan bupati,” ucap Sadikin.
Untuk penyelenggaraan pilkel serentak tersebut, rencananya akan disiapkan anggaran pada APBD perubahan tahun 2022 dan APBD induk 2023 nanti. Termasuk nantinya dilakukan sinkronisasi dengan APBDes di 3 desa bersangkutan. “Kalau untuk logistik sampai honor panitia pemilihan di desa, kita yang tanggung dari APBD. Tetapi kalau semisal nantinya diperlukan seperti untuk APD (alat pelindung diri), kita harap masing-masing desa juga menyiapkan antisipasi. Makanya nanti kita ada menyampaikan jadwal pra pilkel dan sinkronisasi anggaran,” kata Sadikin.
Menurut Sadikin, aturan secara umum pelaksanaan pilkel nanti masih sama dengan sebelumnya. Yakni, pilkel bisa dilaksanakan ketika terpenuhi minimal ada 2 calon perbekel yang memenuhi syarat administrasi. Sedangkan untuk batasan maksimal jumlah calon perbekel sebanyak 5 orang.
“Kalau incumbent (petahana), bisa kembali mencalonkan diri sepanjang belum 3 periode. Begitu juga yang sudah pernah menjadi perbekel 2 periode, baik secara berurut ataupun tidak berturut sebelum ada Undang-undang 6 Tahun 2014 tentang Desa, bisa kembali mencalonkan diri. Tetapi kalau yang sudah tiga periode, tidak bisa,” ucap Sadikin.
Disinggung apakah ada rencana menerapkan pemilihan dangan sistem e-voting dalam pilkel nanti, Sadikin mengaku tetap memilih pelaksanaan pemilihan secara konvensional. Pasalnya, dari kajian yang sempat dilakukan beberapa waktu lalu, dibutuhkan biaya yang sangat besar untuk menggelar pilkel dengan e-voting.
“Kalau untuk pemilihan kaling (kepala lingkungan) masih bisa karena kan hanya ada satu TPS. Tapi kalau pilkel tidak mungkin satu TPS, dan butuh biaya besar untuk membeli peralatannya. Sedangkan harga seperangkat lengkap e-voting, harganya sampai Rp 50 juta. Dikali sekian TPS, bisa diperlukan dana sampai miliaran rupiah,” ungkap Sadikin.
Di samping biaya pengadaan perangkat yang cukup besar, pastinya juga diperlukan biaya perawatan. Di sisi lain saat ini, sudah tidak ada lagi pemilihan pelaksana kewilayahan (kelian dusun) tiap 5 tahun sekali. Hal itu karena masa jabatan pelaksana kewilayahan saat ini, digunakan batasan umur. Yakni bisa menjabat hingga umur 60 tahun.
“Mubazir kalau keluar biaya besar. Sedangkan e-voting itu juga masih ada kelemahan. Kalau pemilihan konvensional, pemilih yang sakit masih bisa dilayani. Sedangan kalau e-voting, tidak mungkin dibawa keliling. Termasuk rawan kalau tiba-tiba listrik padam,” tandas Sadikin. *ode
Komentar