Kolaborasi Musik Klasik dan Kontemporer Tampil Memukau
Dari Pergelaran Perdana Event Bali World Culture Celebration (BWCC) Tahun 2022
BWCC digelar 14-25 Juni 2022 sebagai apresiasi pada kebudayaan dunia yang bertujuan mewujudkan Bali sebagai Pusat Kebudayaan Dunia (Bali Padma Bhuana).
DENPASAR, NusaBali
Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV (44) tahun 2022 digelar berbarengan event budaya Bali World Culture Celebration (BWCC). BWCC yang digelar untuk pertama kalinya ini mementaskan pergelaran perdana dengan menghadirkan tiga kelompok musik sekaligus, yakni Sekaa Gong Belaluan Sadmerta, rOrAs ensemble, dan Jes Gamelan Fusion (JGF) di sisi timur Monumen Perjuangan Rakyat Bali (Bajra Sandhi) Niti Mandala, Denpasar pada, Selasa (14/6) malam.
Disaksikan secara langsung oleh lebih dari 100 penonton, acara yang sempat diwarnai hujan gerimis diawali penampilan Sekaa Gong Belaluan Sadmerta yang membawakan komposisi klasik, yakni Kebyar Ding yang diciptakan I Made Regog pada tahun 1920, dan Tari Kebyar Duduk style Belaluan yang direkonstruksi pada tahun 2003.
Usai mereka tampil memukau, lanjut persembahan berikutnya diberikan rOrAs Ensemble yang membawakan musik kontemporer bertajuk 'Words in Iron', musik baru gamelan selonding gubahan komposer Wayan Gede Yudane.
Sebagai penutup penampilan Jes Gamelan Fusion (JGF) membawakan komposisi musik modern bertajuk 'Gayatri' ciptaan I Nyoman Windha, 'Goak Ngolol' komposisi gending klasik dimainkan dengan jegog khas Jembrana diaransemen baru dalam kemasan jazz oleh I Nyoman Windha dan Indra Lesmana pada tahun 2005, pada pentas kolosal bertajuk megaliticum kuantum, serta 'Bima Kroda' karya I Made Subandi serta I Nyoman Windha pada 2006. Dan pada pentas kali ini diaransemen baru dalam nuansa jazz.
Kurator BWCC, Prof Dr I Made Bandem MA, seusai acara menuturkan sangat bangga dengan penampilan ketiga kelompok (sekaa) musik dan menyebut ketiganya bisa jadi pemantik kelompok musik berikutnya yang akan tampil pada gelaran BWCC.
"Penampilan mereka pada malam hari ini sangat serius dan pemilihan kita sangat tepat sekali karena tiga jenis gamelan ini bisa mewarnai penampilan 20 klub sekaa yang akan tampil selama BWCC ini," ujar Prof Bandem. Dia mengatakan penampilan anak muda dari Gong Belaluan Sadmerta sangat memukau dan menggembirakan dalam memainkan seni klasik Kebyar Ding yang lahir di tahun 1920-an.
"Satu kebyar yang monumental pada awalnya sekarang direkonstruksi dan dimainkan oleh kumpi-kumpi (cicit) yang menciptakan ini dan mereka memainkan dengan sangat baik," kata Prof Bandem. Sementara itu Prof Bandem menjelaskan musik kontemporer yang ditampilkan rOrAs Ensemble merupakan musik kontemporer murni, mengambil konsep musik barat dengan manipulasi instrumen-instrumen untuk dijadikan satu musik yang bersifat polyphonie (banyak melodi).
"Kalau ini polyphonic, banyak melodi dibuat dari berbagai grup instrumen itu," sebut maestro seni yang juga guru besar bidang Etnomusikologi ini. Berbeda sekali dengan musik gamelan kebyar yang melodinya bersifat heterophonie, satu lagu dimainkan oleh orkestrasi yang dimainkan berbeda-beda dengan hiasan-hiasan mengacu kepada melodi.
Jadi 12 instrumen itu masing-masing kelompoknya bisa membuat melodi lalu mereka bisa berinteraksi satu sama lain. "Kan kontras sekali itu," ucap Prof Bandem. Seniman peraih Lencana Kebudayaan dari Presiden RI pada 2015 ini mengungkapkan perkembangan gamelan kontemporer saat ini memang mengambil keunikan dari suara, seperti halnya rOrAs Ensemble yang mengambil suara khas selonding tapi diolah untuk kepentingan musik kontemporer. Lebih lanjut Prof Bandem menjelaskan Jes Gamelan Fusion (JGF) lebih mengutamakan gabungan suara dan tekstur, yang berasal dari bambu, kendang, seruling, dan suara (vokal).
"Jadi keragaman dari musik kita itu banyak tekstur, jenis-jenis gamelan juga ada yang dinamakan idiophone yang dipukul yang ditiup yang dipetik itu semua ditampilkan," ungkap mantan Ketua STSI Denpasar dan Rektor ISI Jogjakarta ini. Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Gede Arya Sugiartha, mengatakan BWCC yang mengangkat tema Danu Kerthi: Resilience and Harmony (Kebertahanan dan Harmoni) terpaksa dilaksanakan secara hybrid, langsung dan daring, mengingat dunia masih dalam status pandemi.
"Yang bisa live kan hanya yang Indonesia dan Bali, pentas perdana ini kita buat live dan selanjutnya daring. Mudah-mudahan tahun depan kalau kondisi sudah membaik kita akan live kita undang dari negara-negara sahabat ke sini," sebut Kadis Sugiartha. Dia menyebut ketika kelompok musik yang tampil merupakan grup-grup yang sudah memiliki reputasi internasional. "Lagu Kebyar Ding itu di Amerika terkenal banget, semua orang tahu," Mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini.
BWCC digelar 14-25 Juni 2022 sebagai apresiasi pada kebudayaan dunia yang bertujuan mewujudkan Bali sebagai Pusat Kebudayaan Dunia (Bali Padma Bhuana).
BWCC diharapkan memperkuat posisi strategis kesenian dan kebudayaan Bali yang turut mewarnai dan membangun nilai-nilai kesatuan, harmoni, dan perdamaian (unity, harmony, and peace) antarbangsa di dunia melalui pemanggungan dan presentasi beragam genre pertunjukan. Selain pergelaran, diadakan pula tiga seri Dialog Budaya dengan pembicara terpilih bereputasi internasional, mengetengahkan tema 'Water as Source of Innovation and Creation of Performing Arts', Contemporary Balinese Gamelan', dan 'Balinese Gamelan on Global Stage'. *cr78
Disaksikan secara langsung oleh lebih dari 100 penonton, acara yang sempat diwarnai hujan gerimis diawali penampilan Sekaa Gong Belaluan Sadmerta yang membawakan komposisi klasik, yakni Kebyar Ding yang diciptakan I Made Regog pada tahun 1920, dan Tari Kebyar Duduk style Belaluan yang direkonstruksi pada tahun 2003.
Usai mereka tampil memukau, lanjut persembahan berikutnya diberikan rOrAs Ensemble yang membawakan musik kontemporer bertajuk 'Words in Iron', musik baru gamelan selonding gubahan komposer Wayan Gede Yudane.
Sebagai penutup penampilan Jes Gamelan Fusion (JGF) membawakan komposisi musik modern bertajuk 'Gayatri' ciptaan I Nyoman Windha, 'Goak Ngolol' komposisi gending klasik dimainkan dengan jegog khas Jembrana diaransemen baru dalam kemasan jazz oleh I Nyoman Windha dan Indra Lesmana pada tahun 2005, pada pentas kolosal bertajuk megaliticum kuantum, serta 'Bima Kroda' karya I Made Subandi serta I Nyoman Windha pada 2006. Dan pada pentas kali ini diaransemen baru dalam nuansa jazz.
Kurator BWCC, Prof Dr I Made Bandem MA, seusai acara menuturkan sangat bangga dengan penampilan ketiga kelompok (sekaa) musik dan menyebut ketiganya bisa jadi pemantik kelompok musik berikutnya yang akan tampil pada gelaran BWCC.
"Penampilan mereka pada malam hari ini sangat serius dan pemilihan kita sangat tepat sekali karena tiga jenis gamelan ini bisa mewarnai penampilan 20 klub sekaa yang akan tampil selama BWCC ini," ujar Prof Bandem. Dia mengatakan penampilan anak muda dari Gong Belaluan Sadmerta sangat memukau dan menggembirakan dalam memainkan seni klasik Kebyar Ding yang lahir di tahun 1920-an.
"Satu kebyar yang monumental pada awalnya sekarang direkonstruksi dan dimainkan oleh kumpi-kumpi (cicit) yang menciptakan ini dan mereka memainkan dengan sangat baik," kata Prof Bandem. Sementara itu Prof Bandem menjelaskan musik kontemporer yang ditampilkan rOrAs Ensemble merupakan musik kontemporer murni, mengambil konsep musik barat dengan manipulasi instrumen-instrumen untuk dijadikan satu musik yang bersifat polyphonie (banyak melodi).
"Kalau ini polyphonic, banyak melodi dibuat dari berbagai grup instrumen itu," sebut maestro seni yang juga guru besar bidang Etnomusikologi ini. Berbeda sekali dengan musik gamelan kebyar yang melodinya bersifat heterophonie, satu lagu dimainkan oleh orkestrasi yang dimainkan berbeda-beda dengan hiasan-hiasan mengacu kepada melodi.
Jadi 12 instrumen itu masing-masing kelompoknya bisa membuat melodi lalu mereka bisa berinteraksi satu sama lain. "Kan kontras sekali itu," ucap Prof Bandem. Seniman peraih Lencana Kebudayaan dari Presiden RI pada 2015 ini mengungkapkan perkembangan gamelan kontemporer saat ini memang mengambil keunikan dari suara, seperti halnya rOrAs Ensemble yang mengambil suara khas selonding tapi diolah untuk kepentingan musik kontemporer. Lebih lanjut Prof Bandem menjelaskan Jes Gamelan Fusion (JGF) lebih mengutamakan gabungan suara dan tekstur, yang berasal dari bambu, kendang, seruling, dan suara (vokal).
"Jadi keragaman dari musik kita itu banyak tekstur, jenis-jenis gamelan juga ada yang dinamakan idiophone yang dipukul yang ditiup yang dipetik itu semua ditampilkan," ungkap mantan Ketua STSI Denpasar dan Rektor ISI Jogjakarta ini. Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Gede Arya Sugiartha, mengatakan BWCC yang mengangkat tema Danu Kerthi: Resilience and Harmony (Kebertahanan dan Harmoni) terpaksa dilaksanakan secara hybrid, langsung dan daring, mengingat dunia masih dalam status pandemi.
"Yang bisa live kan hanya yang Indonesia dan Bali, pentas perdana ini kita buat live dan selanjutnya daring. Mudah-mudahan tahun depan kalau kondisi sudah membaik kita akan live kita undang dari negara-negara sahabat ke sini," sebut Kadis Sugiartha. Dia menyebut ketika kelompok musik yang tampil merupakan grup-grup yang sudah memiliki reputasi internasional. "Lagu Kebyar Ding itu di Amerika terkenal banget, semua orang tahu," Mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini.
BWCC digelar 14-25 Juni 2022 sebagai apresiasi pada kebudayaan dunia yang bertujuan mewujudkan Bali sebagai Pusat Kebudayaan Dunia (Bali Padma Bhuana).
BWCC diharapkan memperkuat posisi strategis kesenian dan kebudayaan Bali yang turut mewarnai dan membangun nilai-nilai kesatuan, harmoni, dan perdamaian (unity, harmony, and peace) antarbangsa di dunia melalui pemanggungan dan presentasi beragam genre pertunjukan. Selain pergelaran, diadakan pula tiga seri Dialog Budaya dengan pembicara terpilih bereputasi internasional, mengetengahkan tema 'Water as Source of Innovation and Creation of Performing Arts', Contemporary Balinese Gamelan', dan 'Balinese Gamelan on Global Stage'. *cr78
1
Komentar