Bangkitkan Ramuan Tradisional, Ajak Masyarakat Buka Lagi Lontar Usada Bali
Lomba Konten Budaya Membuat Boreh dalam Jantra Tradisi Bali II Serangkaian PKB XLIV
Dalam lomba Pembuatan Konten Budaya Membuat Boreh ini, salah satu kriterianya boreh yang dibuat tanpa pengawet dan dibuat secara tradisional.
DENPASAR, NusaBali
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menggelar lomba konten budaya pembuatan boreh (ramuan tradisional berbahan rempah-rempah) sebagai salah satu upaya untuk memberikan apresiasi sekaligus membangkitkan kembali kearifan lokal pengobatan dan ramuan tradisional Bali yang telah diwariskan para leluhur.
"Harapan kami, pengobatan tradisional Bali bisa bangkit dan masyarakat maupun para pemerhati kesehatan akan kembali membuka lontar usada (pengobatan) Bali," kata Kabid Tradisi dan Warisan Budaya Disbud Provinsi Bali, Ida Bagus Alit Suryana di Kantor Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali di Denpasar, Senin (20/6).
Alit Suryana menyampaikan hal tersebut di sela-sela penilaian semifinal Pacentokan (Lomba) Konten Budaya Pembuatan Boreh dalam Jantra Tradisi Bali II yang digelar serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV. "Dulu para orangtua kita seringkali membuatkan boreh (ramuan tradisional berbahan rempah-rempah) ketika anak-anaknya sakit. Boreh telah terbukti menjadi obat tradisional yang manjur untuk meredakan sakit," ucapnya.
Namun, menurut Alit, belakangan penggunaan boreh tampak mulai ditinggalkan karena mungkin dari aromanya yang dirasa kurang enak. "Melalui lomba ini kami juga ingin mengenalkan kepada generasi muda bahwa Bali sesungguhnya memiliki warisan pengobatan tradisional yang adiluhung. Apalagi nyambung dengan kondisi pandemi Covid-19, bagaimana kita dapat menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh," ucapnya.
Alit Suryana menambahkan, pengobatan secara medis memang tetap diperlukan, namun ketika menderita sakit yang ringan, tidak ada salahnya mengupayakan mengobati diri sendiri dengan bersumber dari lontar usada Bali.
Hal ini sejalan pula dengan amanat Perda Provinsi Bali No 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali. Di dalam perda itu disebutkan apresiasi terhadap budaya Bali di antaranya meliputi olahraga tradisional, permainan tradisional, dan pengobatan tradisional. Dalam lomba Pembuatan Konten Budaya Membuat Boreh ini ditentukan sejumlah kriteria seperti boreh yang dilombakan adalah ramuan tradisional yang dibuat tanpa pengawet dan dibuat secara tradisional.
Kemudian karya kreasi boreh berbasis pada tradisi lisan maupun manuskrip Bali. Peserta merupakan kelompok atau komunitas yang berdomisili di Bali. Proses pembuatan boreh direkam dalam bentuk video dan lengkap dengan narasinya.
Lomba ini dinilai oleh tiga juri, yakni Ir Ida Ayu Rusmarini MP, Dr Nyoman Sridana, dan Ida Bagus Putra Manik Aryana SS MSi. Para juri tersebut selain merupakan praktisi taru pramana usada Bali juga akademisi di sejumlah perguruan tinggi di Bali. Ida Ayu Rusmarini, salah satu tim juri menyampaikan aspek penilaian meliputi bahan, proses pembuatan, aroma dan kekhasan rasa, tampilan dan warna produk, manfaatnya bagi tubuh, serta peserta mampu menampilkan sumber tradisi lisan maupun manuskrip Bali.
"Bahan atau material dalam pembuatan boreh termasuk proses pembuatannya harus higienis, alami, dan sehat," ucap wanita yang juga peraih Kalpataru tahun 2020 ini.
Ketua Forkom Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) Kabupaten Gianyar ini menambahkan, selain mengirimkan video, peserta lomba yang lolos seleksi tiga besar diwajibkan untuk menyajikan produk dan mempresentasikan di hadapan juri. *cr78
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menggelar lomba konten budaya pembuatan boreh (ramuan tradisional berbahan rempah-rempah) sebagai salah satu upaya untuk memberikan apresiasi sekaligus membangkitkan kembali kearifan lokal pengobatan dan ramuan tradisional Bali yang telah diwariskan para leluhur.
"Harapan kami, pengobatan tradisional Bali bisa bangkit dan masyarakat maupun para pemerhati kesehatan akan kembali membuka lontar usada (pengobatan) Bali," kata Kabid Tradisi dan Warisan Budaya Disbud Provinsi Bali, Ida Bagus Alit Suryana di Kantor Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali di Denpasar, Senin (20/6).
Alit Suryana menyampaikan hal tersebut di sela-sela penilaian semifinal Pacentokan (Lomba) Konten Budaya Pembuatan Boreh dalam Jantra Tradisi Bali II yang digelar serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV. "Dulu para orangtua kita seringkali membuatkan boreh (ramuan tradisional berbahan rempah-rempah) ketika anak-anaknya sakit. Boreh telah terbukti menjadi obat tradisional yang manjur untuk meredakan sakit," ucapnya.
Namun, menurut Alit, belakangan penggunaan boreh tampak mulai ditinggalkan karena mungkin dari aromanya yang dirasa kurang enak. "Melalui lomba ini kami juga ingin mengenalkan kepada generasi muda bahwa Bali sesungguhnya memiliki warisan pengobatan tradisional yang adiluhung. Apalagi nyambung dengan kondisi pandemi Covid-19, bagaimana kita dapat menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh," ucapnya.
Alit Suryana menambahkan, pengobatan secara medis memang tetap diperlukan, namun ketika menderita sakit yang ringan, tidak ada salahnya mengupayakan mengobati diri sendiri dengan bersumber dari lontar usada Bali.
Hal ini sejalan pula dengan amanat Perda Provinsi Bali No 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali. Di dalam perda itu disebutkan apresiasi terhadap budaya Bali di antaranya meliputi olahraga tradisional, permainan tradisional, dan pengobatan tradisional. Dalam lomba Pembuatan Konten Budaya Membuat Boreh ini ditentukan sejumlah kriteria seperti boreh yang dilombakan adalah ramuan tradisional yang dibuat tanpa pengawet dan dibuat secara tradisional.
Kemudian karya kreasi boreh berbasis pada tradisi lisan maupun manuskrip Bali. Peserta merupakan kelompok atau komunitas yang berdomisili di Bali. Proses pembuatan boreh direkam dalam bentuk video dan lengkap dengan narasinya.
Lomba ini dinilai oleh tiga juri, yakni Ir Ida Ayu Rusmarini MP, Dr Nyoman Sridana, dan Ida Bagus Putra Manik Aryana SS MSi. Para juri tersebut selain merupakan praktisi taru pramana usada Bali juga akademisi di sejumlah perguruan tinggi di Bali. Ida Ayu Rusmarini, salah satu tim juri menyampaikan aspek penilaian meliputi bahan, proses pembuatan, aroma dan kekhasan rasa, tampilan dan warna produk, manfaatnya bagi tubuh, serta peserta mampu menampilkan sumber tradisi lisan maupun manuskrip Bali.
"Bahan atau material dalam pembuatan boreh termasuk proses pembuatannya harus higienis, alami, dan sehat," ucap wanita yang juga peraih Kalpataru tahun 2020 ini.
Ketua Forkom Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) Kabupaten Gianyar ini menambahkan, selain mengirimkan video, peserta lomba yang lolos seleksi tiga besar diwajibkan untuk menyajikan produk dan mempresentasikan di hadapan juri. *cr78
1
Komentar