PKB Jadi Ajang Lestarikan Wayang Klasik Kamasan
DENPASAR, NusaBali
Pesta Kesenian Bali XLIV tak saja menampilkan berbagai pergelaran seni unggulan dari sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali, juga menjadi salah satu wahana untuk melestarikan gaya lukisan Wayang Klasik Kamasan dari Kabupaten Klungkung.
Jika pada pekan sebelumnya puluhan remaja Bali di ajang PKB telah dibekali teknik-teknik melukis Wayang Klasik Kamasan, maka pada Selasa (21/6), mereka beradu kepiawaian dalam Wimbakara (Lomba) Melukis Wayang Klasik Kamasan bertempat di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Bali, Denpasar.
Ada 23 peserta laki-laki dan perempuan rentang 15-25 tahun, yang terlihat antusias menggoreskan warna di atas kertas gambar.
“Lomba lukisan klasik Wayang Kamasan ini orientasinya, melakukan pelestarian terhadap seni dan budaya,” kata I Wayan Gulendra selaku juri lomba lukis Wayang Klasik, di sela-sela lomba.
Selain Gulendra, ada Made Benny Yuda dan Wayan Kondra yang terlibat sebagai dewan juri. Mereka bertiga merupakan dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
“Melukis figur Wayang Kamasan tidak mudah, kami akan lihat keutuhan karyanya, unsur-unsur pakemnya, karena ada norma yang harus diikuti sesuai yang ada di Kamasan,” imbuh Gulendra pada lomba yang berlangsung selama tiga jam tersebut.
Dalam penilaiannya, para juri akan mengategorikan berdasarkan sisi warna, bentuk, ornamen, serta makna lukisan secara narasi untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan para peserta dalam memahami seni dimaksud.
Selain itu, sebelum berlomba para peserta dibekali aturan terkait tema Pesta Kesenian Bali XLIV, yaitu Danu Kerthi Huluning Amreta, Memuliakan Air Sumber Kehidupan. Lewat tema tersebut para peserta dapat mengembangkan pengetahuannya.
“Lukisan yang dibuat ada hubungannya tentang tema. Jadi, bagaimana peserta mengangkat tema misalnya kisah Bima Dewa Ruci, Tirta Kamandalu, atau garuda dengan naga. Biasanya yang sulit ketika anak-anak ini membangun pakem yang benar dan memahami cerita,” ujar Gulendra.
Akan ada tiga orang pemenang dalam lomba ini, tetap menurut Gulendra, bukan juara yang menjadi acuan penyelenggara, melainkan upaya pendekatan dengan generasi muda untuk mau melanjutkan seni lukisan wayang.
“Lomba ini tentu akan berlanjut terus meskipun sempat terhenti karena pandemi Covid-19, karena targetnya adalah pelestarian, pembinaan, penggalian, dan pengembangan seni lukisan klasik Wayang Kamasan,” kata Gulendra.
Salah seorang peserta, I Putu Vendy Puja Haryanta, 22, menuturkan sebagai generasi muda motivasinya mengikuti Lomba Melukis Wayang Klasik Kamasan adalah untuk ikut melestarikan kesenian leluhur.
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Rupa UPMI (Universitas PGRI Mahadewa Indonesia) mengaku baru dua tahun belakangan menggeluti seni lukis wayang Kamasan secara otodidak.
“Karakteristik wayang Kamasan memang agak kaku, flat dua dimensi, tidak ada volume, hanya teknik sigar (gradasi warna),” terang Vendy, pemuda asal Desa Gunung Salak, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan. *cr78
Komentar