Jadi Primadona Krama Ketewel, Geser Air Minum Berbagai Merek
Desa Adat Ketewel, Sukawati, Gianyar Produksi Sendiri Air Minum Toya Beji Gangga Pawitrem
Saat ini 11 banjar yang terdiri dari 1.558 KK atau 8.500 jiwa lebih penduduk dewasa dan anak-anak sudah mengkonsumsi Toya Beji Gangga Pawitrem.
GIANYAR, NusaBali
Desa Adat Ketewel, Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar memproduksi sendiri air minum dalam kemasan. Air Minum yang sudah lolos uji Laboratorium Kesehatan (Labkes) Provinsi Bali per tanggal 1 Oktober 2020 diberi label 'Toya Beji Gangga Pawitrem' dan dikelola oleh BUPDA (Baga Utsaha Padruwen Desa Adat) Ketewel.
Bendesa Adat Ketewel, I Wayan Ari Suthama SH mengatakan Desa Adat mulai berproses sejak tahun 2019. Bermula dari sebuah fenomena paceklik ketika sumur-sumur milik penduduk desa kompak alami kekeringan. Sebaliknya, hanya Toya Beji Ketewel yang tetap mengalir. Toya Beji Ketewel saat itu menjadi satu-satunya sumber air yang bisa dimanfaatkan. Sehingga penduduk berduyun-duyun mengangkut air dari Pancoran Pura Beji Ketewel di sebelah utara Pura Payogan Agung. Meski banyak air yang diambil, Toya Beji tak pernah surut. Bahkan kapasitasnya melebihi hingga relatif banyak yang 'terbuang' mengalir ke sungai.
Desa Adat Ketewel, Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar memproduksi sendiri air minum dalam kemasan. Air Minum yang sudah lolos uji Laboratorium Kesehatan (Labkes) Provinsi Bali per tanggal 1 Oktober 2020 diberi label 'Toya Beji Gangga Pawitrem' dan dikelola oleh BUPDA (Baga Utsaha Padruwen Desa Adat) Ketewel.
Bendesa Adat Ketewel, I Wayan Ari Suthama SH mengatakan Desa Adat mulai berproses sejak tahun 2019. Bermula dari sebuah fenomena paceklik ketika sumur-sumur milik penduduk desa kompak alami kekeringan. Sebaliknya, hanya Toya Beji Ketewel yang tetap mengalir. Toya Beji Ketewel saat itu menjadi satu-satunya sumber air yang bisa dimanfaatkan. Sehingga penduduk berduyun-duyun mengangkut air dari Pancoran Pura Beji Ketewel di sebelah utara Pura Payogan Agung. Meski banyak air yang diambil, Toya Beji tak pernah surut. Bahkan kapasitasnya melebihi hingga relatif banyak yang 'terbuang' mengalir ke sungai.
FOTO: Bendesa Adat Ketewel, I Wayan Ari Suthama SH .-NOVI ANT
Melihat fenomena kekeringan dan potensi melimpahnya sumber mata air inilah, tercetus ide memproduksi air minum kemasan. Terlebih menurut cerita, konon terdapat sungai di bawah bebatuan dengan kedalaman antara 60 sampai 70 meter di Desa Ketewel. Benar saja, ketika dilakukan penggalian baru sampai kedalaman 50 meter, mata air sangat deras mancur ke permukaan.
"Kami cek menggunakan alat khusus, seberapa besar sih debit airnya. Dengan harapan bisa dikembangkan jadi air kemasan. Ternyata setelah dicek, debit air cukup besar karena di bawah batu ada sungai yang mengalir ke laut. Kedalaman 60-70 meter. Kami bor baru kedalaman 50 meter, air sudah bruuss naik," ungkap Bendesa Ari Suthama saat ditemui di Kantor Desa Adat Ketewel, Selasa (21/6).
Tahap demi tahap produksi dilakukan. Dan kini, setelah hampir 3 tahun, Toya Beji Gangga Pawitrem sudah menjadi primadona di Desa Ketewel. Saking fanatiknya masyarakat setempat menggunakan produk lokal, Toya Beji Gangga Pawitrem bahkan mampu menggeser gempuran air minum berbagai merk. Saat ini 11 banjar yang terdiri dari 1.558 KK atau 8.500 jiwa lebih penduduk dewasa dan anak-anak sudah mengkonsumsi Toya Beji Gangga Pawitrem.
"Untuk kemasan galon dijual seharga Rp 6.000. Kemasan botol mini Rp 33.000 satu dus," jelas Bendesa Ari Suthama. Hanya dari penjualan di internal Desa Ketewel saja, omset penjualan Toya Beji ini mencapai Rp 80.930.880 per bulan. "Kami juga sudah berhasil membeli 1 unit mobil carry operasional baru seharga Rp 146 juta lebih," jelasnya.
Pendirian usaha Toya Beji ini pula tak terlepas dari kebutuhan air setiap hajatan upacara keagamaan. Mulai dari lingkup keluarga, komunitas hingga pujawali di pura setempat. "Jadi lebih bersemangat lagi karena selama odalan atau karya adat banyak libatkan krama pengayah, jadi perlu banyak air. Dulu beli air merk lain ternyata besar sekali biayanya bisa sampai Rp 60 jutaan," ungkapnya.
Saat ini, setiap kegiatan Yadnya di Desa Ketewel dipastikan menggunakan produk lokal Toya Beji Ketewel. "Pas misalnya barengan ada yang nikah, kita kadang sampai kewalahan memenuhi permintaan dan pengiriman," ujarnya.
Selain jengah untuk memakai produk lokal, penduduk setempat meyakini Toya Beji ini berkhasiat sebagai obat. Rasanya pun dinilai lebih segar. "Ibaratnya kalau kita traveling ke Jawa, begitu pulang menginjak tanah Bali rasanya itu segar. Ya seperti itulah kira-kira masyarakat di sini merasakan kesegaran Toya Beji ini," ungkapnya. Mempekerjakan 5 tenaga, dalam sehari Toya Beji Ketewel diproduksi maksimal 3.000 botol kemasan mini. "Itu jika kita paksakan bisa 3.000 per hari. Kita juga lihat situasi, karena kapasitas gudang kita masih terbatas. Kalau disimpan di luar khawatir kena sinar matahari langsung, kan tidak bagus," terangnya.
Berdasarkan uji lab, Toya Beji Ketewel memiliki tingkat keasaman atau pH normal kisaran 6,5 sampai 8,5. Pengecekan kualitas air pun dilakukan berkala setiap 4 bulan sekali. Terkait upaya melebarkan sayap pemasaran lebih luas ke luar desa, Bendesa Ari Suthama tak ingin buru-buru. "Kami ingin optimalkan di desa dulu. Maka itu kami belum urus izin edar," ujarnya.
Sementara kontribusi dari keuntungan pengelolaan 'Toya Beji Gangga Pawitrem' seperti untuk pembangunan fisik dan punia upakara di desa adat. Selain itu juga meringankan urunan krama saat odalan dan kegiatan adat lainnya. *nvi
Komentar