Nikmati Kelilingi Negara ASEAN dan Jepang
South East Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP)
Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN)
Kapal Nippon Maru
Pertukaran Pemuda
Sebagai duta Provinsi Bali, Gede Heprin didaulat membawakan tari Baris dan diiringi dengan lagu Janger yang dikemas sebagai medley tarian Nusantara.
I Gede Heprin Prayasta, Perwakilan Bali di Program SSEAYP 2016
DENPASAR, NusaBali
I Gede Heprin Prayasta berhasil meraih kesempatan emas membawa misi negara sebagai Duta Muda Indonesia dalam program Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) yang bertajuk The Ship for South East Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP) atau dikenal juga sebagai Kapal Pemuda ASEAN-Jepang tahun 2016.
Pemuda kelahiran Denpasar ini berlayar dengan menggunakan Kapal Nippon Maru milik pemerintah Jepang (Cabinet Office Japan). Anak pertama dari I Wayan Mintana dan Ni Wayan Bunter ini mengarungi lautan selama 52 hari mengelilingi kawasan ASEAN. Sebanyak 5 negara disinggahinya sebagai rute pemberhentian yaitu Jepang, Vietnam, Thailand, Singapura, dan Indonesia.
Ditemui di Denpasar beberapa waktu lalu, Gede Heprin mengatakan keinginannya untuk menjadi perwakilan Indonesia di kancah internasional sudah tumbuh sejak ia masih duduk di bangku SMA. Pada tahun 2013, peraih beasiswa Civic Concept International ini juga sempat tiga kali berturut-turut lolos dalam konferensi bergengsi di kampus terbaik dunia yaitu di Universitas Harvard Amerika Serikat, tetapi sayangnya keinginannya untuk menjadi perwakilan Indonesia di kancah internasional belum dapat terwujud. Bagi Heprin, saat itulah menjadi momentum berharga baginya untuk terus berkarya dan berkiprah sebagai aktivis dan statistisi muda. Kegigihannya kemudian berhasil mengantarkan alumni Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) ini mendapat tiket sebagai perwakilan Provinsi Bali di program SSEAYP tahun 2016.
“Ketertarikan untuk mengikuti program ini sebenarnya sudah saya pendam sejak duduk di bangku kelas XI SMA,” kenangnya. Pada saat itu, dua orang rekan satu tim debat bahasa Inggris di sekolah mendapat kesempatan untuk belajar ke Negeri Kangguru di Darwin Australia dan salah seorang lagi pergi ke Kanada untuk program United World College (UWC) bahkan berlanjut hingga kuliah di Georgia, Amerika Serikat.
Namun kesempatan sejenis belum berpihak pada Heprin bahkan hingga ia menyelesaikan pendidikan kuliah di STIS Jakarta untuk program ikatan dinas.
Setelah lulus tepatnya pada saat mengikuti fase internship di tahun 2013, Heprin kembali mendapat kesempatan di tiga konferensi internasional sekaligus, 26th International Youth Leadership Conference di Praha Republik Ceko, Harvard Project for International Relation (HPAIR) di Universitas Harvard, Amerika Serikat, dan One Young World, di Johanesburg Afrika Selatan. Namun sayangnya hampir semua program itu tidak dibiayai secara penuh dan ia harus mencari sumber pendanaan sendiri untuk hadir di acara tersebut. “Saya mulai melakukan riset kecil-kecilan dari internet tentang sponsor pertukaran pemuda dan akhirnya saya justru menemukan informasi tentang PPAN yang didukung penuh oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga RI. Sejenak saya sangat antusias untuk segera mengumpulkan berkas pendaftaran dan segera membeli tiket pulang ke Bali untuk registrasi,” kenangnya. Hanya saja, akibat skor TOEFL-nya yang baru terbit sehari setelah pendaftaran ditutup, ia akhirnya tidak bisa ikut di tahun 2013.
“Saat itu saya akhirnya menganggap bahwa kesempatan itu belum rezeki,” ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, tahun 2016 lalu di sela-sela kepadatan aktifitasnya di komunitas sosial dan bekerja sebagai abdi Negara, Heprin kembali kepincut dengan program PPAN. Lebih-lebih, syaratnya dipermudah karena skor TOEFL tidak diminta untuk disertakan pada saat awal pendaftaran. “Saya seperti mengingat kisah lama. Kadang merasa minder untuk mendaftar. Syukurnya motivasi teman-teman membakar semangat saya untuk mendaftar lagi. Dan akhirnya saya merasa siap untuk mengumpulkan berkas empat hari sebelum pendaftaran ditutup,” jelasnya.
Meski sempat ragu akan lolos, setiap tahapan seleksi ia selesaikan dengan baik. Materi yang diujikan yaitu community development, english, art and culture, psikologi, dan tourism. Pengujinya bukan sembarang orang, namun para pakar di bidangnya masing-masing. “So, meskipun cukup melelahkan sudah bangga rasanya lolos di babak 5 besar,” ujarnya.
Lima besar kandidat ini kembali ditempa untuk mendapatkan satu perwakilan Bali. Materi yang diujikan ada leaderless discussion, public speaking, psikologi, essay, dan kemampuan manajemen stress. “Saya masih belum percaya bahwa nama saya dipanggil. Sungguh momen itu menjadi kado ulang tahun termanis untuk saya karena tepat saya terima beberapa hari setelah saya berulang tahun,” ungkapnya.
Setelah dinyatakan lolos menjadi duta Bali, ia pun bergabung dengan 27 orang delegasi dari provinsi lain di Indonesia sebagai kontingen Indonesia dengan sebutan Garuda 43. “Saya ditunjuk sebagai Person In Charge (PIC) untuk Club Activity, dan Sponsorship Team. Kami berkomunikasi lewat socmed grup line dan di setiap hari Rabu dan Sabtu selalu melakukan Virtual Meeting (VM) sebelum kami bertemu langsung di Pre Departure Training (PDT) Nasional,” jelasnya.
Untuk diketahui, PDT diselenggarakan oleh Kemenpora dan asosiasi alumni SSEAYP Indonesia yaitu SSEAYP International Indonesia (SII) di Pusdiklat Kemenperin di Jakarta mulai 8 Oktober 2016 – 23 Oktober 2016. “Pada saat itu kami dibantu untuk mempersiapkan secara paripurna keperluan kami sebelum mengikuti program sebenarnya. Kami berlatih kesenian untuk National Presentation, membuat paper untuk grup diskusi, dan berbagai perlengkapan hingga larut malam namun sangat menyenangkan. Kami dipersiapkan sebagai suatu tim yang super solid sebagai wakil Indonesia di 43rd SSEAYP,” terangnya yang mendapat undangan makan malam eksklusif bersama Menteri Pemuda dan Olahraga RI, Imam Nachrowi, sebelum dikukuhkan dan berangkat sebagai Duta Muda Indonesia.
Selama mengikuti program, ada berbagai macam kegiatan yang ia ikuti diantaranya diskusi tentang pendidikan di negara ASEAN dan Jepang, belajar bahasa isyarat lewat lagu ‘We Are Unity’ untuk pendidikan inklusi, dan kunjungan ke sekolah khusus di Tokyo dan Ho Chi Min City.
Tak hanya itu, pada kegiatan ini, ia dan tim Garuda 43 berkesempatan untuk mengajarkan teman-teman dari negara lain cara membuat kerajinan kipas dari kain batik serta tarian Zapin Muda-Mudi dari Kepulauan Riau. “Sehari sebelum berlabuh di Indonesia, kontingen Garuda 43 berkesempatan menampilkan parade budaya Indonesia dengan sangat ciamik dan mengundang decak kagum PY. Saya sebagai duta provinsi Bali didaulat untuk membawakan tari Baris dan diiringi dengan lagu Janger yang dikemas sebagai medley tarian nusantara,” paparnya.
Sementara itu, selama di Jepang ia memperoleh pengalaman luar biasa. “Kami disambut hangat oleh pemerintah Nagano dan diberi kesempatan untuk memasak langsung penganan tradisional mereka yaitu Oyaki selama berada di sana. Saya belajar banyak tradisi Jepang dari keluarga angkat saya dalam program homestay bersama keluarga Kitazawa dan berkunjung ke beberapa objek wisata seperti Rumah Ninja dan pusat kebudayaan Asia di pusat Nagano. Tanggal 4 November 2016, Kapal Nippon Maru yang menjadi rumah kedua kami selama beberapa hari kedepan untuk menuju Ho Chi Minh City (Vietnam),” jelasnya.
Nah, kopi Vietnam, adalah minuman yang paling ia cari sesaat setelah sampai di Vietnam. Heprin dan rekan homestay Daisuke (Japan Participating Youth) mendapat kesempatan untuk mengeksplor budaya Vietnam dari makanan tradisional hingga gedung pencakar langit Saigon Skydeck. Selanjutnya pada fase Bangkok ia dipertemukan dengan keluarga keturunan Malaysia yang sudah lama bermukim di Thailand. “Kami pun dengan leluasa bercakap dengan bahasa Melayu. Saya belajar banyak tentang budaya Thailand dengan berkunjung ke salah satu istana kerajaan Thailand. Pada saat kami berkunjung, Negeri Gajah Putih itu sedang berduka dengan meninggalnya raja mereka Raja Bhumibol sehingga sebagai wujud bela sungkawa kami mengenakan pin pita hitam di pakaian yang kami kenakan. Bangkok merupakan kota dengan sejuta kuliner yang sangat lezat dan sayang untuk dilewatkan. Berbagai jajanan tradisional dijajakan dengan harga yang cukup terjangkau menjadi salah satu memori yang paling saya ingat dari kota ini,” kenangnya.
Perjalanan selanjutnya berlabuh di negara yang identik dengan patung Merilyon yakni Singapura. “Negara ini berhasil menghipnotis saya dengan standar hidup yang begitu tinggi. Kecanggihan pemanfaatan teknologi sangat nampak jelas di setiap sisi negara ini.
Kenyamanan transportasi dan fasilitas umum dapat saya rasakan secara nyata di semua lini,” ungkapnya. Selama di Singapura, ia diantar mengelilingi pusat bisnis Sentosa, Orchid Road, dan Marina Bay bersama keluarga angkat selama di Singapura. “Saya juga diajak berkunjung ke kompleks apartemen yang cukup bersejarah bagi warga Singapura yaitu Dakota Crecent yang sebentar lagi akan direlokasi untuk bangunan apartemen yang lebih bagus namun dibalik semua itu tertinggal pesan bahwa penduduk masih sangat rindu akan masa-masa kecil mereka yang banyak dihabiskan di Dakota Crecent,” ujarnya.
Puas mengelilingi ASEAN, akhirnya Heprin dan duta Indonesia lainnya kembali ke Indonesia. “Senang gembira rasanya ketika kapal kami berlabuh di Tanjung Priok. Ada rasa senang ada rasa sedih. Senang karena kami akan menjadi tuan rumah bagi para PYS lainnya untuk berkenalan langsung dengan budaya Indonesia. Sedih karena Indonesia adalah negara rute terakhir dalam program kami yang artinya sebentar lagi program kami akan usai. Tidak kalah berkesannya bagaimana melihat teman-teman dari Jepang yang baru pertama kali mencicipi buah durian dan makan dengan tangan di rumah makan Padang. Pertukaran budaya yang sangat berkesan,” ungkapnya.
Komentar