Perang Pandan Tenganan Pegringsingan Diwarnai Panggung Roboh
AMLAPURA, NusaBali
Panggung lokasi digelarnya tradisi Perang Pandan atau Mekare-kare di Bale Petemu Tengah, Banjar/Desa Adat Tenganan Pegringsingan, Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangasem pada Sukra Umanis Langkir, Jumat (24/6) tiba-tiba roboh saat atraksi sedang berlangsung.
Tidak ada korban dalam peristiwa ini, namun atraksi adat ini terpaksa dihentikan sebelum seluruh peserta tampil. Pantauan NusaBali, peristiwa panggung roboh ini terjadi pada, Jumat kemarin pukul 14.34 Wita. Perang pandan ini digelar sebagai rangkaian jelang Usaba Sambah pada Sasih Kalima (bulan kelima) sesuai kalender adat setempat di Pura Puseh yang puncaknya pada Saniscara Paing Langkir, Sabtu (25/6) hari ini.
Sebelum perang pandan dilaksanakan, seluruh perlengkapan berupa senjata daun pandan dan panggung telah disiapkan. Ratusan penonton dan puluhan fotografer juga telah siap mengabadikan tradisi unik tersebut. Sebanyak 12 penabuh selonding lanjut usia juga telah siap di Bale Petemu Tengah untuk mengiringi setiap atraksi berlangsung.
Perang Pandang diawali dengan menggelar upacara tatabuhan (berupa tekor berisi tuak) di atas panggung tempat arena. Hanya warga yang mengenakan busana adat Tenganan Pegringsingan yang diperbolehkan naik panggung.
Di atas panggung dikoordinasikan Panglingsir Desa Putu Suarjana, bersama Kelian Desa Adat Tenganan Pagringsingan I Komang Arnawa, I Kadek Suradnyana, I Putu Sudiana dan I Ketut Jaya.
Krama Desa Adat Tenganan Pegringsingan juga telah menyiapkan ramuan obat (boreh) digunakan mengobati luka gores duri pandan agar tidak infeksi. Bahan baku ramuan itu, seperti isen, kunyit dan cuka. Ramuan itu terlebih dahulu dihaturkan di Palinggih Patemu Tengah dalam upacara khusus, tujuannya agar ramuan obat ini mujarab digunakan mengobati luka gores.
Ada syarat lain, sebelum peserta berperang, seluruh keris yang diselipkan di pinggang dikumpulkan. Perang dimulai dari kalangan remaja, dewasa hingga orang tua. Perang Pandan dimulai dari kalangan anak-anak dan remaja pukul 12.30 Wita. Di sesi ini berlangsung aman. Selanjutnya giliran dari kalangan dewasa. Panglingsir Desa I Putu Suarjana pun naik panggung untuk ikut berperang memegang tameng dan senjata daun pandan saat atraksi ke-56. Sedangkan di atas panggung sekitar 50 orang berdiri yang juga bersiap berperang di samping ada yang bertugas untuk melerai.
Saat atraksi dibawakan Putu Suarjana berlangsung aman. Namun pada atraksi yang ke-57, panggung mulai goyang lalu tiba-tiba roboh. Panggung di bagian barat daya jebol, karena salah satu penyangga panggung patah.
Peserta atraksi langsung bergegas turun. Walau tidak ada korban, namun karena dinilai bisa membahayakan, maka atraksi langsung dihentikan. Panggung juga langsung dibongkar. "Sehubungan panggung telah roboh, karena kurang kontrol atraksi saya hentikan," jelas Putu Suarjana melalui pengeras suara.
Pasca dibubarkan, para penonton serta fotografer langsung bubar. Putu Suarjana mengatakan saat dirinya melakukan atraksi Perang Pandan merasakan aman-aman saja. "Tetapi saat atraksi setelah saya, panggung terasa mulai oleng. Panggung berbahan pohon kelapa ini memang telah puluhan tahun dipakai, kami memang teledor kurang kontrol," katanya. Panggung dengan tinggi sekitar 120 cm, panjang 8 meter, dan lebar 6 meter ini bertiang 8 dan 16 sunduk, bagian salah satu sunduk di barat daya yang patah.
"Masih banyak sebenarnya yang belum dapat giliran naik panggung, tapi terpaksa saya hentikan karena panggungnya roboh," tambah tokoh adat yang juga anggota DPRD Karangasem dari Fraksi NasDem ini. Atraksi Perang Pandan tersebut dilaksanakan secara rutin sebagai penghormatan kepada Dewa Indra yang identik dengan dewa perang. Perang pandan itu ibarat latihan perang agar terus terlaksana dikaitkan dengan pelaksanaan Usaba Sambah. *k16
Sebelum perang pandan dilaksanakan, seluruh perlengkapan berupa senjata daun pandan dan panggung telah disiapkan. Ratusan penonton dan puluhan fotografer juga telah siap mengabadikan tradisi unik tersebut. Sebanyak 12 penabuh selonding lanjut usia juga telah siap di Bale Petemu Tengah untuk mengiringi setiap atraksi berlangsung.
Perang Pandang diawali dengan menggelar upacara tatabuhan (berupa tekor berisi tuak) di atas panggung tempat arena. Hanya warga yang mengenakan busana adat Tenganan Pegringsingan yang diperbolehkan naik panggung.
Di atas panggung dikoordinasikan Panglingsir Desa Putu Suarjana, bersama Kelian Desa Adat Tenganan Pagringsingan I Komang Arnawa, I Kadek Suradnyana, I Putu Sudiana dan I Ketut Jaya.
Krama Desa Adat Tenganan Pegringsingan juga telah menyiapkan ramuan obat (boreh) digunakan mengobati luka gores duri pandan agar tidak infeksi. Bahan baku ramuan itu, seperti isen, kunyit dan cuka. Ramuan itu terlebih dahulu dihaturkan di Palinggih Patemu Tengah dalam upacara khusus, tujuannya agar ramuan obat ini mujarab digunakan mengobati luka gores.
Ada syarat lain, sebelum peserta berperang, seluruh keris yang diselipkan di pinggang dikumpulkan. Perang dimulai dari kalangan remaja, dewasa hingga orang tua. Perang Pandan dimulai dari kalangan anak-anak dan remaja pukul 12.30 Wita. Di sesi ini berlangsung aman. Selanjutnya giliran dari kalangan dewasa. Panglingsir Desa I Putu Suarjana pun naik panggung untuk ikut berperang memegang tameng dan senjata daun pandan saat atraksi ke-56. Sedangkan di atas panggung sekitar 50 orang berdiri yang juga bersiap berperang di samping ada yang bertugas untuk melerai.
Saat atraksi dibawakan Putu Suarjana berlangsung aman. Namun pada atraksi yang ke-57, panggung mulai goyang lalu tiba-tiba roboh. Panggung di bagian barat daya jebol, karena salah satu penyangga panggung patah.
Peserta atraksi langsung bergegas turun. Walau tidak ada korban, namun karena dinilai bisa membahayakan, maka atraksi langsung dihentikan. Panggung juga langsung dibongkar. "Sehubungan panggung telah roboh, karena kurang kontrol atraksi saya hentikan," jelas Putu Suarjana melalui pengeras suara.
Pasca dibubarkan, para penonton serta fotografer langsung bubar. Putu Suarjana mengatakan saat dirinya melakukan atraksi Perang Pandan merasakan aman-aman saja. "Tetapi saat atraksi setelah saya, panggung terasa mulai oleng. Panggung berbahan pohon kelapa ini memang telah puluhan tahun dipakai, kami memang teledor kurang kontrol," katanya. Panggung dengan tinggi sekitar 120 cm, panjang 8 meter, dan lebar 6 meter ini bertiang 8 dan 16 sunduk, bagian salah satu sunduk di barat daya yang patah.
"Masih banyak sebenarnya yang belum dapat giliran naik panggung, tapi terpaksa saya hentikan karena panggungnya roboh," tambah tokoh adat yang juga anggota DPRD Karangasem dari Fraksi NasDem ini. Atraksi Perang Pandan tersebut dilaksanakan secara rutin sebagai penghormatan kepada Dewa Indra yang identik dengan dewa perang. Perang pandan itu ibarat latihan perang agar terus terlaksana dikaitkan dengan pelaksanaan Usaba Sambah. *k16
Komentar