Demi Keamanan, Pawai Ogoh-ogoh Maju Sehari
Desa Pakraman Tegallalang, Kecamatan Tegallalang, Gianyar mendahului sehari prosesi pengarakan ogoh-ogoh rangkaian Nyepi Tahun Baru Saka 1939.
GIANYAR, NusaBali
Prosesi pengarakan ogoh-ogoh telah dilaksanakan krama setempat pada Radite Kliwon Sungsang, Minggu (26/3) malam atau sehari jelang Pangrupukan Nyepi. Selain karena kesibukan krama saat Pangrupukan Nyepi, prosesi pengarakan ogoh-ogoh diajukan sehari ini dilakukan demi alasan keamanan.
Ada 20 ogoh-ogoh yang diarak krama Desa Pakraman Tegallalang, Minggu malam, berasal dari 6 banjar adat, yakni Banjar Gagah, Banjar Pejengaji, Banjar Triwangsa, Banjar Tegallalang, Banjar Tegal, dan Banjar Penusuan. Pantauan NusaBali, seluruh ogoh-ogoh dikumpulkan dulu Bale Banjar Gagah, sebelum diarak keliling desa, lanjut dibawa ke Setra Desa Pakraman Tegallang untuk dipralina (dimusnahkan).
Prosesi pengarakan diawali dengan upacara pamelaspas ogoh-ogoh di depan Bale Banjar Gagah, Minggu sore pukul 17.30 Wita. Usai upacara pamelaspas, barulah dimulai arak-arakan ogoh-ogoh keliling desa, Minggu petang pukul 18.30 Wita. Pengarakan ogoh-ogoh kemarin petang dilepas langsung Wakil Bupati Gianyar, Made Agus Mahayastra.
Setelah dilepas, satu per satu ogoh-ogoh diusung krama masing-masing banjar keliling desa, lanjut menuju setra yang berjarak sekitar 2 kilometer. Masing-masing ogoh-ogoh ditampilkan sinopsisisnya di Catus Pata (Perempatan Agung) Desa Pakraman Tegallalang, selanjutnya diarak ke setra. Prosesi pengarakan ogoh-ogoh dikawal pecalang, kepolisian, dan petugas TNI. Prosesi pengarakan ogoh-ohon sampai ritual pralina di Setra Desa Pakraman Tegallalang berlangsung hingga malam sekitar pukul 23.00 Wita.
Waktu pelaksanaan pengarakan ogoh-ogoh (sebagai simbol butakala atau makhluk jahat) di Desa Pakraman Tegallalang ini berbeda dari yang dilaksanakan krama Bali umumnya. Di Bali umumnya pengarakan ogoh-ogoh dilakukan saat malam Pangrupukan Nyepi pada Tilem Kasanga atau sehari sebelum Nyepi, seusai upacara Tawur Agung Kasanga.
Menjurut Kepala Desa (Perbekel) Tegallalang, Dewa Rai Sutrisna, prosesi pengarakan ogoh-ogoh yang diajukan sehari dari malam Pangrupukan Nyepi ini sudah dilaksanakan sejak 2008 silam. Hal ini dilakukan atas berbagai pertimbanga, salah satunya karena krama Desa Pakraman Tegallalang didera kesebukan saat Pangrupukan Nyepi.
Saat itu, krama setempat fokus melaksanakan upacara Tawur Agung Kasanga di Desa Pakraman Tegallalang maupun pacaruan di pekarangan rumah masing-masing. “Berhubung padatnya rentetan kegiatan saat Pangerupukan Nyepi, maka sejak tahun 2008 lalu krama di sini sepakat untuk memajukan prosesi pengarakan ogoh-ogoh sehari lebih awal,” jelas Perbekel Dewa Rai Sutrisna di sela-sela persiapan pengarakan ogoh-ogoh, Minggu kemarin.
“Desa kami ini mungkin satu-satunya di Bali yang mengarak ogoh-ogoh mendahului. Kami mengarak ogoh-ogoh sehari sebelum Pangrupukan Nyepi,” lanjut Rai Sutrisna yang kemarin didampingi Bendesa Pakraman Tegallalang, I Made Jaya Kusuma.
Alasan lainnya atas diajukannya sehari pelaksanaan pengarakan ogoh-ogoh di Desa Pakraman Tegallalang ini adalah demi menjaga keamanan. Ketua Majelis Alit Desa Pakraman (MADP) Kecamatan Tegallalang, I Wayan Mupu, mengatakan pengarakan ogoh-ogoh dilakukan lebih awal, karena belajar dari pengalaman tahun 2007 silam, yang sempat diwarnai ketegangan antar banjar akibat akibat senggolan saat pengarakan.
"Belajar dari kejadian 10 tahun silam lalu, seluruh prajuru bersama krama membuat perarem agar tidak ada lagi permasalahan yang muncul ketika mengarak ogoh-ogoh," jelas Wayan Mupu, Minggu malam.
Menurut Wayan Mupu, ada sanksi yang diberikan kepada krama yang melanggar, yakni denda dan wajib melaksanakan upacara pacaruan. "Sanksi denda ini cukup berat, karena yang yang harus dibayarkan sebanyak dana yang dikeluarkan untuk membuat ogoh-ogoh di seluruh banjar," jelasnya.
Nah, dengan dilaksanakan pawai ogoh-ogoh sehari menjelang Pangrupukan Nyepi, kata Wayan Mupu, secara tidak langsung memupuk persaudaraan krama di seluruh banjar. “Kalau sebelum-belumnya, mengarak ogoh-ogoh diwarnai dengan minum-minum. Namun, itu tidak barlaku lagi sekarang. Tidak ada istilah minum-minum sebelum mengarak ogoh-ogoh. Apalagi, sebelum kegiatan pengarakan ogoh-ogoh dimulai, pecalang sudah memeriksa dan memastikan tidak ada minuman keras," katanya. * e
Prosesi pengarakan ogoh-ogoh telah dilaksanakan krama setempat pada Radite Kliwon Sungsang, Minggu (26/3) malam atau sehari jelang Pangrupukan Nyepi. Selain karena kesibukan krama saat Pangrupukan Nyepi, prosesi pengarakan ogoh-ogoh diajukan sehari ini dilakukan demi alasan keamanan.
Ada 20 ogoh-ogoh yang diarak krama Desa Pakraman Tegallalang, Minggu malam, berasal dari 6 banjar adat, yakni Banjar Gagah, Banjar Pejengaji, Banjar Triwangsa, Banjar Tegallalang, Banjar Tegal, dan Banjar Penusuan. Pantauan NusaBali, seluruh ogoh-ogoh dikumpulkan dulu Bale Banjar Gagah, sebelum diarak keliling desa, lanjut dibawa ke Setra Desa Pakraman Tegallang untuk dipralina (dimusnahkan).
Prosesi pengarakan diawali dengan upacara pamelaspas ogoh-ogoh di depan Bale Banjar Gagah, Minggu sore pukul 17.30 Wita. Usai upacara pamelaspas, barulah dimulai arak-arakan ogoh-ogoh keliling desa, Minggu petang pukul 18.30 Wita. Pengarakan ogoh-ogoh kemarin petang dilepas langsung Wakil Bupati Gianyar, Made Agus Mahayastra.
Setelah dilepas, satu per satu ogoh-ogoh diusung krama masing-masing banjar keliling desa, lanjut menuju setra yang berjarak sekitar 2 kilometer. Masing-masing ogoh-ogoh ditampilkan sinopsisisnya di Catus Pata (Perempatan Agung) Desa Pakraman Tegallalang, selanjutnya diarak ke setra. Prosesi pengarakan ogoh-ogoh dikawal pecalang, kepolisian, dan petugas TNI. Prosesi pengarakan ogoh-ohon sampai ritual pralina di Setra Desa Pakraman Tegallalang berlangsung hingga malam sekitar pukul 23.00 Wita.
Waktu pelaksanaan pengarakan ogoh-ogoh (sebagai simbol butakala atau makhluk jahat) di Desa Pakraman Tegallalang ini berbeda dari yang dilaksanakan krama Bali umumnya. Di Bali umumnya pengarakan ogoh-ogoh dilakukan saat malam Pangrupukan Nyepi pada Tilem Kasanga atau sehari sebelum Nyepi, seusai upacara Tawur Agung Kasanga.
Menjurut Kepala Desa (Perbekel) Tegallalang, Dewa Rai Sutrisna, prosesi pengarakan ogoh-ogoh yang diajukan sehari dari malam Pangrupukan Nyepi ini sudah dilaksanakan sejak 2008 silam. Hal ini dilakukan atas berbagai pertimbanga, salah satunya karena krama Desa Pakraman Tegallalang didera kesebukan saat Pangrupukan Nyepi.
Saat itu, krama setempat fokus melaksanakan upacara Tawur Agung Kasanga di Desa Pakraman Tegallalang maupun pacaruan di pekarangan rumah masing-masing. “Berhubung padatnya rentetan kegiatan saat Pangerupukan Nyepi, maka sejak tahun 2008 lalu krama di sini sepakat untuk memajukan prosesi pengarakan ogoh-ogoh sehari lebih awal,” jelas Perbekel Dewa Rai Sutrisna di sela-sela persiapan pengarakan ogoh-ogoh, Minggu kemarin.
“Desa kami ini mungkin satu-satunya di Bali yang mengarak ogoh-ogoh mendahului. Kami mengarak ogoh-ogoh sehari sebelum Pangrupukan Nyepi,” lanjut Rai Sutrisna yang kemarin didampingi Bendesa Pakraman Tegallalang, I Made Jaya Kusuma.
Alasan lainnya atas diajukannya sehari pelaksanaan pengarakan ogoh-ogoh di Desa Pakraman Tegallalang ini adalah demi menjaga keamanan. Ketua Majelis Alit Desa Pakraman (MADP) Kecamatan Tegallalang, I Wayan Mupu, mengatakan pengarakan ogoh-ogoh dilakukan lebih awal, karena belajar dari pengalaman tahun 2007 silam, yang sempat diwarnai ketegangan antar banjar akibat akibat senggolan saat pengarakan.
"Belajar dari kejadian 10 tahun silam lalu, seluruh prajuru bersama krama membuat perarem agar tidak ada lagi permasalahan yang muncul ketika mengarak ogoh-ogoh," jelas Wayan Mupu, Minggu malam.
Menurut Wayan Mupu, ada sanksi yang diberikan kepada krama yang melanggar, yakni denda dan wajib melaksanakan upacara pacaruan. "Sanksi denda ini cukup berat, karena yang yang harus dibayarkan sebanyak dana yang dikeluarkan untuk membuat ogoh-ogoh di seluruh banjar," jelasnya.
Nah, dengan dilaksanakan pawai ogoh-ogoh sehari menjelang Pangrupukan Nyepi, kata Wayan Mupu, secara tidak langsung memupuk persaudaraan krama di seluruh banjar. “Kalau sebelum-belumnya, mengarak ogoh-ogoh diwarnai dengan minum-minum. Namun, itu tidak barlaku lagi sekarang. Tidak ada istilah minum-minum sebelum mengarak ogoh-ogoh. Apalagi, sebelum kegiatan pengarakan ogoh-ogoh dimulai, pecalang sudah memeriksa dan memastikan tidak ada minuman keras," katanya. * e
1
Komentar