Gending Lotring Nyaring ke Lubuk Hati
Dari Rekonstruksi Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana
Wayan Lotring adalah mpunya palegongan di Bali. Bukan hanya milik Bali, dia juga sudah jadi milik dunia.
DENPASAR, NusaBali
Perkembangan kesenian palegongan di Bali tidak bisa lepas dari peran maestro I Wayan Lotring (1898-1983), seniman asal Banjar Tegal, Desa Adat Kuta, Badung. Dia dikenal sebagai seniman pembaharu gamelan Bali pada masanya. Kalangan pecinta karawitan di Bali pun merasakan gending-gending Lotring tetap nyaring di lubuk hati penggemarnya.
Karya Lotring memang bertebaran. Sebut saja, gending palegongan Layar Samah yang belakangan ini lebih dikenal dengan nama Liar Samas. Ada juga gending Jagul, Kompyang, Gonteng, dan yang lainnya.
Nah, dari sekian karya monumental Lotring sebagian masih dipentaskan oleh generasi saat ini. Sayangnya, sebagian lagi mulai jarang atau sama sekali tidak dipentaskan. Melihat hal itu, dirasa perlu kiranya karya-karya seorang maestro sekelas Lotring untuk digali kembali selain sebagai bentuk penghormatan terhadap pengabdian Lotring di bidang seni, juga untuk mendapatkan sebagian spirit yang dipakai Lotring dalam berkesenian sehingga mampu menghasilkan karya-karya monumental.
Adalah I Nyoman Sudiartana,50, seniman asal Desa Adat Munggu, Kabupaten Badung. Dia bersama Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana Desa Adat Munggu dan dengan mendapat dukungan dari Listibiya (Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan) Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, berupaya merekonstruksi beberapa karya I Wayan Lotring yang sudah sangat jarang dipentaskan, khususnya di Kabupaten Badung.
Kerja keras mereka akhirnya mendapat panggung ketika Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana tampil dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV dalam tajuk Rekasadana (Pergelaran) Rekonstruksi Gending Lotring dalam Media Ungkap Gamelan Palegongan, bertempat di Kalangan Angsoka, Taman Budaya, Denpasar, Jumat (24/6).
Dalam kesempatan tersebut Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana membawakan hasil rekonstruksi karya-karya Wayan Lotring dengan judul Sekar Segara Lotring dan Simbar Solo. Namun selain menampilkan karya rekonstruksi, dipentaskan pula hasil pengembangan karya Wayan Lotring yakni Gending Pategak Gayung dan pementasan salah satu karya monumental Wayan Lotring, gamelan Legong Semarandana. "Gending Gambang Kuta, Gending Selendro, dan Gending Sekar Gendot, saya jadikan satu gending dengan inspirasi dari maestro Pekak Lotring dengan judul Sekar Segara Lotring," ungkap Nyoman Sudiartana, ditemui di sela pementasan Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana di ajang PKB XLIV.
Hal sama dia lakukan pada Gending Simbar Solo, hasil rekonstruksi dari dua gending ciptaan Lotring yakni Simbar dan Solo. Menurut Sudiartana, gending-gending karya Lotring ini sudah lama sekali tidak dipentaskan khususnya di Badung. Kalaupun dipentaskan dalam kegiatan upacara agama, namun berbeda cara menampilkannya. Pun di tempat lain, seperti di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar, karya-karya Lotring ditampilkan dalam bentuk lain.
Proses rekonstruksi yang dilakukan Sudiartana tergolong singkat, hitungan bulan. Pengalamannya menelusuri gamelan-gamelan lawas di Kuta membantu merampungkan rekonstruksi ini. "Konsepnya sudah sekitar Februari 2022, untuk latihan kami mulai 28 Maret 2022," ungkap kerabat I Wayan Lotring ini.
Sudiartana mengaku termotivasi merekonstruksi untuk pelestarian karya-karya Lotring. Harapannya, karya-karya ini terus bisa dinikmati oleh masyarakat, terutama para pecinta gamelan palegongan. Dia menilai gending-gending kebyar yang banyak dimainkan saat ini sejatinya memiliki cikal bakal dari gending-gending palegongan. "Wayan Lotring adalah mpunya palegongan di Bali. Bukan hanya milik Bali, dia juga sudah jadi milik dunia. Gending-gending yang diciptakan sejak tahun 1915 sampai sekarang, merupakan gending-gending yang monumental karena ciri khas beliau," sebut Sudiartana.
Dedikasi Lotring di bidang seni memang tidak perlu diragukan lagi. Sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk menyelami kesenian Bali. Tidak hanya piawai memainkan gamelan, ia juga piawai menari, dan menggeluti sastra Bali. Karya-karya yang dibuatnya bukan semata-mata untuk persembahan pada ritual keagamaan, melainkan eksplorasi penciptaan dan penemuan diri.
Sebagai seorang pembaharu pada zamannya, salah satu aspek sensibilitas modernistik Lotring adalah menggabungkan dan menafsirkan kembali elemen-elemen dari genre lama. Beberapa contoh penggunaan aransemen dan melodi tertentu dalam menciptakan karya baru adalah gambangan (pelugon). Secara melodis, karya ini didasarkan pada dua frasa dari pelugon asli, dimainkan dalam gaya sinkop tradisional saron (gangsa) gambang. Motif yang paling mencolok adalah susunan frasa 5 + 3. Bentuk kotekan yang sama sekali baru, yang diilhami oleh metode figurasi yang digunakan dalam ansambel gambang, menjiwai keseluruhan komposisi. Ciri khas komposisi ini adalah frekuensi nada jegogan, yang muncul dengan setiap nada pokok.
Pembina Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana, I Nyoman Wija Widastra,60, mengukui pihaknya kini sedang giat menggali kesenian-kesenian lawas. Penggalian ini baik di Desa Adat Munggu maupun di Kabupaten Badung secara umum. Pendiri Sekaa Arja Akah Canging ini berharap hasil rekonstruksi karya Lontring ini bisa dipakai acuan oleh sekaa lain dalam pementasan palegongan. *cr78
Karya Lotring memang bertebaran. Sebut saja, gending palegongan Layar Samah yang belakangan ini lebih dikenal dengan nama Liar Samas. Ada juga gending Jagul, Kompyang, Gonteng, dan yang lainnya.
Nah, dari sekian karya monumental Lotring sebagian masih dipentaskan oleh generasi saat ini. Sayangnya, sebagian lagi mulai jarang atau sama sekali tidak dipentaskan. Melihat hal itu, dirasa perlu kiranya karya-karya seorang maestro sekelas Lotring untuk digali kembali selain sebagai bentuk penghormatan terhadap pengabdian Lotring di bidang seni, juga untuk mendapatkan sebagian spirit yang dipakai Lotring dalam berkesenian sehingga mampu menghasilkan karya-karya monumental.
Adalah I Nyoman Sudiartana,50, seniman asal Desa Adat Munggu, Kabupaten Badung. Dia bersama Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana Desa Adat Munggu dan dengan mendapat dukungan dari Listibiya (Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan) Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, berupaya merekonstruksi beberapa karya I Wayan Lotring yang sudah sangat jarang dipentaskan, khususnya di Kabupaten Badung.
Kerja keras mereka akhirnya mendapat panggung ketika Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana tampil dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV dalam tajuk Rekasadana (Pergelaran) Rekonstruksi Gending Lotring dalam Media Ungkap Gamelan Palegongan, bertempat di Kalangan Angsoka, Taman Budaya, Denpasar, Jumat (24/6).
Dalam kesempatan tersebut Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana membawakan hasil rekonstruksi karya-karya Wayan Lotring dengan judul Sekar Segara Lotring dan Simbar Solo. Namun selain menampilkan karya rekonstruksi, dipentaskan pula hasil pengembangan karya Wayan Lotring yakni Gending Pategak Gayung dan pementasan salah satu karya monumental Wayan Lotring, gamelan Legong Semarandana. "Gending Gambang Kuta, Gending Selendro, dan Gending Sekar Gendot, saya jadikan satu gending dengan inspirasi dari maestro Pekak Lotring dengan judul Sekar Segara Lotring," ungkap Nyoman Sudiartana, ditemui di sela pementasan Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana di ajang PKB XLIV.
Hal sama dia lakukan pada Gending Simbar Solo, hasil rekonstruksi dari dua gending ciptaan Lotring yakni Simbar dan Solo. Menurut Sudiartana, gending-gending karya Lotring ini sudah lama sekali tidak dipentaskan khususnya di Badung. Kalaupun dipentaskan dalam kegiatan upacara agama, namun berbeda cara menampilkannya. Pun di tempat lain, seperti di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar, karya-karya Lotring ditampilkan dalam bentuk lain.
Proses rekonstruksi yang dilakukan Sudiartana tergolong singkat, hitungan bulan. Pengalamannya menelusuri gamelan-gamelan lawas di Kuta membantu merampungkan rekonstruksi ini. "Konsepnya sudah sekitar Februari 2022, untuk latihan kami mulai 28 Maret 2022," ungkap kerabat I Wayan Lotring ini.
Sudiartana mengaku termotivasi merekonstruksi untuk pelestarian karya-karya Lotring. Harapannya, karya-karya ini terus bisa dinikmati oleh masyarakat, terutama para pecinta gamelan palegongan. Dia menilai gending-gending kebyar yang banyak dimainkan saat ini sejatinya memiliki cikal bakal dari gending-gending palegongan. "Wayan Lotring adalah mpunya palegongan di Bali. Bukan hanya milik Bali, dia juga sudah jadi milik dunia. Gending-gending yang diciptakan sejak tahun 1915 sampai sekarang, merupakan gending-gending yang monumental karena ciri khas beliau," sebut Sudiartana.
Dedikasi Lotring di bidang seni memang tidak perlu diragukan lagi. Sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk menyelami kesenian Bali. Tidak hanya piawai memainkan gamelan, ia juga piawai menari, dan menggeluti sastra Bali. Karya-karya yang dibuatnya bukan semata-mata untuk persembahan pada ritual keagamaan, melainkan eksplorasi penciptaan dan penemuan diri.
Sebagai seorang pembaharu pada zamannya, salah satu aspek sensibilitas modernistik Lotring adalah menggabungkan dan menafsirkan kembali elemen-elemen dari genre lama. Beberapa contoh penggunaan aransemen dan melodi tertentu dalam menciptakan karya baru adalah gambangan (pelugon). Secara melodis, karya ini didasarkan pada dua frasa dari pelugon asli, dimainkan dalam gaya sinkop tradisional saron (gangsa) gambang. Motif yang paling mencolok adalah susunan frasa 5 + 3. Bentuk kotekan yang sama sekali baru, yang diilhami oleh metode figurasi yang digunakan dalam ansambel gambang, menjiwai keseluruhan komposisi. Ciri khas komposisi ini adalah frekuensi nada jegogan, yang muncul dengan setiap nada pokok.
Pembina Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana, I Nyoman Wija Widastra,60, mengukui pihaknya kini sedang giat menggali kesenian-kesenian lawas. Penggalian ini baik di Desa Adat Munggu maupun di Kabupaten Badung secara umum. Pendiri Sekaa Arja Akah Canging ini berharap hasil rekonstruksi karya Lontring ini bisa dipakai acuan oleh sekaa lain dalam pementasan palegongan. *cr78
1
Komentar