Tampilkan Tari Rejang Deha, Diikuti 97 Orang Penari
Puncak Usaba Sumbu di Pura Bale Agung dan Pura Puseh Desa Adat Bungaya, Bebandem
Penari berasal dari krama deha (wanita muda belum menikah), mereka menari sambil berkeliling sebanyak 9 kali putaran ke arah kiri diiringi tabuh gambang.
AMLAPURA, NusaBali
Puncak Usaba Sumbu di Pura Bale Agung dan Pura Puseh Desa Adat Bungaya, Kecamatan Bebandem, Karangasem pada Saniscara Paing Langkir, Sabtu (25/6) ditandai dengan pementasan 97 penari Rejang Deha pada pukul 16.00-17.00 Wita. Rejang Deha sendiri adalah rejang sakral yang hanya ditarikan para Deha Bungaya. Penari yang tampil dari seluruh krama deha (wanita muda belum menikah). Mereka menari sambil berkeliling sebanyak 9 kali putaran ke arah kiri diiringi tabuh gambang.
Seluruh penari Rejang Deha ini mengenakan gelung rejang secara khusus, selendang atau sampet kuning dilingkarkan di leher dengan saput karah merah dan mengenakan kain dengan rambut dipusung. Tabeng Wijang Desa Adat Bungaya, De Kubayan Wayan menerangkan tari rejang itu sesuai mitologi Hindu sebagai sarana mendak Ida Bhatara turun dari sorga untuk menganugerahkan kemakmuran.
Turunnya Ida Bhatara disambut penampilan Tari Rejang Deha. Itulah sebabnya tarian dibawakan dengan gerakan yang lembut, gemulai, penuh penghayatan karena dipersembahkan untuk para Dewa. "Menampilkan tari rejang juga untuk menambah khusyuknya jalannya ritual," jelas De Kubayan Wayan, yang dikenal memiliki 9 jenis kekuasaan di Desa Adat Bungaya ini. Tari rejang itu katanya hanya dipentaskan di puncak Usaba Sumbu di Pura Bale Agung dan Pura Puseh.
Selanjutnya puluhan deha itu kembali ngayah pada Redite Pon Medangsia, Minggu (26/6) menari pendet dengan busana berbeda. Disebutkan Usaba Sumbu dilaksanakan setiap setahun sekali diawali di Pura Pasuwikan pada Soma Paing Langkir, Senin (20/6) dengan menaikkan 6 sumbu, berlanjut di Pura Ulunsuwi pada Sukra Umanis Langkir, Jumat (24/6) menaikkan 2 sumbu. Terakhir di Pura Bale Agung dan Pura Puseh pada Saniscara Paing Langkir, Sabtu kemarin dan Redite Pon Medangsia, Minggu (26/6) masing-masing dengan menaikkan 3 sumbu.
Usaba Sumbu yang digelar setiap setahun sekali pada Sasih Sada ini diawali 6 hari setelah Purnama. Sumbu yang dihaturkan krama bagi yang memiliki deha, terutama yang telah dapat giliran sesuai daftar deha yang tercatat di Pura Bale Agung atau diberi nama, ririgan pipil. De Kubayan Wayan mengatakan seluruh deha yang ada di Desa Adat Bungaya tercatat, dan semua namanya didaftar dan masing-masing berisi nomor urut. Maka setiap hendak menggelar Usaba Sumbu, nama-nama deha itu dibuka dan telah tertuang daftar nama yang dapat giliran membuat sumbu, total sebanyak 12 sumbu.
"Jika deha itu menikah, maka nama deha itu dicoret, tidak lagi masuk daftar deha," tambahnya. Banten Sumbu yang dibuat krama dengan tinggi sekitar 10 meter dengan tiang bambu 4,3 meter ditambah hiasan pala gantung dan pala bungkah, berupa jajan, aneka buah dan umbi umbian serta hiasan dengan menggunakan daun lontar dan janur dan pelengkapan lainnya. Banten Sumbu ini diletakkan di depan candi gelung Pura Puseh dan di areal Pura Bale Agung.
Ida Pedanda Gede Darma Putra Manuaba dari Geria Panggen, Banjar Triwangsa, Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem, usai muput upacara Usaba Sumbu mengatakan tari rejang itu identik dengan ilen-ilen yang dipersembahkan untuk Ida Bhatara. Ngusaba Sumbu sendiri adalah sebagai ucapan perima kasih kepada Tuhan atas segala berkah kesuburan yang dianugrahkan. Makanya Sumbu yang merupakan sarana utama menggunakan buah buahan dan umbi umbian. Sementara sasih Sada atau Kesada sebagai akhir masa untuk menginjak tahun baru berikutnya. *k16
Puncak Usaba Sumbu di Pura Bale Agung dan Pura Puseh Desa Adat Bungaya, Kecamatan Bebandem, Karangasem pada Saniscara Paing Langkir, Sabtu (25/6) ditandai dengan pementasan 97 penari Rejang Deha pada pukul 16.00-17.00 Wita. Rejang Deha sendiri adalah rejang sakral yang hanya ditarikan para Deha Bungaya. Penari yang tampil dari seluruh krama deha (wanita muda belum menikah). Mereka menari sambil berkeliling sebanyak 9 kali putaran ke arah kiri diiringi tabuh gambang.
Seluruh penari Rejang Deha ini mengenakan gelung rejang secara khusus, selendang atau sampet kuning dilingkarkan di leher dengan saput karah merah dan mengenakan kain dengan rambut dipusung. Tabeng Wijang Desa Adat Bungaya, De Kubayan Wayan menerangkan tari rejang itu sesuai mitologi Hindu sebagai sarana mendak Ida Bhatara turun dari sorga untuk menganugerahkan kemakmuran.
Turunnya Ida Bhatara disambut penampilan Tari Rejang Deha. Itulah sebabnya tarian dibawakan dengan gerakan yang lembut, gemulai, penuh penghayatan karena dipersembahkan untuk para Dewa. "Menampilkan tari rejang juga untuk menambah khusyuknya jalannya ritual," jelas De Kubayan Wayan, yang dikenal memiliki 9 jenis kekuasaan di Desa Adat Bungaya ini. Tari rejang itu katanya hanya dipentaskan di puncak Usaba Sumbu di Pura Bale Agung dan Pura Puseh.
Selanjutnya puluhan deha itu kembali ngayah pada Redite Pon Medangsia, Minggu (26/6) menari pendet dengan busana berbeda. Disebutkan Usaba Sumbu dilaksanakan setiap setahun sekali diawali di Pura Pasuwikan pada Soma Paing Langkir, Senin (20/6) dengan menaikkan 6 sumbu, berlanjut di Pura Ulunsuwi pada Sukra Umanis Langkir, Jumat (24/6) menaikkan 2 sumbu. Terakhir di Pura Bale Agung dan Pura Puseh pada Saniscara Paing Langkir, Sabtu kemarin dan Redite Pon Medangsia, Minggu (26/6) masing-masing dengan menaikkan 3 sumbu.
Usaba Sumbu yang digelar setiap setahun sekali pada Sasih Sada ini diawali 6 hari setelah Purnama. Sumbu yang dihaturkan krama bagi yang memiliki deha, terutama yang telah dapat giliran sesuai daftar deha yang tercatat di Pura Bale Agung atau diberi nama, ririgan pipil. De Kubayan Wayan mengatakan seluruh deha yang ada di Desa Adat Bungaya tercatat, dan semua namanya didaftar dan masing-masing berisi nomor urut. Maka setiap hendak menggelar Usaba Sumbu, nama-nama deha itu dibuka dan telah tertuang daftar nama yang dapat giliran membuat sumbu, total sebanyak 12 sumbu.
"Jika deha itu menikah, maka nama deha itu dicoret, tidak lagi masuk daftar deha," tambahnya. Banten Sumbu yang dibuat krama dengan tinggi sekitar 10 meter dengan tiang bambu 4,3 meter ditambah hiasan pala gantung dan pala bungkah, berupa jajan, aneka buah dan umbi umbian serta hiasan dengan menggunakan daun lontar dan janur dan pelengkapan lainnya. Banten Sumbu ini diletakkan di depan candi gelung Pura Puseh dan di areal Pura Bale Agung.
Ida Pedanda Gede Darma Putra Manuaba dari Geria Panggen, Banjar Triwangsa, Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem, usai muput upacara Usaba Sumbu mengatakan tari rejang itu identik dengan ilen-ilen yang dipersembahkan untuk Ida Bhatara. Ngusaba Sumbu sendiri adalah sebagai ucapan perima kasih kepada Tuhan atas segala berkah kesuburan yang dianugrahkan. Makanya Sumbu yang merupakan sarana utama menggunakan buah buahan dan umbi umbian. Sementara sasih Sada atau Kesada sebagai akhir masa untuk menginjak tahun baru berikutnya. *k16
Komentar