Keluarkan Aroma Tak Sedap, TPST Samtaku Dikeluhkan
Pengelola mengatakan aroma tak sedap berasal dari kendaraan pengangkut sampah yang sempat tertahan lantaran sejumlah akses jalan menuju lokasi ditutup.
MANGUPURA, NusaBali
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku yang terletak di Jalan Goa Gong, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung dikeluhkan masyarakat sekitar lantaran mengeluarkan aroma tidak sedap. Usut punya usut, aroma menyengat itu dipicu adanya penutupan sejumlah ruas jalan saat event lari marathon, Minggu (26/6). Walhasil, sejumlah kendaraan pengangkut sampah tertahan.
Manager Umum TPST Samtaku Jimbaran, I Kadek Adi, mengakui terkait adanya bau menyengat dan menimbulkan keluhan. Kejadian itu, kata dia, terjadi pada Minggu siang. Kendaraan pengangkut sampah milik Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) Badung, desa penyangga serta sejumlah kendaraan jasa sampah tertahan lantaran ditutupnya sejumlah akses jalan menuju lokasi. “Kalau bau menyengat itu diperkirakan saat proses pengangkutan menuju TPST. Soalnya truk pengangkut itu masuk ke area itu saat masyarakat sudah ramai aktivitas,” katanya, Senin (27/6).
Kadek Adi lebih lanjut mengatakan, kendaraan pengangkut sampah itu sempat tertahan karena penutupan sejumlah ruas jalan lantaran adanya event lari marathon. Sejatinya, kata dia, mobil pengangkut sampah sudah masuk ke area TPST Samtaku pada pukul 06.00 Wita hingga pukul 09.00 Wita. Namun, saat itu justru baru bisa masuk mulai pukul 11.00 Wita. Hal inilah yang memicu bau menyengat saat warga di sekitar lokasi sudah ramai dan beraktivitas.
“Kami di TPST Samtaku mulai buka pada pukul 08.00 Wita. Nah, semua kendaraan pengangkut biasanya sudah masuk dan membawa sampah. Namun, saat event kemarin (Minggu) sedikit terkendala karena akses ditutup,” sebut Kadek Adi.
Disinggung total kendaraan pengangkut sampah yang mengalami keterlambatan, Kadek Adi menyebut ada belasan kendaraan. Dari pihak Dinas LHK terdapat 8 kendaraan, kemudian milik desa penyangga serta jasa sampah sebanyak 5 kendaraan, sehingga totalnya ada 12 kendaraan. Kadek Adi menegaskan kondisi bau yang dirasakan masyarakat sekitar sudah tidak ada lagi saat ini, karena proses pengangkutan sudah kembali normal. “Kalau bau itu sehari saja, itu pun karena adanya penutupan akses jalan. Nah, saat ini sudah normal,” katanya.
Di sisi lain, Kadek Adi menyebut kapasitas produksi TPST Samtaku bisa mencapai 100 ton per hari. Namun, saat ini baru mencapai 60 ton saja per hari. Hal ini disebabkan baru mulai diresmikan sejak September tahun 2021 lalu dan masih ada sejumlah pembenahan. “Kalau sekarang masih 60 ton per hari. Bisa dikatakan masih 60-70 persen dari kapasitas,” kata Kadek Adi.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Pengelolaan Kebersihan dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dinas LHK Kabupaten Badung AA Gede Agung Dalem, mengaku pengelolaan sampah di TPST Samtaku memang belum optimal. Diakuinya, kapasitas produksi di TPST tersebut berada di kisaran 60-70 persen, sehingga masih ada 30-40 persen yang belum dioptimalkan. “Harusnya sudah 100 persen. Namun, sampai saat ini masih berada pada angka 60-70 persen,” kata Gung Dalem.
Meski belum optimal, Gung Dalem menegaskan kalau pengolahan TPST Samtaku tetap harus terjaga dan tidak boleh menimbulkan bau yang menganggu aktivitas masyarakat sekitar. “Kalau soal bau, tentu harus dicek dulu ke sana. Namun, yang jelas kami tidak ingin pengolahan di sana sampai menimbulkan bau,” tegasnya. *dar
Manager Umum TPST Samtaku Jimbaran, I Kadek Adi, mengakui terkait adanya bau menyengat dan menimbulkan keluhan. Kejadian itu, kata dia, terjadi pada Minggu siang. Kendaraan pengangkut sampah milik Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) Badung, desa penyangga serta sejumlah kendaraan jasa sampah tertahan lantaran ditutupnya sejumlah akses jalan menuju lokasi. “Kalau bau menyengat itu diperkirakan saat proses pengangkutan menuju TPST. Soalnya truk pengangkut itu masuk ke area itu saat masyarakat sudah ramai aktivitas,” katanya, Senin (27/6).
Kadek Adi lebih lanjut mengatakan, kendaraan pengangkut sampah itu sempat tertahan karena penutupan sejumlah ruas jalan lantaran adanya event lari marathon. Sejatinya, kata dia, mobil pengangkut sampah sudah masuk ke area TPST Samtaku pada pukul 06.00 Wita hingga pukul 09.00 Wita. Namun, saat itu justru baru bisa masuk mulai pukul 11.00 Wita. Hal inilah yang memicu bau menyengat saat warga di sekitar lokasi sudah ramai dan beraktivitas.
“Kami di TPST Samtaku mulai buka pada pukul 08.00 Wita. Nah, semua kendaraan pengangkut biasanya sudah masuk dan membawa sampah. Namun, saat event kemarin (Minggu) sedikit terkendala karena akses ditutup,” sebut Kadek Adi.
Disinggung total kendaraan pengangkut sampah yang mengalami keterlambatan, Kadek Adi menyebut ada belasan kendaraan. Dari pihak Dinas LHK terdapat 8 kendaraan, kemudian milik desa penyangga serta jasa sampah sebanyak 5 kendaraan, sehingga totalnya ada 12 kendaraan. Kadek Adi menegaskan kondisi bau yang dirasakan masyarakat sekitar sudah tidak ada lagi saat ini, karena proses pengangkutan sudah kembali normal. “Kalau bau itu sehari saja, itu pun karena adanya penutupan akses jalan. Nah, saat ini sudah normal,” katanya.
Di sisi lain, Kadek Adi menyebut kapasitas produksi TPST Samtaku bisa mencapai 100 ton per hari. Namun, saat ini baru mencapai 60 ton saja per hari. Hal ini disebabkan baru mulai diresmikan sejak September tahun 2021 lalu dan masih ada sejumlah pembenahan. “Kalau sekarang masih 60 ton per hari. Bisa dikatakan masih 60-70 persen dari kapasitas,” kata Kadek Adi.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Pengelolaan Kebersihan dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dinas LHK Kabupaten Badung AA Gede Agung Dalem, mengaku pengelolaan sampah di TPST Samtaku memang belum optimal. Diakuinya, kapasitas produksi di TPST tersebut berada di kisaran 60-70 persen, sehingga masih ada 30-40 persen yang belum dioptimalkan. “Harusnya sudah 100 persen. Namun, sampai saat ini masih berada pada angka 60-70 persen,” kata Gung Dalem.
Meski belum optimal, Gung Dalem menegaskan kalau pengolahan TPST Samtaku tetap harus terjaga dan tidak boleh menimbulkan bau yang menganggu aktivitas masyarakat sekitar. “Kalau soal bau, tentu harus dicek dulu ke sana. Namun, yang jelas kami tidak ingin pengolahan di sana sampai menimbulkan bau,” tegasnya. *dar
1
Komentar