Jaksa KPK Cecar Anggota DPRD Tabanan Soal 'Peluru' DID
DENPASAR, NusaBali
Sidang dugaan suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan Tahun 2018 dengan terdakwa I Dewa Nyoman Wiratmaja yang merupakan Staf Khusus Bidang Ekonomi mantan Bupati Tabanan dua periode (2010-2015 dan 2016-2021), Ni Putu Eka Wiryastuti dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (30/6).
Dalam sidang kali ini terungkap kode ‘peluru’ dalam percakapan telepon terdakwa Dewa Wiratmaja dengan anggota DPRD Tabanan, I Putu Eka Nurcahyadi. Saksi Eka Nurcahyadi yang merupakan mantan Ketua Komisi I DPRD Tabanan ini dihadirkan sebagai saksi karena mengetahui pengurusan DID ke Pusat yang dilakukan oleh Dewa Wiratmaja. Awalnya jaksa KPK yang dikomando Luki Dwi Nugroho menanyakan terkait hubungan antara Eka Nurcahyadi dan terdakwa Dewa Wiratmaja.
FOTO: I Dewa Nyoman Wiratmaja staf khusus bidang ekonomi dan pembangunan mantan Bupati Tabanan dalam persidangan Tipikor Denpasar .-YUDA
Politisi asal Marga, Tabanan ini mengatakan mengenal terdakwa sebagai stafsus melalui kegiatan-kegiatan pemerintah daerah. Setelah beberapa pertanyaan, jaksa mulai mencecar mantan Ketua Banggar DPRD Tabanan ini terkait pengurusan DID Tabanan. Terutama saat Eka Nurcahyadi menelepon Dewa Wiratmaja pada Agustus 2017.
Jaksa lalu membacakan transkrip percakapan keduanya yang salah satunya menyinggung soal kode ‘peluru’. Jaksa KPK juga sempat memutar percakapan telepon antara keduanya. “Apa harus melobi untuk dapat DID?,” tanya Eka Nurcahyadi dalam petikan percakapan. “Iya dan harus pake peluru,” jawab Dewa Wiratmaja.
Jaksa terus mencecar terkait kode peluru dalam percakapan tersebut. Namun politisi PDIP ini terus mengelak. “Saya tidak mendalami lagi apa maksud peluru itu,” jawab Eka Nurcahyadi. Bahkan dia juga mengaku tak mengetahui saat DID Tabanan naik dari Rp 7 miliar menjadi 51 miliar.
Dalam sidang tersebut juga mengungkap bagaimana Dewa Wiratmaja memiliki peran besar tak hanya di Pemkab Tabanan tapi juga di DPRD Tabanan. Bahkan saat pembahasan APBD Tabanan di dewan, Dewa Wiratmaja juga hadir. Tak hanya hadir, Eka Nurcahyadi mengungkap bagaimana Dewa Wiratmaja yang juga dosen di FEB Unud ini juga sering memberikan saran dalam pembahasan APBD. “Yang kami tahu terdakwa punya akses langsung ke bupati,” terang Eka. Selain Eka Nurcahyadi, jaksa KPK juga menghadirkan saksi Kepala Bappeda Litbang Tabanan Ida Bagus Wiratmaja dan Sekretaris Bappeda Litbang Tabanan Made Dedy Darma Saputra.
Saksi Ida Bagus Wiratmaja yang ditanya hubungannya dengan terdakwa Dewa Wiratmaja mengaku dikenalkan oleh Bupati Tabanan Eka Wiryastuti. Sebelum menjabat stafsus keuangan dan ekonomi bupati, terdakwa disebut menjabat Dewan Pengawas RSUD Tabanan. “Dalam penyusunan anggaran dan keuangan daerah, bupati juga meminta kami koordinasi dengan terdakwa,” ungkapnya.
Terkait pengurusan DID Tabanan 2017, Ida Bagus Wiratmaja mengatakan pernah diminta membuat proposal permohonan DID tahun anggaran 2018 oleh terdakwa. Dalam percakapan tersebut, terdakwa Dewa Wiratmaja mengaku sudah bertemu dengan beberapa pejabat Kementerian Keuangan.
Terdakwa lalu menyebutkan nama Yaya Purnomo yang akan membantu mengawal DID untuk Tabanan. Terdakwa minta agar saksi membuat proposal bantuan DID sebesar Rp 65 miliar. “Padahal untuk DID itu sifatnya Pemda pasif, tidak perlu proposal atau usulan,” jelas saksi.
Jaksa KPK lalu memutar percakapan antara terdakwa dan saksi Ida Bagus Wiratmaja yang membahas pengurusan DID ini. Dalam percakapan tersebut, terdakwa Dewa Wiratmaja mengatakan dibutuhkan biaya khusus untuk mengawal usulan DID. Menanggapi rekaman tersebut, Wiratmaja mengaku tidak tahu persis apa yang dimaksud dana khusus untuk mengawal DID. “Katanya Pak Dewa sudah bertemu kata Pak Yaya lewat jalur Pak Baharulah Akbar (Wakil Ketua BPK RI). Tabanan akan dapat DID lebih besar dari tahun sebelumnya,” ungkap saksi.
Ucapan terdakwa terbukti. Bahkan, sebelum pengumuman resmi DID, terdakwa Dewa Wiratmaja sudah memastikan Tabanan mendapat alokasi DID sebesar Rp 51 miliar untuk tahun anggaran 2018. Jumlah tersebut naik jauh dibandingkan tahun sebelumnya hanya mendapat Rp 7,5 miliar.
Sementara itu, dalam sidang dengan terdakwa mantan Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti mengagendakan jawaban eksepsi dari Jaksa KPK. Dalam tanggapannya jaksa KPK meminta kepada majelis hakim untuk menolak eksepsi kuasa hukum Eka Wiryastuti dan menerima seluruh dakwaan JPU. "Meminta majelis hakim menolak eksepsi seluruhnya, menerima dakwaan JPU dan melanjutkan sidang memeriksa terdakwa Eka Wiryastuti," ucap Jaksa Penuntut Umum.
Dalam tanggapannya JPU dakwaan telah memenuhi syarat formil dan materiil. JPU tidak sependapat dengan kuasa hukum yang menyatakan dakwaan tidak jelas dan kabur. Selain itu, JPU beranggapan eksepsi terdakwa mengada-ada karena telah masuk ke pokok perkara. "Kami tidak sependapat soal dakwaan tidak jelas atau kabur. Penuntut Umum sudah merumuskan dakwaan secara lengkap dan cermat. Memperhatikan fakta formil dan yuridis sesuai penyidikan," terang JPU.
Menanggapi jawaban eksepsi dari jaksa KPK, I Gede Wija Kusuma selalu kuasa hukum Eka Wiryastuti mengatakan tanggapan JPU terkesan berbelit-belit. Tidak menjelaskan peran kliennya dalam perkara yang didakwakan. "Dalam dakwaan tidak dijelaskan perannya (Eka), klien kami tidak kenal dengan Yaya Purnomo. Karena itu kami tetap pada eksepsi kami," ucap Gede Wija. *rez
1
Komentar