Hoax Berseliweran, Praktisi Media Ajak Masyarakat Bali Bijak Memilah Berita
DENPASAR, NusaBali
Maraknya berita bohong (hoax) di media sosial menjadi keprihatinan banyak pihak.
Praktisi media mengajak masyarakat Bali agar lebih bijaksana dalam memilah berita atau informasi agar tidak mudah terjebak dengan hoax, di tengah peran media yang kini sudah menjauh dari ‘banyu bening’.
Hal tersebut disampaikan praktisi media I Gde Suyadnyana, ketika menjadi salah satu narasumber pada sarasehan bertajuk ‘Desain dan Media, Penanda Banyu Bening’ serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV, Senin (4/7). Sarasehan yang dilakukan secara daring dari Kantor Dinas Kebudayaan Bali juga menghadirkan narasumber Dr Pindi Setiawan (seorang ahli gambar cadas dan juga dosen Institut Teknologi Bandung).
“Jika ditelusuri, media massa pada awal kelahirannya memang seperti banyu bening atau air yang jernih,” kata Suyadnyana.
Suyadnyana yang telah 36 tahun bergelut di dunia jurnalistik mengatakan media sebagai penanda banyu bening, pada awalnya berita-berita yang disampaikannya murni tumbuh dari hati nurani dan idealisme sang wartawan (jurnalis) demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
“Begitu pun desain-desain yang ditampilkan media, khususnya media cetak dan elektronik terdahulu, masih sangat sederhana namun penuh makna,” ujar pria yang juga pemimpin redaksi salah satu media cetak di Bali.
Tetapi, lanjut dia, dalam perkembangan berikutnya, media justru menjadi lahan bisnis yang besar dan bahkan bisa menjadi lahan politik.
Media massa yang awalnya berupa media cetak dan elektronik, dengan kemajuan teknologi informasi, menjadi tergerus dengan kehadiran media online dan media sosial.
“Celakanya, sebagian warga kita lebih memilih membaca berita-berita media online yang tak teruji kebenarannya alias hoax atau berita bohong,” katanya.
Malah ada sebagian warga yang lebih tertarik menikmati berita atau video-video hoax (settingan) dibandingkan berita sungguhan, karena menganggap berita bohong itu adalah hiburan semata atau sebagai bahan lucu-lucuan, sehingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Bahkan sebagian dipakai untuk propaganda, menyebar fitnah atau mendiskreditkan orang-orang tertentu,” ucap Suyadnyana.
Tak heran jika belakangan ini banyak muncul kasus-kasus pelanggaran UU ITE hingga berujung pengadilan dan pemenjaraan.
Suyadnyana menambahkan, meskipun media online begitu berkembang pesat, namun bagi sebagian orang khususnya kaum intelektual dan orang-orang tua, masih tetap percaya dengan media cetak karena menganggap media cetak masih kredibel dan patut dipercaya.
Tak hanya media cetak, media online pun sudah banyak yang punya izin dan diverifikasi Dewan Pers sehingga layak dipercaya masyarakat. Berita-berita, foto maupun video/film yang mereka sajikan memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik.
“Menghindari kegaduhan atau kerusuhan di masyarakat, saatnya masyarakat Indonesia, khususnya Bali, lebih cerdas memilih media yang kredibel. Lebih baik kita membaca berita-berita yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain,” katanya.
Sebaliknya, berita-berita hoax dan settingan justru akan menimbulkan suasana tidak nyaman, sehingga mempengaruhi kehidupan masyarakat luas.
Sedangkan bagi media massa, kepercayaan atau citra yang baik sangat menentukan keberlangsungan media itu sendiri. Jika dipercaya masyarakat luas (tanpa ada berita hoax) dan citranya sangat baik, maka media itu bakal tetap eksis mengikuti perkembangan zaman.
“Sebaliknya media yang menyajikan berita-berita bohong dan merugikan masyarakat, pasti akan ditinggalkan pembaca, pendengar, atau pemirsanya,” kata pria asal Tabanan, itu. *cr78
Komentar