H+2 Pengumuman PPDB, BMPS Bali Temui Ombudsman, Ada Apa?
Ombudsman akan Berikan Tindakan Korektif terhadap Disdikpora Bali
DENPASAR, NusaBali.com – Dua hari setelah pengumuman Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tingkat SMA pada Senin (4/7/2022) lalu, Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi Bali melakukan pertemuan dengan Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Bali, Rabu (6/7/2022).
Kepala Ombudman Bali, Ni Nyoman Sri Widhiyanti, menyambut kedatangan jajaran BMPS Bali yang dipimpin oleh Ngurah Ambara Putra selaku Ketua BMPS Bali. “Kami berharap apa yang terjadi pada PPDB 2021 atau problematika tahun-tahun sebelumnya terjadi lagi di saat PPDB 2022,” kata Ambara.
Pasca pengumuman PPDB yang bisa diakses secara online, Ambara mengingatkan agar pengumuman yang sudah dilakukan dua hari lalu sudah final dan tidak ada pintu dibukanya siswa-siswa baru.
Kekhawatiran ini diungkapkan BMPS Bali lantaran pada PPDB tahun ajaran sebelumnya, ditengarai masih terjadi siswa-siswa diselipkan masuk. “Harapannya apa yang sudah diumumkan, sudah final,” ujarnya.
Terkait daya tampung SMA, BMPS Bali memandang sebenarnya tidak ada kekurangan bangku. “Dari 66.000 tamatan SMP di Bali, tersedia kapasitas 85.000 bangku untuk melanjutkan SMA. Jadi sebenarnya sudah terpenuhi,” jelas Ambara.
Jika negara memandang perlunya kualitas pendidikan, lanjut Ambara, hendaknya jumlah kelas dan rombel (rombel) yang sudah ditetapkan bagi SMA Negeri tidak ditambah-tambah lagi.
“Pemerintah lalai dalam mengelola pendidikan lanjut, karena jumlah bangku melebihi lulusan. Di lain pihak pemerintah membangun sekolah. Hal ini adalah mal administrasi, salah kebijakan. Kenapa tidak memanfaatkan yang ada?” tanya Ambara.
Sementara itu Pengawas BMPS Bali Chandra Jaya berharap ombudsman bisa mengoreksi kebijakan-kebijakan di dunia pendidikan tersebut. “Ombudsman punya kewenangan untuk itu. Ada kebijakan yang kurang tepat,” kata Chandra. “Jangan pemerintah menciptakan persaingan sekolah dengan sekolah yang dikelola masyarakat (swasta, Red),” lanjutnya.
BMPS menyebutkan dari pengalaman tahun sebelumnya, justru setelah MOS (Masa Orientasi Sekolah) masih ada siswa baru yang masuk di sekolah pemerintah.
“Ombudsman punya kewenangan investigasi. Berapa yang diterima sesuai pengumuman secara online. Jika faktualnya terjadi kelebihan (siswa), berarti ada salah kebijakan,” sorot Chandra.
Soal kebijakan jalur zonasi dan jalur siswa miskin juga menjadi sorotan Chandra. Ia pun meminta agar kuota zonasi sebesar 50 persen, dicek. Sedangkan jalur siswa miskin juga mesti diperjelas berapa sebenarnya yang diterima, termasuk pemenuhan unsur kriteria miskinnya.
”Berapa yang diterima? Ombudsman punya kewenangan melakukan investigasi, dan mudah-mudahan ditindaklanjuti, yang tidak tertera sesuai pengumuman online agar dikeluarkan,” tukas Chandra.
Terkait cap sekolah swasta disebut mahal, Chandra pun menyebut perlunya bantuan pemerintah agar biaya pendidikan di sekolah swasta lebih terjangkau khalayak luas. “Ya dikasih bantuan dong, (sekolah) yang dikelola masyarakat,” tegas Chandra.
Ia pun membandingkan dengan BUMN yang proyek-proyeknya dikurangi untuk diserahkan kepada pengusaha swasta. “Kenapa pendidikan tidak begitu? Membuat regulasi dikelola masyarakat,” tanya Chandra.
Sementara itu Ketua Perkumpulan Pendidikan Nasional (Perdiknas) Denpasar, Anak Agung Ngurah Eddy Supriyadinata Gorda, yang juga hadir dalam pertemuan di Ombudsman, menyebut sejatinya problematika ini terus berulang.
“Lagu lama seperti Yuni Shara, nyanyi gantian tapi lagu yang sama. Harusnya kita menerapkan filosofi orang Bali ‘Vasudhaiva Khutumbakam’ semua orang bersaudara,” imbaunya.
Diakui jika kebijakan pendidikan sudah bagus, seperti tidak boleh putus sekolah. Namun dalam implementasinya, lanjut Agung Eddy, muncul SMP Negeri, SMA Negeri, dan SMK Negeri baru. “Kalau disbeut kurang gedung, harus dihitung dulu margin. Swasta tidak bisa mencampuri kewenangan kebijakan,” kata Agung Eddy.
Di sisi lain pendaftaran siswa pada sekolah swasta mengalami peningkatan hingga 50 persen. Namun dari jumlah pendaftar, tidak semuanya kembali (daftar ulang). Hal ini diduga akibat orangtua menunggu mukjizat bisa memasukkan anak-anaknya ke sekolah negeri.
"Sebenarnya konsep sederhana. Kita sepakat dulu seperti aturan sepakbola. Penalti bagaimana, offside bagaimana,” sorot Agung Eddy.
Sementara itu Ombudsman menyatakan bahwa lembaga ini tiap tahun selalu memfasilitasi pengaduan masyarakat. Walaupun dalam dua tahun terakhir, saat pandemi Covid-19, keaktifan berkurang terkait pembatasan kegiatan masyarakat, namun tetap melakukan monitoring melalui media massa dan berbagai platform online.
“Posko pengaduan tetap ada, kami harap partisipasi masyarakat jika punya masalah melaporkan. Namun kami juga mendorong masing-madsing sekolah dan dinas membuka unit pengaduan di sekolah dan dinas. Jika masyarakat punya masalah laporkan ke unit sekolah dan dinas. Setelah melapor di unit sekolah atau dinas, baru bisa ke ombudsman,” terang Kepala Ombudman Bali, Ni Nyoman Sri Widhiyanti,
Sri Widhiyanti juga mengungkapkan jika problematika seolah seperti ini setiap tahun terjadi. Dan tahun ini ada 27 sekolah yang berhenti operasional karena tidak mendapatkan siswa.
Ombudsman pun diyakinkan oleh Sri Widhiyanti tidak berpangku tangan menyikapi pelaksanaan PPDB, bahkan dalam minggu ini akan mengirimkan tindakan korektif kepada Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali.
Menariknya, toindakan korektif ini bukan terkait PPDB tahun 2022, melainkan tahun 2021. Mengenai jangka waktu setahun sejak masalah mencuat, Sri Widhiyanti , menyatakan bahwa Ombudsman mendapatkan temuan beradasarkan inisiatif, bukan laporan masyarakat secara resmi.
“Memang perlu waktu lama, karena kita perlu penggodokan data, dan mendapatkan data tidak mudah. Selain itu harus dilakukan koordinasi, dan karena sudah koordinasi dengan Kemendikbud, maka baru bisa dilakukan tindakan korektif,” urai Sri Widhiyanti yang memimpin Ombudsman RI Perwakilan Bali per 1 Juli 2022 menggantikan Umar Ibnu Alkhatab ini.
Koordinasi, ujar Sri Widhiyanti , ini juga lebih dulu dilakukan dengan Ombudsman Republik Indonesia di Jakarta. Sayangnya Sri Widhiyanti enggan mengungkap tindakan korektif apa yang akan dilayangkan ke Disdikpora Bali. “Tindakan korektif tidak bisa kami sampaikan atau publikasikan, karena harus diberikan ke pihak terlapor dulu,” kata Sri Widhiyanti .
1
Komentar