Deposan Serahkan Sertifikat ke Kejari Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng, terus mendalami kasus dugaan korupsi pengelolaan aset dan keuangan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Anturan, Kecamatan/Kabupaten Buleleng.
Terbaru, penyidik kembali menyita lima lembar Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah atas nama Ketua LPD Nyoman Arta Wirawan selaku tersangka dalam kasus ini.
Humas Kejari Buleleng Anak Agung Ngurah Jayalantara mengatakan, lima lembar sertifikat ini diserahkan langsung oleh seorang deposan LPD Anturan, pada Senin (11/7) kepada penyidik di Kantor Kejari Buleleng, Kota Singaraja. Seluruh sertifikat hak milik dengan luas masing-masing 200 meter persegi yang berlokasi di Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng.
Menurut Jayalantara, tersangka Nyoman Arta Wirawan diduga menggunakan sertifikat tanah aset LPD Anturan tersebut sebagai kompensasi deposito yang dimiliki nasabah LPD Anturan. Deposan tersebut mempunyai simpanan sekitar Rp 800 juta. Mengingat nasabah tidak bisa menarik tabungannya, tersangka memberikan sertifikat tersebut sebagai kompensasi pada Maret 2021 lalu
Namun, proses penyerahan sertifikat tersebut tanpa sepengetahuan pengurus LPD Aturan. Sehingga proses itu mengakibatkan laporan keuangan menjadi tidak tertib. "Untuk kompensasi, seluruh sertifikat tersebut dihargai Rp 600 juta. Jadi ini kesepakatan antara tersangka dengan deposan saja. Harusnya ini sepengetahuan pengurus LPD, bukan sepihak," kata Jayalantara.
Jayalantara mengungkapkan, pihaknya tengah melakukan penelusuran keberadaan sejumlah sertifikat atas nama tersangka Nyoman Arta Wirawan masih terus dilakukan. Dari hasil penyelidikan, ada sekitar sekitar 80 sertifikat aset LPD Anturan dengan atas nama tersangka. Dari puluhan sertifikat tersebut beberapa ada sudah dijadikan jaminan baik LPD, bank maupun koperasi.
"Kami berharap yang merasa memiliki sertifikat atas nama tersangka mohon diserahkan ke penyidik. Kalau terbukti menghalang-halangi atau sengaja menyembunyikan, tidak menutup kemungkinan bisa dikenakan pidana," tegas Jayalantara
Jayalantara menambahkan, sebanyak 80 sertifikat tanah itu pun telah dilakukan pemblokiran di Badan Pertanahan Nasional (BPB) Buleleng sejak 2021 lalu. Otomatis, sertifikat itu sudah tidak dapat dibalik nama selama proses penanganan kasus masih berlangsung. Proses pemblokiran sertifikat serta penyitaan sebagai upaya mempercepat proses hukum kasus LPD Anturan.
Dari 80 sertifikat aset tanah LPD Anturan, hingga saat ini, penyidik Pidsus Kejari Buleleng telah mengamankan 18 sertifikat. Rinciannya, sebanyak 5 sertifikat yang diserahkan langsung oleh nasabah, 1 sertifikat disita di LPD Pejarakan, dan 12 sertifikat lainnya disita saat penggeledahan Kantor LPD Anturan, beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, menurut Jayalantara, pihak LPD atau Desa Adat bisa saja jika membentuk pengurus LPD yang baru atau kembali menjalankan LPD. Pengurus diminta datang jika memerlukan dokumen untuk membentuk pengurus LPD yang baru untuk kembali menjalankan LPD. Dengan kembali menjalankan LPD, bisa perlahan mengembalikan hak para nasabah. *mz
Komentar