Sungai Beririt Diduga Terkontaminasi Limbah
Berwarna Kecoklatan dan Mengeluarkan Bau Tak Sedap
Meski sudah turun mengecek Sungai Beririt, namun petugas belum bisa menyimpulkan, apakah berasal dari limbah sejumlah akomodasi di kawasan tersebut atau karena faktor lain.
MANGUPURA, NusaBali
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Badung bersama petugas Ketentraman dan Ketertiban (Trantib) Kecamatan Kuta Selatan mengecek aliran Sungai Beririt di Jalan Pantai Geger, kawasan Banjar Peminge, Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, pada Senin (11/7). Pengecekan aliran sungai itu lantaran banyak dikeluhkan masyarakat karena bewarna kecoklatan dan mengeluarkan bau tak sedap. Dugaan awal sungai tersebut sudah terkontaminasi limbah. Hal ini juga diperkuat dengan adanya sejumlah ikan yang mati.
Kepala Seksi Trantib Kecamatan Kuta Selatan, Kadek Agus Alit Juwita, mengatakan temuan aliran Sungai Beririt yang diduga terkontaminasi limbah berawal dari laporan warga. Sebab air sungai berwarna kecoklatan dan mengeluarkan baru tak sedap. “Atas dasar laporan itu, kami bersama Satuan Satpol PP BKO Kuta Selatan turun mengecek lokasi pada Senin sore, dan benar kami menemukan aliran Sungai Beririt berwarna kecoklatan dan mengeluarkan bau,” kata Alit Juwita, Selasa (12/7).
Meski sudah turun mengecek lokasi yang dikeluhkan warga, namun petugas belum bisa menyimpulkan berubahnya air Sungai Beririt, karena limbah sejumlah akomodasi di kawasan tersebut atau karena faktor lain. “Apakah itu milik hotel atau tidak masih dilakukan pendalaman dan juga dicek oleh kepala lingkungan. Sejatinya untuk aliran air sebenarnya mengalir ke laut, namun nyatanya yang kami temukan air menggenang,” jelas Alit Juwita.
“Masalah ini kami juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK), termasuk instansi terkait. Kalau itu memang limbah dari hotel yang bocor, kami harap segera diperbaiki,” harap Alit Juwita.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Lingkungan Peminge I Made Rigih, membenarkan sudah menelusuri aliran Sungai Beririt yang mengeluarkan bau tak sedap. Hasil penulusuran, kata dia, sumber bau tak sedap diyakini berasal endapan dari air hujan dan endapan air laut. “Jadi ada semacam palung di sungai. Begitu ada hujan air mengendap, termasuk saat air laut pasang,” katanya.
Endapan itu, kata dia, diperkirakan bisa bertahan lama sekitar tiga hingga enam bulan. Saat ini, Made Rigih berharap agar segera ada pembersihan di lokasi. “Kalau bisa dilakukan normalisasi dari hulu ke hilir agar lebih lancar airnya,” harapnya. *dar
Kepala Seksi Trantib Kecamatan Kuta Selatan, Kadek Agus Alit Juwita, mengatakan temuan aliran Sungai Beririt yang diduga terkontaminasi limbah berawal dari laporan warga. Sebab air sungai berwarna kecoklatan dan mengeluarkan baru tak sedap. “Atas dasar laporan itu, kami bersama Satuan Satpol PP BKO Kuta Selatan turun mengecek lokasi pada Senin sore, dan benar kami menemukan aliran Sungai Beririt berwarna kecoklatan dan mengeluarkan bau,” kata Alit Juwita, Selasa (12/7).
Meski sudah turun mengecek lokasi yang dikeluhkan warga, namun petugas belum bisa menyimpulkan berubahnya air Sungai Beririt, karena limbah sejumlah akomodasi di kawasan tersebut atau karena faktor lain. “Apakah itu milik hotel atau tidak masih dilakukan pendalaman dan juga dicek oleh kepala lingkungan. Sejatinya untuk aliran air sebenarnya mengalir ke laut, namun nyatanya yang kami temukan air menggenang,” jelas Alit Juwita.
“Masalah ini kami juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK), termasuk instansi terkait. Kalau itu memang limbah dari hotel yang bocor, kami harap segera diperbaiki,” harap Alit Juwita.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Lingkungan Peminge I Made Rigih, membenarkan sudah menelusuri aliran Sungai Beririt yang mengeluarkan bau tak sedap. Hasil penulusuran, kata dia, sumber bau tak sedap diyakini berasal endapan dari air hujan dan endapan air laut. “Jadi ada semacam palung di sungai. Begitu ada hujan air mengendap, termasuk saat air laut pasang,” katanya.
Endapan itu, kata dia, diperkirakan bisa bertahan lama sekitar tiga hingga enam bulan. Saat ini, Made Rigih berharap agar segera ada pembersihan di lokasi. “Kalau bisa dilakukan normalisasi dari hulu ke hilir agar lebih lancar airnya,” harapnya. *dar
Komentar