MUTIARA WEDA: Orang Unggul, Seperti Apa?
Yasya krtyam na vighnanti sitamusnam bhayam rati, Samrdhdirasamrddhirvā sa vai pandita ucyate. (Mahabharata, 5.33.20)
Orang yang tugasnya tidak pernah dihalangi oleh dingin, panas, takut, cinta, berkelimpahan atau kekurangan, sungguh dia unggul.
BIASANYA, mood bekerja kita baru terbangun ketika didukung oleh segalanya, baik fasilitas maupun suasana lingkungannya. Bahkan hal itupun kadang tidak menjadikan pekerjaan kita diselesaikan dengan baik. Rasa malas tiba-tiba bisa hadir. Pekerjaan yang semestinya selesai dalam seminggu malahan molor sebulan bahkan lebih. Karena waktu terus berjalan, pekerjaan pun terus nambah. Sehingga, pekerjaan awal belum selesai, pekerjaan baru sudah datang. Pekerjaan pun menumpuk dan akhirnya, semuanya tidak bisa diselesaikan. Teks di atas berupaya membuka tabir itu dan mengatakan bahwa dia yang mampu melawan tendensi itu disebut sebagai pandita atau orang yang unggul.
Apa ciri-ciri orang unggul? Teks menyebut bahwa orang yang mampu menyelesaikan tugas-tugasnya dengan tidak mempertimbangkan panas dinginnya suasana, punya tidak punya materi. Sepanjang itu tugas, maka dia kerjakan sampai tuntas. Seperti apa penampakan orang unggul dalam menyelesaikan tugas? Dia yang tidak dihalangi oleh panas, dingin, takut atau cinta, kaya atau miskin adalah orang unggul. Dalam situasi panas, dia tetap mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Dalam situasi dingin pun sama. Saat sedang kaya atau miskin, saat sedang dilanda ketakutan atau rasa cinta, pekerjaannya tetap dikerjakan. Pertanyaannya, apakah dengan penampakan itu, orang secara otomatis bisa disebut unggul? Atau teks sebenarnya belum menuntaskannya, karena ada sesuatu yang harus dikupas lebih dalam?
Mari kita lihat dengan seksama. Banyak orang bekerja siang dan malam, tidak memperhitungkan apakah panas atau dingin, disenangi atau dibenci. Mereka tetap bekerja. Apa motifnya? Mereka bekerja oleh karena tanggungan keluarga. Karena kewajibannya sebagai kepala keluarga yang memaksanya melakukan itu. Mereka banting tulang hanya semata-mata untuk itu, tidak ada yang lain. Kalau seandainya boleh memilih, mereka tidak mau mengerjakan itu. Jika kaya mereka lebih memilih santai. Apakah model orang yang bekerja seperti ini bisa dikatakan unggul? Penampakannya pasti sesuai dengan apa yang dinyatakan teks di atas. Apakah unggul mereka?
Sepertinya, jika hanya motifnya hanya hasil, maka banyak sekali orang yang bekerja siang dan malam tidak mengenal lelah. Sebagai bentuk tanggungjawab, tentu tindakan itu sangat berarti. Namun, kerja keras tanpa menemukan keindahannya tidak bisa dikatakan unggul. Mengapa? Sebab, orang dalam kondisi kejepit, dia bisa melakukan apa saja. Seperti anjing yang tersudut, ia bisa saja menggigit. Lalu yang unggul itu seperti apa? Dia yang mampu menemukan keindahan di dalam kerjanya. Bisa saja keindahan itu ditemukan dalam melakukan kewajiban, menjalankan hobi, dan yang lainnya. Mengapa keindahan menjadi barometer keunggulan? Karena orang yang menemukan keindahan kerja akan bahagia saat mengerjakannya dan tidak hanya pada hasilnya.
Orang yang bekerja karena bahagia mengerjakannya pasti akan tekun, tetap melakukan pekerjaannya walau kondisinya panas, dingin, menyenangkan, tidak menyenangkan, dan sejenisnya. Kondisi tidak membuat dia berhenti, karena kesenangannya terletak pada prosesnya. Orang yang bekerja banting tulang hanya sekadar memperoleh hasil tidak akan menemukan kebahagiaan saat melakukan pekerjaan itu. Sebaliknya, orang yang banting tulang oleh karena senang melakukannya pasti tetap merasakan kebahagiaan. Mengapa? Karena setiap halangan seperti susah senang, panas dingin itu dijadikan sebagai jamu yang justru memicu adrenalinnya untuk tetap maju. Tidak ada rasa waswas di sini oleh karena dia bahagia mengerjakannya. Sementara itu, orang yang hanya sekadar melakukan kewajibannya mungkin juga terpacu adrenalinnya, tetapi rasa waswas pasti ada, ada rasa takut jika tidak berhasil, dan yang sejenisnya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa orang yang bekerja dan kemudian menemukan keindahan di dalam pekerjaannya itu, tentu dia tidak pernah berhibernasi lama-lama jika pekerjaannya telah diselesaikan. Dia gatal untuk tetap melakukan sesuatu yang lain dan seperti itulah kebahagiaannya. Orang inilah menurut teks disebut sebagai pandita atau orang yang unggul. *
I Gede Suwantana
1
Komentar