Diberi Beras, Warga Minta Hujan, Penjabat Bupati Tak Bisa Jawab
Warga Banjar Dauh Pangkung, Desa Seraya Barat, Kecamatan Karangasem mohon bantuan untuk mendatangkan hujan dan menghentikan mengoperasikan laser.
AMLAPURA, NusaBali
Penjabat Bupati Karangasem Ida Bagus Ngurah Arda mengaku kaget dan tidak bisa memberikan jawaban, saat warga mengajukan permintaan tersebut. Permintaan warga itu diajukan ketika IB Ngurah Arda menyerahkan bantuan beras bagi petani yang gagal panen, belum lama ini.
Warga Banjar Bungkulan, Desa Seraya Barat, I Nengah Jaksa yang memohon agar aktivitas laser dihentikan, dengan harapan suhu tidak tambah panas. “Selain panas karena alam, ditambah panas karena sinar laser, tolong hentikan itu di mana pusat aktivitasnya,” pintanya.
“Mulanya ada yang menyebutkan titik pusat sinar laser di Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem. Kami berkoordinasi dengan Perbekel Tumbu, tidak ditemukan,” kata Perbekel Seraya Barat I Wayan Patra Suarya.
Atas dasar itulah, agar pihak terkait membantu masyarakat menghentikan penggunaan sinar laser. “Permohonan kami ada dua, mohon agar hujan turun, dan sinar laser dihentikan pemakaiannya. Paling tidak agar ada yang memberikan petunjuk lokasi sinar laser itu, kami akan cari sendiri,” tambah Patra Suarsa.
IB Ngurah Arda juga mengaku bingung menyikapi permohonan warga. “Saya kaget juga saat menyerahkan bantuan beras kepada warga yang gagal panen. Ada warga mengusulkan, mohon bantuan agar hujan turun di Desa Seraya Barat. Tentu saja saya tidak bisa jawab,” ujarnya di Amlapura, Senin (14/12).
Mengenai hubungan antara penggunaan sinar laser dan hujan, pihak Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar yang dikonfirmasi NusaBali, Rabu (18/11), mengemukakan, persepsi masyarakat soal penggunaan laser alias lampu sorot sama sekali tidak ada hubungannya dengan musim kemarau panjang. BMKG menepis anggapan masyarakat soal penggunaan lampu sorot dapat memecah awan. Menurut BMKG hal itu salah kaprah.
“Sudah sering kami sampaikan lampu sorot (laser) tidak mempengaruhi hujan. Penggunaan lampu sorot cuma menginformasikan kepada masyarakat, bahwa di lokasi tersebut sedang ada suatu kegiatan,” ujar Kepala BMKG Wilayah III Denpasar I Wayan Suardana didampingi Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar Nyoman Gede Wirajaya, Rabu kemarin.
Dikatakan, lampu sorot yang diasumsikan oleh sebagian masyarakat sebagai laser yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan tertentu tidak memiliki kemampuan untuk memecah awan-awan hujan. “Jika lampu sorot dianggap mampu memecah awan, dapat disimpulkan bahwa hal ini sangat tidak mungkin terjadi,” tegasnya lagi.
Suardana menjelaskan, jika diasumsikan lampu sorot memiliki panas 100 derajat Celcius, suhu radiasi yang dipancarkan akan mendekati 0 derajat Celcius pada jarak 2,8 meter. Jika lampu sorot yang digunakan memiliki derajat panas 200 derajat Celcius, suhu radiasi yang dipancarkan akan mencapai 0 derajat Celcius pada jarak 4,5 meter. Sedangkan jika lampu sorot yang digunakan memiliki panas 300 derajat Celcius, suhu radiasi yang dipancarkan akan mencapai 0 derajat Celcius pada jarak 6,6 meter. “Dengan demikian, diperlukan lampu sorot dengan derajat panas yang sangat tinggi untuk memecahkan dasar awan. Karena, ketinggian rata-rata dasar awan di wilayah Indonesia, khusus Pulau Bali, berada pada ketinggian 400 – 600 meter,” bebernya.
Menurut Suardana, panjangnya musim kemarau tahun ini yang terjadi di Provinsi Bali sangat berkaitan dengan dinamika cuaca atau iklim yang terjadi di sekitar wilayah Indonesia, serta adanya El Nino. “Fenomena El Nino tahun ini intensitasnya diprediksi akan terus meningkat hingga bulan Desember 2015,” tandasnya. 7
1
Komentar