Eks Taman Festival Bali Padang Galak, Destinasi Wisata Horor yang Diminati Wisatawan
Sering Dijadikan Kegiatan ‘Negatif’, Kini Diawasi Desa Adat Kesiman
Sejumlah seniman mural asing telah beberapa kali melukis secara sukarela pada dinding bangunan-bangunan di dalam area eks Taman Festival Bali.
DENPASAR, NusaBali
Area bekas Taman Festival Bali di Jalan Pantai Padang Galak, Banjar Kedaton, Desa Kesiman Petilan, Denpasar Timur, dikenal sebagai lokasi yang angker. Pasalnya sejak tidak beroperasi akibat sejak tahun 1998, praktis bangunan di dalamnya tidak dipergunakan dan terbengkalai. Pernah juga dua bagian bangunan di sana mengalami kebakaran yang menambah kesan angker.
Pantauan di lokasi, sejumlah bangunan di kawasan Taman Festival Bali ini ditumbuhi tanaman liar, atap beberapa gedung juga ada yang roboh. Lukisan mural tampak menghiasi sisa-sisa bangunan. Petugas jaga area eks Taman Festival Bali, I Wayan Hendrayana, mengungkapkan sejak awal tahun 2022 ini eks Taman Festival diawasi oleh Desa Adat Kesiman.
Hendrayana kepada NusaBali menuturkan setiap hari ada saja pengunjung yang datang melihat lokasi eks Taman Festival Bali. Tidak hanya pengunjung domestik melainkan juga pengunjung wisatawan mancanegara (Wisman). Dia menuturkan setiap hari rata-rata jumlah pengunjung sebanyak 15-20 orang. "Ramainya di weekend (akhir pekan)," ujar Hendrayana ditemui Selasa (12/7).
Tujuan mereka datang ke sana karena penasaran dengan banyaknya kabar di media sosial yang menyebut area eks Taman Festival Bali merupakan tempat yang angker. Sebagian lagi sekadar ingin berfoto berlatar bangunan yang dihiasi lukisan mural. Sebagian pengunjung lainnya memang ingin mengekspresikan dirinya dengan melukis mural pada dinding-dinding bangunan yang ada di dalam area eks Taman Festival Bali. Sementara pengunjung lainnya ada juga yang datang untuk keperluan membuat konten media sosial.
Hendrayana menyebut sejumlah seniman mural asing telah beberapa kali melukis secara sukarela pada bangunan-bangunan di dalam area eks Taman Festival Bali. Pun seniman lokal juga banyak menyumbang goresan-goresannya. Hendrayana menuturkan pengunjung bisa datang mulai pukul 08.00-21.00 Wita atau jika untuk keperluan membuat konten di malam hari bisa berkoordinasi dengan petugas.
"Mereka bisa sepuasnya berkeliling di area seluas sekitar 9 hektare ini," ujar Hendrayana. Jika ingin ditemani berkeliling, para pengunjung bisa meminta langsung kepada petugas jaga. Ada tiga orang petugas yang berjaga secara bergiliran, namun biasanya pecalang Desa Adat Kesiman juga ikut membantu berjaga di lokasi.
"Kadang ada tamu yang minta ditemenin, tapi kebanyakan nggak," ungkap pria asli Kesiman ini. Lebih jauh diceritakan, image angker yang dimiliki area eks Taman Festival Bali tidak begitu dirasakan oleh Hendrayana. Dia biasa berkeliling dalam area setiap harinya, namun belum pernah melihat hal-hal yang berbau mistis. Menurutnya itu bergantung pada masing-masing orang.
Salah satu sekolah menengah di Denpasar ujarnya bahkan sempat mengadakan konser di dalam area eks Taman Festival Bali. Namun Hendrayana mengakui jika ada beberapa orang mengalami kerasukan ketika membuat konten di area eks Taman Festival Bali. "Kalau sengaja diundang kan bisa saja kejadian," ujarnya. Dia pun berharap para pengunjung, sebaiknya datang dalam keadaan sehat secara fisik maupun rohani untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Terkait Taman Festival Bali ini, Bendesa Adat Kesiman I Ketut Wisna mengungkapkan kawasan tersebut saat ini bukan dikelola oleh Desa Adat, namun hanya dalam pengawasan saja. Sebab selama ini kawasan yang terkenal angker itu kerap digunakan untuk hal-hal yang negatif bahkan ritual di luar dari tatanan Hindu Bali. Ketut Wisna mengatakan lokasi tersebut masih belum jelas keberadaannya. Sebab, tanah yang dimiliki Pemprov Bali tersebut masih dikontrak hingga tahun 2026 mendatang.
Bendesa Ketut Wisna mengungkapkan karena kawasan tersebut sering digunakan hal negatif, pihaknya sempat berkomunikasi dengan salah satu pemilik lokasi bernama Hartono untuk menempatkan tukang sapunya sebagai pengawas lokasi. Menurutnya, dari komunikasi tersebut, pemilik tempat setuju bahwa kawasan itu diawasi agar tidak ada kejadian serupa kembali. Sehingga dari desa adat memutuskan untuk menjadikan salah satu tukang sapu sekaligus menjadi pengawas tempat itu.
"Bukan mengelola ya, kami hanya pengawasan saja. Karena sering sekali digunakan untuk hal negatif dan ritual di luar tatanan Hindu Bali. Di lokasi itu sebelumnya hanya ditempatkan tukang sapu saja tetapi sekarang diperketat pengawasannya," ungkapnya.
Ketut Wisna mengungkapkan, hal-hal negatif lainnya yang sering dilakukan di kawasan tersebut, yakni penggunaan narkoba dan kasus bunuh diri. Kasus bunuh diri bahkan baru-baru ini ditemukan terjadi di sana. Dengan terjadinya kasus bunuh diri yang membersihkan kawasan tersebut dengan menghaturkan upakara bukan dari pemilik tempat itu melainkan desa adat.
Tujuan pengawasan bagi yang masuk kawasan tersebut juga harus jelas tujuan dan asal usulnya. "Kenapa kami awasi, ini karena kami ingin orang yang masuk ke kawasan itu jelas. Jika memang ada yang ingin foto prewedding ya kasih seikhlasnya untuk biaya penjagaan dan kebersihan," imbuhnya. Diketahui lahan eks Taman Festival Bali dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Bali. Investor menyewa lahan untuk dibangun wahana bermain Taman Festival Bali. Sempat jadi tempat wisata hit pada zamannya, Taman Festival Bali yang mulai beroperasi 1997 mangkrak akibat krisis moneter pada tahun 1998 hingga kini. *cr78, mis
Pantauan di lokasi, sejumlah bangunan di kawasan Taman Festival Bali ini ditumbuhi tanaman liar, atap beberapa gedung juga ada yang roboh. Lukisan mural tampak menghiasi sisa-sisa bangunan. Petugas jaga area eks Taman Festival Bali, I Wayan Hendrayana, mengungkapkan sejak awal tahun 2022 ini eks Taman Festival diawasi oleh Desa Adat Kesiman.
Hendrayana kepada NusaBali menuturkan setiap hari ada saja pengunjung yang datang melihat lokasi eks Taman Festival Bali. Tidak hanya pengunjung domestik melainkan juga pengunjung wisatawan mancanegara (Wisman). Dia menuturkan setiap hari rata-rata jumlah pengunjung sebanyak 15-20 orang. "Ramainya di weekend (akhir pekan)," ujar Hendrayana ditemui Selasa (12/7).
Tujuan mereka datang ke sana karena penasaran dengan banyaknya kabar di media sosial yang menyebut area eks Taman Festival Bali merupakan tempat yang angker. Sebagian lagi sekadar ingin berfoto berlatar bangunan yang dihiasi lukisan mural. Sebagian pengunjung lainnya memang ingin mengekspresikan dirinya dengan melukis mural pada dinding-dinding bangunan yang ada di dalam area eks Taman Festival Bali. Sementara pengunjung lainnya ada juga yang datang untuk keperluan membuat konten media sosial.
Hendrayana menyebut sejumlah seniman mural asing telah beberapa kali melukis secara sukarela pada bangunan-bangunan di dalam area eks Taman Festival Bali. Pun seniman lokal juga banyak menyumbang goresan-goresannya. Hendrayana menuturkan pengunjung bisa datang mulai pukul 08.00-21.00 Wita atau jika untuk keperluan membuat konten di malam hari bisa berkoordinasi dengan petugas.
"Mereka bisa sepuasnya berkeliling di area seluas sekitar 9 hektare ini," ujar Hendrayana. Jika ingin ditemani berkeliling, para pengunjung bisa meminta langsung kepada petugas jaga. Ada tiga orang petugas yang berjaga secara bergiliran, namun biasanya pecalang Desa Adat Kesiman juga ikut membantu berjaga di lokasi.
"Kadang ada tamu yang minta ditemenin, tapi kebanyakan nggak," ungkap pria asli Kesiman ini. Lebih jauh diceritakan, image angker yang dimiliki area eks Taman Festival Bali tidak begitu dirasakan oleh Hendrayana. Dia biasa berkeliling dalam area setiap harinya, namun belum pernah melihat hal-hal yang berbau mistis. Menurutnya itu bergantung pada masing-masing orang.
Salah satu sekolah menengah di Denpasar ujarnya bahkan sempat mengadakan konser di dalam area eks Taman Festival Bali. Namun Hendrayana mengakui jika ada beberapa orang mengalami kerasukan ketika membuat konten di area eks Taman Festival Bali. "Kalau sengaja diundang kan bisa saja kejadian," ujarnya. Dia pun berharap para pengunjung, sebaiknya datang dalam keadaan sehat secara fisik maupun rohani untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Terkait Taman Festival Bali ini, Bendesa Adat Kesiman I Ketut Wisna mengungkapkan kawasan tersebut saat ini bukan dikelola oleh Desa Adat, namun hanya dalam pengawasan saja. Sebab selama ini kawasan yang terkenal angker itu kerap digunakan untuk hal-hal yang negatif bahkan ritual di luar dari tatanan Hindu Bali. Ketut Wisna mengatakan lokasi tersebut masih belum jelas keberadaannya. Sebab, tanah yang dimiliki Pemprov Bali tersebut masih dikontrak hingga tahun 2026 mendatang.
Bendesa Ketut Wisna mengungkapkan karena kawasan tersebut sering digunakan hal negatif, pihaknya sempat berkomunikasi dengan salah satu pemilik lokasi bernama Hartono untuk menempatkan tukang sapunya sebagai pengawas lokasi. Menurutnya, dari komunikasi tersebut, pemilik tempat setuju bahwa kawasan itu diawasi agar tidak ada kejadian serupa kembali. Sehingga dari desa adat memutuskan untuk menjadikan salah satu tukang sapu sekaligus menjadi pengawas tempat itu.
"Bukan mengelola ya, kami hanya pengawasan saja. Karena sering sekali digunakan untuk hal negatif dan ritual di luar tatanan Hindu Bali. Di lokasi itu sebelumnya hanya ditempatkan tukang sapu saja tetapi sekarang diperketat pengawasannya," ungkapnya.
Ketut Wisna mengungkapkan, hal-hal negatif lainnya yang sering dilakukan di kawasan tersebut, yakni penggunaan narkoba dan kasus bunuh diri. Kasus bunuh diri bahkan baru-baru ini ditemukan terjadi di sana. Dengan terjadinya kasus bunuh diri yang membersihkan kawasan tersebut dengan menghaturkan upakara bukan dari pemilik tempat itu melainkan desa adat.
Tujuan pengawasan bagi yang masuk kawasan tersebut juga harus jelas tujuan dan asal usulnya. "Kenapa kami awasi, ini karena kami ingin orang yang masuk ke kawasan itu jelas. Jika memang ada yang ingin foto prewedding ya kasih seikhlasnya untuk biaya penjagaan dan kebersihan," imbuhnya. Diketahui lahan eks Taman Festival Bali dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Bali. Investor menyewa lahan untuk dibangun wahana bermain Taman Festival Bali. Sempat jadi tempat wisata hit pada zamannya, Taman Festival Bali yang mulai beroperasi 1997 mangkrak akibat krisis moneter pada tahun 1998 hingga kini. *cr78, mis
1
Komentar