Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi DID Tabanan 2018, Kode 'Peluru' Muncul Lagi
Sebelumnya kode ‘peluru’ sudah muncul dalam percakapan telepon terdakwa Dewa Wiratmaja dengan anggota DPRD Tabanan I Putu Eka Nurcahyadi yang jadi saksi, Kamis (30/6) lalu.
DENPASAR, NusaBali
Kode ‘peluru’ kembali muncul dalam sidang dugaan korupsi Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan tahun anggaran 2018 dengan agenda pemeriksaan saksi untuk terdakwa mantan Bupati Tabanan dua periode (2010-2015 dan 2016-2021), Ni Putu Eka Wiryastuti dan mantan staf khsusnya, I Dewa Nyoman Wiratmaja di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (14/7).
Dalam sidang kemarin, terdakwa Eka Wiryastuti masih menjalani sidang online dari Rutan Polda Bali karena terpapar Covid-19. Sementera penasihat hukumnya, I Gede Wija dan Warsa T Bhuwana dkk serta terdakwa Dewa Wiratmaja sidang langsung di Pengadilan Tipikor Denpasar.
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim I Nyoman Wiguna, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Luki Dwi Nugroho dkk menghadirkan saksi Direktur PT Dwi Artha Yadnya Utama, I Made Puniarta dan pemilik CV Sanggar Agung, Dewa Ketut Sukadana. Kedua saksi ini sempat kontak langsung dengan terdakwa Dewa Wiratmaja membahas peluru DID Tabanan.
Jaksa KPK juga sempat memutar percakapan telepon antara saksi Puniarta yang merupakan pengusaha aspal dengan Dewa Wiratmaja sekitar Agustus 2017 lalu. Dalam rekaman, terdakwa Dewa Wiratmaja mengatakan kepada Puniarta bahwa dia sedang ditugaskan Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti untuk mengurus anggaran di Jakarta.
Dewa Wiratmaja mengaku sudah bicara dan mengumpulkan beberapa kontraktor di Tabanan. Dewa Wiratmaja lalu menyebut istilah peluru. Namun Puniarta yang yang saat itu berada di Pontianak, Kalimantan Barat, hanya bilang siap. "Pemahaman saya peluru itu dana untuk dibawa ke pusat. Saya kurang tahu untuk apa dan tidak tahu secara spesifik dana apa," kata Puniarta.
Dewa Wiratmaja menjelaskan bila tidak memberikan peluru, Tabanan tidak akan ada proyek. Karena itu, Terdakwa Dewa Wiratmaja menjelaskan perlu adanya dukungan komitmen dari para kontraktor. Meski sempat menyingung istilah peluru dan mengatakan siap dalam percakapan melalui telepon seluler itu, Saksi Puniarta mengaku tidak memenuhinya. "Karena saya tidak dapat kumpulkan uang. Kalau (kontraktor) yang lain saya tidak mengetahuinya," ungkapnya.
Kode ‘peluru’ dalam pengurusan DID Tabanan ini bukan kali pertama muncul. Sebelumnya, kode ‘peluru’ sudah muncul saat dalam percakapan telepon terdakwa Dewa Wiratmaja dengan anggota DPRD Tabanan, I Putu Eka Nurcahyadi yang jadi saksi pada Kamis (30/6) lalu.
Dalam percakapan tersebut, salah satunya menyinggung soal kode ‘peluru’. “Apa harus melobi untuk dapat DID?,” tanya Eka Nurcahyadi dalam petikan percakapan. “Iya dan harus pake peluru,” jawab Dewa Wiratmaja. “Saya tidak mendalami lagi apa maksud peluru itu,” jawab Eka Nurcahyadi saat dicecar KPK. Bahkan dia juga mengaku tak mengetahui saat DID Tabanan naik dari Rp 7 miliar menjadi 51 miliar.
Diakhir sidang, terdakwa Eka Wiryastuti yang sidang online dari Rutan Polda Bali tak menanggapi keterangan saksi Puniarta. “Nanti akan ditanggapi dalam pledoi,” ujar putri Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama dari balik layar monitor. *rez
Dalam sidang kemarin, terdakwa Eka Wiryastuti masih menjalani sidang online dari Rutan Polda Bali karena terpapar Covid-19. Sementera penasihat hukumnya, I Gede Wija dan Warsa T Bhuwana dkk serta terdakwa Dewa Wiratmaja sidang langsung di Pengadilan Tipikor Denpasar.
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim I Nyoman Wiguna, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Luki Dwi Nugroho dkk menghadirkan saksi Direktur PT Dwi Artha Yadnya Utama, I Made Puniarta dan pemilik CV Sanggar Agung, Dewa Ketut Sukadana. Kedua saksi ini sempat kontak langsung dengan terdakwa Dewa Wiratmaja membahas peluru DID Tabanan.
Jaksa KPK juga sempat memutar percakapan telepon antara saksi Puniarta yang merupakan pengusaha aspal dengan Dewa Wiratmaja sekitar Agustus 2017 lalu. Dalam rekaman, terdakwa Dewa Wiratmaja mengatakan kepada Puniarta bahwa dia sedang ditugaskan Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti untuk mengurus anggaran di Jakarta.
Dewa Wiratmaja mengaku sudah bicara dan mengumpulkan beberapa kontraktor di Tabanan. Dewa Wiratmaja lalu menyebut istilah peluru. Namun Puniarta yang yang saat itu berada di Pontianak, Kalimantan Barat, hanya bilang siap. "Pemahaman saya peluru itu dana untuk dibawa ke pusat. Saya kurang tahu untuk apa dan tidak tahu secara spesifik dana apa," kata Puniarta.
Dewa Wiratmaja menjelaskan bila tidak memberikan peluru, Tabanan tidak akan ada proyek. Karena itu, Terdakwa Dewa Wiratmaja menjelaskan perlu adanya dukungan komitmen dari para kontraktor. Meski sempat menyingung istilah peluru dan mengatakan siap dalam percakapan melalui telepon seluler itu, Saksi Puniarta mengaku tidak memenuhinya. "Karena saya tidak dapat kumpulkan uang. Kalau (kontraktor) yang lain saya tidak mengetahuinya," ungkapnya.
Kode ‘peluru’ dalam pengurusan DID Tabanan ini bukan kali pertama muncul. Sebelumnya, kode ‘peluru’ sudah muncul saat dalam percakapan telepon terdakwa Dewa Wiratmaja dengan anggota DPRD Tabanan, I Putu Eka Nurcahyadi yang jadi saksi pada Kamis (30/6) lalu.
Dalam percakapan tersebut, salah satunya menyinggung soal kode ‘peluru’. “Apa harus melobi untuk dapat DID?,” tanya Eka Nurcahyadi dalam petikan percakapan. “Iya dan harus pake peluru,” jawab Dewa Wiratmaja. “Saya tidak mendalami lagi apa maksud peluru itu,” jawab Eka Nurcahyadi saat dicecar KPK. Bahkan dia juga mengaku tak mengetahui saat DID Tabanan naik dari Rp 7 miliar menjadi 51 miliar.
Diakhir sidang, terdakwa Eka Wiryastuti yang sidang online dari Rutan Polda Bali tak menanggapi keterangan saksi Puniarta. “Nanti akan ditanggapi dalam pledoi,” ujar putri Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama dari balik layar monitor. *rez
Komentar