KTT G-20 Diharapkan Adopsi Hak Disabilitas dan Gender
MANGUPURA, NusaBali
Sebagai forum strategis multilateral yang menghubungkan negara-negara maju dan berkembang di dunia, KTT G-20 yang diselenggarakan di Nusa Dua pada November mendatang diharapkan lebih menyuarakan serta mengadopsi hak kaum disabilitas dan kesetaraan gender.
Dorongan ini dilakukan oleh organisasi disabilitas dan organisasi kesetaraan gender lantaran penyandang disabilitas menghadapi hambatan mulai dari lingkungan binaan yang tidak dapat diakses, fasilitas dan layanan hingga sikap dan asumsi negatif.
Founder and Disability Rights Advisor of OHANA Indonesia, Risnawati Utami, mengatakan G-20 merupakan forum strategis multilateral yang menghubungkan negara-negara maju dan berkembang di dunia, dengan anggota yang termasuk 19 negara dan Uni Eropa, perwakilan dari IMF dan Bank Dunia. Indonesia sebagai tuan rumah memiliki peran penting untuk mempromosikan dan melibatkan semua organisasi masyarakat sipil termasuk organisasi penyandang disabilitas untuk mempengaruhi komitmen dan kebijakan G-20 yang mengadopsi pendekatan berbasis hak asasi manusia.
“Tujuan pengadopsian hak-hak penyandang disabilitas sebagai perjanjian hak asasi manusia dan hukum hak asasi manusia internasional adalah untuk memastikan non-diskriminasi dan kesetaraan penyandang disabilitas di semua sektor pembangunan termasuk dalam konteks pembangunan ekonomi yang luas,” kata Risnawati Utami saat memberikan keterangan dalam konferensi pers di Hotel Vouk, Nusa Dua pada Selasa (19/7) sore.
Dorongan ini, lanjutnya, lantaran dari laporan tahunan Bank Dunia tahun 2018, populasi penyandang disabilitas di dunia adalah 15 persen atau 1 miliar penyandang disabilitas. Partisipasi mereka dalam pembangunan ekonomi dan sosial seringkali terbatas karena akses yang tidak memadai ke layanan publik, literasi keuangan dan perbankan, akomodasi yang wajar dan teknologi. Sekitar 80 persen penyandang disabilitas tinggal di negara berkembang, memiliki 50 persen -70 persen lebih banyak kesempatan kerja yang rendah dan sepertiga dari 58 juta anak yang tidak bersekolah adalah penyandang disabilitas. “Penyandang disabilitas menghadapi hambatan sehari-hari mulai dari lingkungan binaan yang tidak dapat diakses, fasilitas dan layanan hingga sikap dan asumsi negatif,” jelasnya.
Dengan dorongan dan pembahasan dalam G-20, diharapkan dapat menghilangkan hambatan dan menghormati hak kaum disabilitas. “Selama ini hak asasi penyandang disabilitas belum ditangani secara memadai dalam pembahasan G-20. Semoga nantinya di G-20 tahun 2022 ini membahas lebih spesifik tentang disabilitas dan kesamaan gender,” harapnya. *dar
1
Komentar