Parkir Manuver Gilimanuk Dibidik Kejaksaan
Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana lakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi di Parkir Manuver Gilimanuk, yang menjadi tempat pemungutan retribusi sebelum masuk ke Pelabuhan Gilimanuk.
NEGARA, NusaBali
Bahkan, kasus dugaan korupsi itu, terungkap telah dinaikan ke Seksi Pidana Khusus (Pidsus) setelah terendus indikasi kerugian negara dari pengelolaan retribusi yang dikelola pihak Dinas Perhubungan (Dishub) Jembrana tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kasus dugaan korupsi yang diperkirakan menyebabkan kerugiaan negara hingga ratusan juta rupiah itu, berkaitan dengan dua masalah. Pertama, ada kekurangan pungutan retribusi dengan selisih hasil pungutan, ketika dibandingkan dengan data penyeberangan penumpang di Pelabuhan Gilimanuk. Kedua, hasil pungutan tidak sebanding dengan jumlah penumpang keluar Bali. Ketika dihitung nominal uang terkumpul sesuai karcis yang telah digunakan, juga kurang dari setoran ke kas negara, dan tidak pernah memenuhi target.
Dalam tahap penyelidikan untuk puldata (Pengumpulan data) itu, sudah banyak saksi diperiksa. Khususnya dari petugas Perhubungan yang ketika tahun 2016 lalu masih bergabung dalam Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Hubkominfo Jembrana, dan sekarang menjadi Dinas Perhubungan, Kelautan dan Perikanan (PKP) Jembrana.
“Ada puluhan orang sudah diperiksa. Mulai dari pejabat setingkat Kabid ataupun Kadis yang lama, termasuk yang sekarang di Perhubungan. Termasuk orang dari Perusda sempat diperiksa, karena sebelum Dishub mereka yang mengelola,” ujar seorang sumber di Kejari Jembrana.
Sumber yang enggan menyebutkan namanya ini menambahkan terendusnya kasus dugaan korupsi itu, setelah ada keluhan para pengguna jasa penyeberangan. Sebelum masuk ke Pelabuhan Gilimanuk, mereka selalu dipungut retribusi sesuai jenis kendaraannya. Padahal, para pengendara bersangkutan tidak pernah menggunakan fasilitas parkir.
Belum lagi, sempat ditemukan kasus seorang pengemudi mobil pribadi yang diminta membayar retribusi dengan diberikan karcis untuk kendaraan bus dengan nominal Rp 3.000. Padahal, seharusnya jenis mobil pribadi hanya membayar Rp 2.000. Kasi Intel Kejari Jembrana, Aryo Dewanto, ketika dikonfirmasi, Kamis (6/4) kemarin membenarkan adanya penyelidikan kasus tersebut.
Sementara ini, pihaknya mengaku masih dalam proses mengumpulkan data-data, dan memang telah menemui indikasi kerugian negara. Namun kepastian nominal kerugian negara itu, belum dapat disampaikannya karena domain BPK atau BPKP. “Kami masih puldata dan pulbaket. Nanti bagaimana hasil lebih lanjut, harap tunggu perkembangan,” kata Aryo singkat. * ode
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kasus dugaan korupsi yang diperkirakan menyebabkan kerugiaan negara hingga ratusan juta rupiah itu, berkaitan dengan dua masalah. Pertama, ada kekurangan pungutan retribusi dengan selisih hasil pungutan, ketika dibandingkan dengan data penyeberangan penumpang di Pelabuhan Gilimanuk. Kedua, hasil pungutan tidak sebanding dengan jumlah penumpang keluar Bali. Ketika dihitung nominal uang terkumpul sesuai karcis yang telah digunakan, juga kurang dari setoran ke kas negara, dan tidak pernah memenuhi target.
Dalam tahap penyelidikan untuk puldata (Pengumpulan data) itu, sudah banyak saksi diperiksa. Khususnya dari petugas Perhubungan yang ketika tahun 2016 lalu masih bergabung dalam Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Hubkominfo Jembrana, dan sekarang menjadi Dinas Perhubungan, Kelautan dan Perikanan (PKP) Jembrana.
“Ada puluhan orang sudah diperiksa. Mulai dari pejabat setingkat Kabid ataupun Kadis yang lama, termasuk yang sekarang di Perhubungan. Termasuk orang dari Perusda sempat diperiksa, karena sebelum Dishub mereka yang mengelola,” ujar seorang sumber di Kejari Jembrana.
Sumber yang enggan menyebutkan namanya ini menambahkan terendusnya kasus dugaan korupsi itu, setelah ada keluhan para pengguna jasa penyeberangan. Sebelum masuk ke Pelabuhan Gilimanuk, mereka selalu dipungut retribusi sesuai jenis kendaraannya. Padahal, para pengendara bersangkutan tidak pernah menggunakan fasilitas parkir.
Belum lagi, sempat ditemukan kasus seorang pengemudi mobil pribadi yang diminta membayar retribusi dengan diberikan karcis untuk kendaraan bus dengan nominal Rp 3.000. Padahal, seharusnya jenis mobil pribadi hanya membayar Rp 2.000. Kasi Intel Kejari Jembrana, Aryo Dewanto, ketika dikonfirmasi, Kamis (6/4) kemarin membenarkan adanya penyelidikan kasus tersebut.
Sementara ini, pihaknya mengaku masih dalam proses mengumpulkan data-data, dan memang telah menemui indikasi kerugian negara. Namun kepastian nominal kerugian negara itu, belum dapat disampaikannya karena domain BPK atau BPKP. “Kami masih puldata dan pulbaket. Nanti bagaimana hasil lebih lanjut, harap tunggu perkembangan,” kata Aryo singkat. * ode
1
Komentar