Ni Ketut Warni Seniman Arja dari Bangli, Belajar Tari Arja Sejak Sekolah Dasar, Berharap Pakem Arja Tetap Ajeg
BANGLI, NusaBali
Ni Ketut Warni, 63, terkenal sebagai pemeran Galuh pada pentas drama tari arja di Bali. Bermodalkan suara merdu dan jago menari, peran Galuh yang dipentaskan Ketut Warni ditunggu-tunggu penonton. Saat kesenian arja booming, ibu tiga anak ini pentas keliling hampir di seluruh Bali.
Sebagai pragina lingsir atau seniman tua, Ketut Warni berharap generasi penerus tetap mengajegkan pakem arja. Semasa kesenian arja digandrungi penonton, waktu Ketut Warni tersita untuk pentas. Maklum undangan pentas datang dari hampir seluruh Bali. “Sungguh bangga melihat penonton puas menyaksikan pementasan kami,” ungkap Ketut Warni saat dijumpai di kediamannya, Banjar Kelod, Desa Apuan, Kecamatan Susut, Bangli, Jumat (22/7) sore. Tentu saja untuk totalitasnya pada kesenian arja, ada yang harus dikorbankan. Terutama korban waktu, baik waktu istirahat maupun waktu untuk keluarga. “Waktu untuk anak-anak dan keluarga terpaksa berkurang,” kata istri I Ketut Surada ini.
Mengenal dan belajar drama tari arja sejak kelas III SD Apuan. Awalnya tak ada niat sebagai pragina arja. Nyoman Longob (alm) yang meminta Ketut Warni muruk (belajar) tari arja. Nyoman Longob adalah seniman arja dari Banjar Kelod, Desa Apuan yang terkenal. Sementara di Desa Adat Apuan sejak dulu sudah ada tetamian atau warisan kesenian arja. Terbukti dengan adanya gelungan (mahkota) arja di Pura Ulun Suwi Desa Adat Apuan. “Tiyang awalnya tidak begitu suka menari. Orang tua juga bukan keturunan pragina. Saya ikut-ikutan muruk karena teman-teman sebaya belajar menari,” ujar pragina arja kelahiran 1 Juli 1969 ini.
Teman-temannya yang belajar arja di antaranya Ni Made Arjani, Ni Made Seriti, dan Ni Wayan Berati (alm). Mereka kemudian menjadi pragina arja Desa Adat Apuan. Mereka kemudian tergabung di Sekaa Arja Putra Jelantik Desa Adat Apuan. Saat itu, Warni diajarkan sebagai pemran Galuh oleh Nyoman Longob. Dari awalnya kurang suka, akhirnya senang belajar arja. Dia pun berlatih serius. “Hanya saja tiyang kadang-kadang lupa arahan juru uruk (guru),” ujar ibu tiga anak yang sudah dikaruniai 1 cucu ini.
Setelah dinilai mampu, Ketut Warni dan kawan-kawan akhirnya pentas perdana di Pura Ulun Suwi Desa Adat Apuan. Pentas arja digelar saat piodalan di Pura Ulun Suwi pada Purnama Kalima. Saat itu Ketut Warni dan kawan-kawan masih SD sehingga dikenal dengan arja cilik. Tamat SD, Ketut Warni tidak bisa melanjutkan sekolah ke SMP. Orang tuanya tidak punya cukup biaya menyekolahkannya. “Tiyang dari keluarga tak mampu,” kenang Warni. Setamat SD, dia langsung bekerja agar bisa membantu ekonomi orang tuanya. Pernah bekerja sebagai tukang tenun di perusahaan kawasan Kota Gianyar. Saat bekerja, Ketut Warni tidak melupakan tari arja yang diajari Nyoman Longob. Dia terus melatih diri tentang pepeson, pupuh, dan cerita. “Tarian galuh ibarat lelipi panteg (ular kena tongkat). Tidak gampang,” ucap Ketut Warni.
Berkat ketekunannya belajar, dalam Pekan Arja se-Bali di Taman Budaya, Art Center, Denpasar pada tanggal 11-14 Februari 1986, Ketut Warni terpilih sebagai pemeran Galuh Terbaik se-Bali. “Usai pengumuman, tiyang dikerumuni dan diberi ucapan selamat,” ungkap ibu dari Ni Wayan Lena, Ni Made Sudariani, dan I Nyoman Suradiana ini. Ketut Warni merasa bangga dan bahagia dengan penghargaan tersebut. Itu merupakan bentuk pengakuan. Tidak gampang bisa terpilih menjadi yang terbaik. “Astungkara, itu berkat yang di Atas,” ujarnya.
Walau pementasan arja meredup, Ketut Warni tidak surut berkesenian. “Masih sering ngayah, dalam tari Calonarang,” ujar pragina yang pernah pentas arja di Taman Mini Indonesia Indah (TMMI) tahun 2000 ini. Ketut Warni juga kerap menjadi narasumber terkait kesenian arja. Walau arja meredup, Ketut Warni menginginkan kesenian arja tetap ajeg. Dia siap berbagi ilmu dan pengalaman sebagai penari arja. *k17
Komentar