Inflasi di Bali pada Juni 5,75%
Lampaui nasional, tekanan bersumber dari kenaikan harga kelompok volatile foods
DENPASAR,NusaBali
Inflasi tahunan di Bali pada Juni lalu, tercatat 5,75 persen. Ini menjadi menjadi peringatan karena melampui inflasi nasional sebesar 4,35 persen. Hal tersebut seiring perkembangan trend inflasi meningkat di seluruh wilayah Indonesia.
Tekanan inflasi di Bali Juni 2022 terutama bersumber dari kenaikkan harga kelompok volatile foods, khususnya komoditas hortikultura, yakni cabai, bawang , tomat, akibat penurunan hasil panen karena pengaruh cuaca.
Diperkirakan pada triwulan III kondisi akan membaik kembali. Sehingga pada akhir tahun 2022, inflasi terkendali. Deputi Direktur Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Provinsi Bali (KpwBI Bali) M. Setyawan Santoso atau M. San menyampaikan Kamis (28/7).
“Volatile foods kenapa tinggi, karena banyak yang sumber atau didatangkan dari luar Bali termasuk impor. Kalau dari luar Bali sudah tinggi, otomatis kenaikkan tinggi juga,” ujar M San, dalam konferensi pers pelaksanaan APBN di Provinsi Bali pada Semester I 2022 bertempat di Aula Kantor Direktorat Jenderal Pembendaharaan Provinsi Bali, Jalan Kesumatmaja, Niti Mandala, Denpasar.
Selain karena banyak yang bersumber dari luar termasuk impor, kenaikkan harga volatile foods, juga karena faktor permintaan.
“Sehubungan dengan hari besar keagamaan nasional (HBKBN),” ucap M San. Sedangkan faktor penyebab inflasi diantaranya pemulihan kinerja pariwisata. Perbaikan daya beli masyarakat. Tarif tiket pesawat dan harga pangan global, khususnya CPO, gandum dan kedele.
Terjait hal itu, sinergi dan koordinasi TPID senantiasa dilakukan untuk menjaga terkendalinya inflasi di Bali. Pemda bersama TPID di wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota secara aktif melakukan upaya pengendalian dilakukan di semua kabupaten/kota.
Dikatakan pengendalian tersebut dengan 4 K, yakni keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, komunikasi efektif dan kelancaran distribusi.
“Monitoring ketersediaan stok pada distributor utama. Peningkatan frekuensi pasar murah untuk komoditas bahan pokok dan hortikultura,” lanjut M San. Kemudian peningkatan peran Perumda dalam stabilitasi harga bahan pokok.
Kerjasama antar daerah (KAD) yang surplus dan defisit komoditas strategis, juga perlu ditingkatkan. Misalnya Bali bisa bekerjasama dengan Jatim dan NTB.
Bank Indonesia, kata M San, juga melakukan untuk pengembangan klaster UMKM untuk peningkatan produksi hortikultura. *K17
Tekanan inflasi di Bali Juni 2022 terutama bersumber dari kenaikkan harga kelompok volatile foods, khususnya komoditas hortikultura, yakni cabai, bawang , tomat, akibat penurunan hasil panen karena pengaruh cuaca.
Diperkirakan pada triwulan III kondisi akan membaik kembali. Sehingga pada akhir tahun 2022, inflasi terkendali. Deputi Direktur Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Provinsi Bali (KpwBI Bali) M. Setyawan Santoso atau M. San menyampaikan Kamis (28/7).
“Volatile foods kenapa tinggi, karena banyak yang sumber atau didatangkan dari luar Bali termasuk impor. Kalau dari luar Bali sudah tinggi, otomatis kenaikkan tinggi juga,” ujar M San, dalam konferensi pers pelaksanaan APBN di Provinsi Bali pada Semester I 2022 bertempat di Aula Kantor Direktorat Jenderal Pembendaharaan Provinsi Bali, Jalan Kesumatmaja, Niti Mandala, Denpasar.
Selain karena banyak yang bersumber dari luar termasuk impor, kenaikkan harga volatile foods, juga karena faktor permintaan.
“Sehubungan dengan hari besar keagamaan nasional (HBKBN),” ucap M San. Sedangkan faktor penyebab inflasi diantaranya pemulihan kinerja pariwisata. Perbaikan daya beli masyarakat. Tarif tiket pesawat dan harga pangan global, khususnya CPO, gandum dan kedele.
Terjait hal itu, sinergi dan koordinasi TPID senantiasa dilakukan untuk menjaga terkendalinya inflasi di Bali. Pemda bersama TPID di wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota secara aktif melakukan upaya pengendalian dilakukan di semua kabupaten/kota.
Dikatakan pengendalian tersebut dengan 4 K, yakni keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, komunikasi efektif dan kelancaran distribusi.
“Monitoring ketersediaan stok pada distributor utama. Peningkatan frekuensi pasar murah untuk komoditas bahan pokok dan hortikultura,” lanjut M San. Kemudian peningkatan peran Perumda dalam stabilitasi harga bahan pokok.
Kerjasama antar daerah (KAD) yang surplus dan defisit komoditas strategis, juga perlu ditingkatkan. Misalnya Bali bisa bekerjasama dengan Jatim dan NTB.
Bank Indonesia, kata M San, juga melakukan untuk pengembangan klaster UMKM untuk peningkatan produksi hortikultura. *K17
Komentar