Eka Wiryastuti Kembali Mengelak
Bersaksi untuk Terdakwa Dewa Wiratmaja di Pengadilan Tipikor Denpasar
Eka Wiryastuti juga menegaskan tidak pernah menerima laporan dari Dewa Wiratmaja soal pengurusan DID.
DENPASAR, NusaBali
Mantan Bupati Tabanan dua periode (2010-2015 dan 2016-2021), Ni Putu Eka Wiryastuti yang menjadi saksi mahkota untuk terdakwa I Dewa Nyoman Wiratmaja (mantan stafsus) kembali mengelak terlibat dalam pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Tabanan tahun anggaran 2018.
Dalam sidang yang digelar pada Selasa (2/8) malam, Eka Wiryastuti mengaku tidak pernah memerintahkan staf khususnya, Dewa Nyoman Wiratmaja, ke Jakarta untuk mengurus DID. “Tidak ada perintah,” kata Bupati perempuan pertama di Tabanan ini menjawab pertanyaan Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia juga mengaku tidak mengenal pejabat Kementrian Keuangan, Yaya Purnomo dan Rifa Surya. Eka Wiryastuti juga menegaskan tidak pernah menerima laporan dari Dewa Wiratmaja soal pengurusan DID tersebut. “Di luar sepengetahuan saya. Tidak ada disampaikan,” tegasnya saat dicecar jaksa.
Jaksa sempat memancing Eka Wiryastuti terkait DID Tabanan yang naik menjadi Rp 51 miliar. “Apakah wajar atau tidak perolehan DID Kabupaten Tabanan yang melonjak signifikan pada tahun anggaran 2018 menjadi Rp 51 miliar,” tanya jaksa KPK.
Eka Wiryastuti lalu memberikan jawaban diplomatis. “Saya tidak lihat wajar atau tidak wajar. Saya jadi bupati berusaha melakukan yang terbaik. Apa yang diarahkan pusat itu saya lakukan. Penuhi saja syaratnya. Apa yang jadi tolak ukur yang diperlukan, tinggal dipenuhi,” pungkasnya.
Eka Wiryastuti lalu menjelaskan kondisi keuangan Tabanan di 2017 yang disebutkan mengalami defisit. Dia menyebutkan, sebetulnya anggaran saat itu tidak defisit. Namun potensi defisit itu ada bila kebutuhan yang dianggarkan tidak terpenuhi. Karena itu, saat menjabat sebagai bupati, ia meminta agar ada restrukturisasi belanja daerah. “(Belanja daerah) dikurangi dan meningkatkan pendapatan. Ini dalam rancangan APBD diupayakan untuk terpenuhi,” katanya.
Menurutnya, potensi defisit saat itu terjadi akibat bertambahnya kebutuhan hibah dan tunjangan DPRD Tabanan.Upaya untuk mencegah potensi defisit itu kemudian dilakukan dengan memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan retribusi. “Untuk mengurangi beban belanja daerah,” sambungnya.
Ketika ditanya JPU soal upaya untuk memperoleh sumber pendapatan dari pemerintah pusat, ia menyebutkan bahwa dana-dana dari pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) telah diatur pengalokasiannya dan penggunaannya. “Yang urgent (penting) di dalam dulu. Bagaimana merancang keuangan daerah,” jelasnya. *rez
Dalam sidang yang digelar pada Selasa (2/8) malam, Eka Wiryastuti mengaku tidak pernah memerintahkan staf khususnya, Dewa Nyoman Wiratmaja, ke Jakarta untuk mengurus DID. “Tidak ada perintah,” kata Bupati perempuan pertama di Tabanan ini menjawab pertanyaan Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia juga mengaku tidak mengenal pejabat Kementrian Keuangan, Yaya Purnomo dan Rifa Surya. Eka Wiryastuti juga menegaskan tidak pernah menerima laporan dari Dewa Wiratmaja soal pengurusan DID tersebut. “Di luar sepengetahuan saya. Tidak ada disampaikan,” tegasnya saat dicecar jaksa.
Jaksa sempat memancing Eka Wiryastuti terkait DID Tabanan yang naik menjadi Rp 51 miliar. “Apakah wajar atau tidak perolehan DID Kabupaten Tabanan yang melonjak signifikan pada tahun anggaran 2018 menjadi Rp 51 miliar,” tanya jaksa KPK.
Eka Wiryastuti lalu memberikan jawaban diplomatis. “Saya tidak lihat wajar atau tidak wajar. Saya jadi bupati berusaha melakukan yang terbaik. Apa yang diarahkan pusat itu saya lakukan. Penuhi saja syaratnya. Apa yang jadi tolak ukur yang diperlukan, tinggal dipenuhi,” pungkasnya.
Eka Wiryastuti lalu menjelaskan kondisi keuangan Tabanan di 2017 yang disebutkan mengalami defisit. Dia menyebutkan, sebetulnya anggaran saat itu tidak defisit. Namun potensi defisit itu ada bila kebutuhan yang dianggarkan tidak terpenuhi. Karena itu, saat menjabat sebagai bupati, ia meminta agar ada restrukturisasi belanja daerah. “(Belanja daerah) dikurangi dan meningkatkan pendapatan. Ini dalam rancangan APBD diupayakan untuk terpenuhi,” katanya.
Menurutnya, potensi defisit saat itu terjadi akibat bertambahnya kebutuhan hibah dan tunjangan DPRD Tabanan.Upaya untuk mencegah potensi defisit itu kemudian dilakukan dengan memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan retribusi. “Untuk mengurangi beban belanja daerah,” sambungnya.
Ketika ditanya JPU soal upaya untuk memperoleh sumber pendapatan dari pemerintah pusat, ia menyebutkan bahwa dana-dana dari pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) telah diatur pengalokasiannya dan penggunaannya. “Yang urgent (penting) di dalam dulu. Bagaimana merancang keuangan daerah,” jelasnya. *rez
Komentar