Tergugah dari Munculnya Karang Agung, Desa Pakraman Ketewel Gelar Karya di Pura Catur Segara
Kemunculan pulau karang ini tak jauh dari posisi Pura Catur Segara.
GIANYAR, NusaBali
Warga Desa Pakraman Ketewel, Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar, menggelar upacara Karya Tawur Balik Sumpah, Mlaspas, Mendem Pedagingan, Ngenteg Linggih dan Padudusan Alit, Anggara Umanis Kuningan, Selasa (11/4). Karya digelar di Pura Catur Segara, Pantai/Banjar Manyar, Desa Ketewel.
Karya yang bertepatan dengan Purnama Kadasa itu menyusul selesainya pembangunan pura tersebut sejak dua tahun lalu. Pura ini dibangun setelah munculnya pulau karang yang disebut krama setempat, karang agung, di tengah laut setempat pada tahun 1980.
Ditemui di sela-sela upacara itu, Bendesa Desa Pakraman Ketewel I Wayan Gede Berata menjelaskan, seperti umumnya bagi umat Hindu, karya ini bertujuan untuk nunas karahayuan (mohon keselamatan) semesta raya kepada Ida Sanghyag Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini, manifestasi Tuhan sebagai Ida Hyang Baruna. Selain itu mohon kesucian semua palinggih pura beserta lingkungannya.
Ia menceritakan, keberadaan Pura Catur Segara di wilayah/Pantai Banjar Manyar, Desa Ketewel, tersebut. Pembangunan pura ini berlangsung sejak dua tahun lalu.
Lanjut Berata, tahun 1980, tepatnya pada Sukra/Jumat Paing Matal, mendadak muncul pulau karang di tengah laut, arah selatan Pantai Manyar. Kemunculan pulau karang ini tak jauh dari posisi Pura Catur Segara yang diupacarai ini. Krama dan para pamangku setempat menyebut pulau yang mengebohkan krama itu, karang agung (karang maha besar).
Posisi pulau karang itu sekitar 100 meter dari pura yang ada saat ini. Kata dia, kemunculan pulau karang membuat krama khususnya di Ketewel, benar-benar heboh. Hanya saja saat itu, lanjut Berata, tidak ada yang bisa memastikan berapa luas pulau karang itu. "Yang jelas, ketika air laut surut, tinggi pulau karang itu sampai lima meter," terangnya.
Lanjut Berata, bentuk karang agung menyerupai gunung dengan ketinggian yang mencolok di tengah laut. Oleh karena itu, krama di Ketewel menyebut meru mijil (palinggih beratap berundak- muncul). Hal itu karena bentuk karang itu mirip meru seperti di pura.
Prajuru desa kala itu, sempat nunas baos (meminta petunjuk) kepada orang pintar. Tujuannya, untuk memastikan pesan dan tanda niskala di balik kemunculan karang agung itu. Dari petunjuk tersebut, krama diminta membangun palinggih (bangunan suci). Berdasarkan petunjuk tersebut krama akhirnya membangun pura yang diupacarai ini.
Atas petunjuk itu dan diyakini krama, bahwa Karang Agung atau pulau karang tersebut adalah Prabwan (perwujudan) Ida Hyang Catur Wedana yang disebut Catur Segara. Tahun 1988, karang agung tersebut mendadak hilang karena digerus abrasi. ‘’Atas peristiwa itu, kami meyakini Ida Batara di Karang Agung telah kembali ke alam niskala,’’ jelas Beratha yang seorang guru SMP itu.
Karena tergerus abrasi secara terus-menerus kini yang tampak hanya sepotong karang yang terkadang muncul dan terkadang hilang karena pasang-surut air laut. Lanjut Berata, dua tahun lalu, krama mengadakan paruman (rapat), hingga disepakati menggunakan lahan warga untuk membangun Pura Catur Segara ini. Pura tersebut sebagai ganti dari kemunculan karang agung tersebut.
Kelian Sabha Desa Pakraman Ketewel I Made Bawa Astika menambahkan, karya tersebut diawali sejak Redite Umanis Warigadean, Minggu (12/3) dengan acara Ngaturang Pakeling. Ida Batara Masineb, Sukra Wage Kuningan, Jumat (14/4).
Karya tersebut dipuput Ida Pedanda Gede dari Griya Rangkan, Desa Ketewel. Pangempon Pura Catur Segara yakni krama Desa Pakraman Ketewel yang terdiri dari Banjar Puseh, Tengah, Pamesan, Kacagan, Keden, Kucupin, Pabean, Pasekan, Gumicik, Kubur, dan Banjar Manyar. *e
Karya yang bertepatan dengan Purnama Kadasa itu menyusul selesainya pembangunan pura tersebut sejak dua tahun lalu. Pura ini dibangun setelah munculnya pulau karang yang disebut krama setempat, karang agung, di tengah laut setempat pada tahun 1980.
Ditemui di sela-sela upacara itu, Bendesa Desa Pakraman Ketewel I Wayan Gede Berata menjelaskan, seperti umumnya bagi umat Hindu, karya ini bertujuan untuk nunas karahayuan (mohon keselamatan) semesta raya kepada Ida Sanghyag Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini, manifestasi Tuhan sebagai Ida Hyang Baruna. Selain itu mohon kesucian semua palinggih pura beserta lingkungannya.
Ia menceritakan, keberadaan Pura Catur Segara di wilayah/Pantai Banjar Manyar, Desa Ketewel, tersebut. Pembangunan pura ini berlangsung sejak dua tahun lalu.
Lanjut Berata, tahun 1980, tepatnya pada Sukra/Jumat Paing Matal, mendadak muncul pulau karang di tengah laut, arah selatan Pantai Manyar. Kemunculan pulau karang ini tak jauh dari posisi Pura Catur Segara yang diupacarai ini. Krama dan para pamangku setempat menyebut pulau yang mengebohkan krama itu, karang agung (karang maha besar).
Posisi pulau karang itu sekitar 100 meter dari pura yang ada saat ini. Kata dia, kemunculan pulau karang membuat krama khususnya di Ketewel, benar-benar heboh. Hanya saja saat itu, lanjut Berata, tidak ada yang bisa memastikan berapa luas pulau karang itu. "Yang jelas, ketika air laut surut, tinggi pulau karang itu sampai lima meter," terangnya.
Lanjut Berata, bentuk karang agung menyerupai gunung dengan ketinggian yang mencolok di tengah laut. Oleh karena itu, krama di Ketewel menyebut meru mijil (palinggih beratap berundak- muncul). Hal itu karena bentuk karang itu mirip meru seperti di pura.
Prajuru desa kala itu, sempat nunas baos (meminta petunjuk) kepada orang pintar. Tujuannya, untuk memastikan pesan dan tanda niskala di balik kemunculan karang agung itu. Dari petunjuk tersebut, krama diminta membangun palinggih (bangunan suci). Berdasarkan petunjuk tersebut krama akhirnya membangun pura yang diupacarai ini.
Atas petunjuk itu dan diyakini krama, bahwa Karang Agung atau pulau karang tersebut adalah Prabwan (perwujudan) Ida Hyang Catur Wedana yang disebut Catur Segara. Tahun 1988, karang agung tersebut mendadak hilang karena digerus abrasi. ‘’Atas peristiwa itu, kami meyakini Ida Batara di Karang Agung telah kembali ke alam niskala,’’ jelas Beratha yang seorang guru SMP itu.
Karena tergerus abrasi secara terus-menerus kini yang tampak hanya sepotong karang yang terkadang muncul dan terkadang hilang karena pasang-surut air laut. Lanjut Berata, dua tahun lalu, krama mengadakan paruman (rapat), hingga disepakati menggunakan lahan warga untuk membangun Pura Catur Segara ini. Pura tersebut sebagai ganti dari kemunculan karang agung tersebut.
Kelian Sabha Desa Pakraman Ketewel I Made Bawa Astika menambahkan, karya tersebut diawali sejak Redite Umanis Warigadean, Minggu (12/3) dengan acara Ngaturang Pakeling. Ida Batara Masineb, Sukra Wage Kuningan, Jumat (14/4).
Karya tersebut dipuput Ida Pedanda Gede dari Griya Rangkan, Desa Ketewel. Pangempon Pura Catur Segara yakni krama Desa Pakraman Ketewel yang terdiri dari Banjar Puseh, Tengah, Pamesan, Kacagan, Keden, Kucupin, Pabean, Pasekan, Gumicik, Kubur, dan Banjar Manyar. *e
Komentar