BBVet Sebut Banyak Faktor Tentukan Penularan PMK
Pasca Senator Australia Bicara Kotoran Sapi Bertebaran di Bali
DENPASAR, NusaBali
Senator Australia Pauline Hanson membuat pernyataan yang bikin gerah banyak pihak di Bali.
Pasalnya dia menyebut-nyebut banyak kotoran sapi bertebaran di jalanan Pulau Dewata yang bisa menjadi sumber penyebaran virus PMK ke Negeri Kanguru. Diketahui banyak turis Australia yang kini menghabiskan liburan ke Bali.
Meskipun Pemerintah Bali mengelak banyak kotoran sapi di jalanan Bali, namun bagaimana sebenarnya kemungkinan penyebaran virus PMK apabila kebetulan terinjak oleh manusia (memakai sepatu) dan selanjutnya bermobilitas hingga jauh ke luar negeri? Kepala BBVet Denpasar drh I Ketut Wirata MSi, menjelaskan ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran virus PMK secara mekanik (melalui pakaian, peralatan, sepatu, dan lainnya).
"Kemampuan penularan dan penyebaran virus PMK secara mekanik (pakaian, peralatan, sepatu, dan lain-lain) yang terkontaminasi virus PMK melalui kotoran, saliva (liur), dan lain-lain, sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembapan, sinar matahari, bahan yang bersifat disinfektan, dan lain-lain," terang Wirata, Senin (8/8).
Dengan kata lain, misalnya seseorang yang sempat menginjak kotoran sapi yang terinfeksi virus PMK tidak bisa dipastikan apakah alas kaki orang tersebut terdapat virus aktif yang menempel. Karena sejumlah faktor tadi, virus yang sebelumnya menempel bisa jadi sudah tidak aktif (mati) sehingga tidak mungkin mengakibatkan PMK.
Selama faktor-faktor preservasi (suhu, kelembaban, dan lainnya) tidak mendukung virus untuk bertahan, maka virus tidak akan aktif dan kondisi tersebut tidak akan mampu menyebarkan penyakit. Sebaliknya, jika kondisi lingkungan justru ideal bagi virus untuk bertahan hidup lebih lama, maka akan berpotensi menyebar ke tempat-tempat yang dikunjungi orang yang bersentuhan dengan kotoran sapi PMK sebelumnya.
"Artinya, sepatu atau pakaian yang sempat terkontaminasi oleh media pembawa virus tidak serta merta mampu membawa virus dalam keadaan aktif dan mampu menularkan," ungkap pejabat asal Desa Macang, Kecamatan Bebandem, Karangasem. PMK sendiri diakibatkan oleh virus RNA yang masuk ke dalam genus Apthovirus famili Picornaviridae. Dengan masa inkubasi 1-14 hari, virus ini dapat bertahan lama pada lingkungan.
"Penjelasannya agak kompleks kalau kita berbicara tentang material biologi, yang perlu kondisi tertentu untuk tidak mengalami degradasi," sambung mantan Kabid Pelayanan Veteriner BBVet Denpasar ini. Terkait sudah zero case-nya Bali dari PMK, drh Wirata mengingatkan masyarakat untuk tidak lengah.
Seluruh pihak diharapkan tetap awas memperhatikan setiap gejala yang menunjukkan ciri-ciri PMK pada ternak pembawa. Dan segera melaporkan kepada pihak terkait apabila menemukan gejala mencurigakan.
Zero case yang terjadi saat ini hendaknya dilihat dalam artian tidak ada ternak sakit yang masih hidup. Karena bisa saja masih terdapat ternak yang terkena PMK namun belum menunjukkan gejala dan belum dilaporkan. "Masalah apakah masih ada atau tidak hewan sakit di lapangan, tergantung sensitivitas surveilans atau pengamatan kasus atau case finding yang dilakukan oleh teman-teman dinas (pertanian atau yang membidangi)," ucap Wirata yang dilantik menjadi Kepala BBVet Denpasar pada 6 April 2022 lalu.
Sesuai laporan kasus, bahwa setiap laporan kasus (hewan sakit) sudah ditindaklanjuti dengan pemotongan bersyarat. Kata drh Wirata, apabila di kemudian hari, seandainya ditemukan lagi kasus di lapangan maka tindakan yang sama (potong bersyarat) harus tetap ditetapkan. Seperti diberitakan sebelumnya Senator Australia Pauline Hanson menyebut banyak kotoran sapi bertebaran di jalanan Bali yang bisa menjadi sumber penyebaran virus PMK hingga ke Negeri Kangguru yang dibawa turis yang sedang berlibur ke Bali.
Pejabat Bali hingga Pemerintah Pusat pun ramai-ramai menyebut pernyataan tersebut tanpa dasar. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada, misalnya menyebut petani atau peternak di Bali, tidak ada yang melepasliarkan hewan ternak sapi. Rata-rata sudah memiliki kandang. "Itu sudah ada Perdanya, Perda No 8 Tahun 2019," jelas Sunada. Di samping itu Kadis juga menyebut PMK di Bali sudah zero case semenjak 24 Juli 2022. Sementara vaksinasi ternak sapi terkait pencegahan PMK juga terus dilakukan. *cr78
Meskipun Pemerintah Bali mengelak banyak kotoran sapi di jalanan Bali, namun bagaimana sebenarnya kemungkinan penyebaran virus PMK apabila kebetulan terinjak oleh manusia (memakai sepatu) dan selanjutnya bermobilitas hingga jauh ke luar negeri? Kepala BBVet Denpasar drh I Ketut Wirata MSi, menjelaskan ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran virus PMK secara mekanik (melalui pakaian, peralatan, sepatu, dan lainnya).
"Kemampuan penularan dan penyebaran virus PMK secara mekanik (pakaian, peralatan, sepatu, dan lain-lain) yang terkontaminasi virus PMK melalui kotoran, saliva (liur), dan lain-lain, sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembapan, sinar matahari, bahan yang bersifat disinfektan, dan lain-lain," terang Wirata, Senin (8/8).
Dengan kata lain, misalnya seseorang yang sempat menginjak kotoran sapi yang terinfeksi virus PMK tidak bisa dipastikan apakah alas kaki orang tersebut terdapat virus aktif yang menempel. Karena sejumlah faktor tadi, virus yang sebelumnya menempel bisa jadi sudah tidak aktif (mati) sehingga tidak mungkin mengakibatkan PMK.
Selama faktor-faktor preservasi (suhu, kelembaban, dan lainnya) tidak mendukung virus untuk bertahan, maka virus tidak akan aktif dan kondisi tersebut tidak akan mampu menyebarkan penyakit. Sebaliknya, jika kondisi lingkungan justru ideal bagi virus untuk bertahan hidup lebih lama, maka akan berpotensi menyebar ke tempat-tempat yang dikunjungi orang yang bersentuhan dengan kotoran sapi PMK sebelumnya.
"Artinya, sepatu atau pakaian yang sempat terkontaminasi oleh media pembawa virus tidak serta merta mampu membawa virus dalam keadaan aktif dan mampu menularkan," ungkap pejabat asal Desa Macang, Kecamatan Bebandem, Karangasem. PMK sendiri diakibatkan oleh virus RNA yang masuk ke dalam genus Apthovirus famili Picornaviridae. Dengan masa inkubasi 1-14 hari, virus ini dapat bertahan lama pada lingkungan.
"Penjelasannya agak kompleks kalau kita berbicara tentang material biologi, yang perlu kondisi tertentu untuk tidak mengalami degradasi," sambung mantan Kabid Pelayanan Veteriner BBVet Denpasar ini. Terkait sudah zero case-nya Bali dari PMK, drh Wirata mengingatkan masyarakat untuk tidak lengah.
Seluruh pihak diharapkan tetap awas memperhatikan setiap gejala yang menunjukkan ciri-ciri PMK pada ternak pembawa. Dan segera melaporkan kepada pihak terkait apabila menemukan gejala mencurigakan.
Zero case yang terjadi saat ini hendaknya dilihat dalam artian tidak ada ternak sakit yang masih hidup. Karena bisa saja masih terdapat ternak yang terkena PMK namun belum menunjukkan gejala dan belum dilaporkan. "Masalah apakah masih ada atau tidak hewan sakit di lapangan, tergantung sensitivitas surveilans atau pengamatan kasus atau case finding yang dilakukan oleh teman-teman dinas (pertanian atau yang membidangi)," ucap Wirata yang dilantik menjadi Kepala BBVet Denpasar pada 6 April 2022 lalu.
Sesuai laporan kasus, bahwa setiap laporan kasus (hewan sakit) sudah ditindaklanjuti dengan pemotongan bersyarat. Kata drh Wirata, apabila di kemudian hari, seandainya ditemukan lagi kasus di lapangan maka tindakan yang sama (potong bersyarat) harus tetap ditetapkan. Seperti diberitakan sebelumnya Senator Australia Pauline Hanson menyebut banyak kotoran sapi bertebaran di jalanan Bali yang bisa menjadi sumber penyebaran virus PMK hingga ke Negeri Kangguru yang dibawa turis yang sedang berlibur ke Bali.
Pejabat Bali hingga Pemerintah Pusat pun ramai-ramai menyebut pernyataan tersebut tanpa dasar. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada, misalnya menyebut petani atau peternak di Bali, tidak ada yang melepasliarkan hewan ternak sapi. Rata-rata sudah memiliki kandang. "Itu sudah ada Perdanya, Perda No 8 Tahun 2019," jelas Sunada. Di samping itu Kadis juga menyebut PMK di Bali sudah zero case semenjak 24 Juli 2022. Sementara vaksinasi ternak sapi terkait pencegahan PMK juga terus dilakukan. *cr78
1
Komentar