MUTIARA WEDA : Sanggama dan Spiritual
Pada saat memulai penyatuan seksual, jaga perhatian agar tetap pada panas di awal, dan teruskan seperti itu, hilangkan bara akhir.
Sakti sangama samksubdha saktyāvesā vasānikam
yatsukham brahmatatvasya tatsukham svākavya mucchyate
(Vijnana Bhairava Tantra, 69)
Tantra adalah sebuah ajaran yang memberikan ruang dimana hubungan seksual tidak hanya sekadar pelepasan syahwat, melainkan bisa menjadi teknik spiritual. Inilah alasan mengapa Tantra sering ditentang dan bahkan dianggap ajaran yang menyesatkan. Dalam ajaran spiritual yang telah mapan dan diterima di masyarakat, seperti vairagya, yang berarti telah melepaskan seluruh kepemilikan dan keinginan, ajaran Tantra menjadi sesuatu yang berkebalikan. Diajarkan bahwa sepanjang nafsu masih bercokol di badan, kebebasan adalah sesuatu yang mustahil. Melenyapkan nafsu tersebut sampai ke akar-akarnya adalah satu-satunya penyelesaian. Hal inilah yang melahirkan budaya tabu terhadap seks dan seksualitas di masyarakat. Jika seks diberikan ruang bebas, maka Tantra akan menjadi alasan bagi mereka untuk hedonis.
Terlepas dari pro dan kontra itu, Tantra sendiri memberikan penjelasan yang bisa diperhitungkan. Menurut tantra, manusia lahir oleh karena seks, sehingga pondasi yang membangun manusia itu adalah seks. Inilah mengapa hampir setiap orang hankering terhadap seks. Secara natural, seks telah menjadi bagian integral di dalam tubuh, sehingga semakin hal itu ditutupi, pikiran kita akan semakin seksual. Pikiran yang porno lahir sebagai akibat adanya pengekangan terhadapnya. Justru ketika seks itu diberikan ruang, pikiran orang akan berkurang seksualnya.
Sekadar memberikan kebebasan bagi seks juga bukan akhir dari harapan Tantra. Yang diharapkan oleh Tantra adalah bagaimana pikiran orang agar sepenuhnya terbebas dari seksual atau disebut dengan brahmachaya. Brahmacari di sini bukan berarti hanya sekadar berpantang berhubungan kelamin dengan lawan jenis, melainkan, lebih dari itu adalah bagaimana pikiran itu sendiri terbebas sepenuhnya dari sexual thought. Bagaimana caranya? Jadikan tindakan seks itu sebagai teknik spiritual. Seperti halnya contoh teks Vijnana Bhairava Tantra di atas. Dikatakan bahwa pada saat berhubungan seksual, jaga agar baranya tetap seperti di awal dan hilangkan tentang akhirnya. Ini adalah teknik bagaimana seks sebagai pendakian spiritual. Oleh karena itu, seks tidak hanya sekadar alat, melainkan akhir itu sendiri.
Osho menjelaskan dengan sangat baik mengenai apa yang terjadi ketika dua orang menyatu dalam hubungan seksual. Saat hubungan seksual, tiga figur geometris terlahir. Inilah analisis tantrik terhadap seks. Figur tersebut adalah segi empat, segi tiga, dan lingkaran. Secara umum, ketika seseorang berada dalam tindakan seks, mereka sebenarnya bukan dua, melainkan empat orang. Ini adalah segi empat, dimana sudutnya berjumlah empat. Mengapa demikian? Karena kita biasanya membagi diri menjadi dua, yakni sudut pikiran dan sudut rasa. Begitu juga yang kita ajak berhubungan juga terbagi menjadi dua. Saat kita berhubungan seksual, bukan dua orang disana, melainkan empat. Ini bukan sesuatu yang intim, melainkan kerumunan. Jika kerumunan bertemu, maka tidak mungkin ada pertemuan yang dalam, tidak mungkin ada communion. Bagian terdalam dari diri kita tersembunyi. Pertemuan tersebut hanya pertemuan dua kepala, bukan dua hati. Itu tipe hubungan pertama, segi empat.
Tipe kedua adalah segi tiga. Kita ada dua, dua sudut sebagai dasar. Pada kondisi tertentu hubungan tersebut menyatu, kita menyatu dengan orang yang diajak berhubungan. Dalam keadaan tertentu, rasa dua badan itu menghilang dan merasa ada kesatuan. Hubungan ini tentu lebih baik ketimbang hubungan pertama. Hubungan tipe segi tiga ini akan memberikan vitalitas dan kesehatan. Kita akan dibuat menjadi lebih muda dan lebih hidup.
Tipe yang paling ideal adalah lingkaran. Disini tidak ada lagi sudut. Inilah sebenarnya hubungan seks dalam Tantra. Perjumpaan atau penyatuan tidak sementara. Tidak ada waktu di dalamnya. Menurut Osho, hal ini terjadi hanya ketika kita tidak tergesa-gesa ejakulasi. Teknik di atas mengajarkan agar jangan memikirkan tentang akhir, melainkan selalu berada di awal. Menikmati proses hubungan tersebut akan membawa pikiran berada pada saat ini. Tetap seperti di awal dan melupakan tentang ke depan atau mengakhirinya dengan ejakulasi. Masalahnya bagaimana agar kita tetap terasa hangat dan betul-betul menikmati prosesnya serta melupakan yang lainnya? Itu terjadi hanya ketika ada cinta di antaranya. Jika kita berhubungan seks tanpa dasar cinta, maka hubungan tersebut hanya sekadar pelampiasan nafsu, dan akan dilaksanakan secara tergesa-gesa, sebab segera ingin mencapai puncaknya. Demikian sebaliknya, hubungan seks yang berdasarkan atas cinta, organ seks itu betul-betul menyatu, semakin dalam terjadi penyatuan, communion.
Dalam kondisi ini tidak ada energi sedikit pun yang hilang, sebab hubungan itu siklik, tidak ada pintu bagi terlepasnya energi. Hubungan ini menjadi kesadaran kosmik.
yatsukham brahmatatvasya tatsukham svākavya mucchyate
(Vijnana Bhairava Tantra, 69)
Tantra adalah sebuah ajaran yang memberikan ruang dimana hubungan seksual tidak hanya sekadar pelepasan syahwat, melainkan bisa menjadi teknik spiritual. Inilah alasan mengapa Tantra sering ditentang dan bahkan dianggap ajaran yang menyesatkan. Dalam ajaran spiritual yang telah mapan dan diterima di masyarakat, seperti vairagya, yang berarti telah melepaskan seluruh kepemilikan dan keinginan, ajaran Tantra menjadi sesuatu yang berkebalikan. Diajarkan bahwa sepanjang nafsu masih bercokol di badan, kebebasan adalah sesuatu yang mustahil. Melenyapkan nafsu tersebut sampai ke akar-akarnya adalah satu-satunya penyelesaian. Hal inilah yang melahirkan budaya tabu terhadap seks dan seksualitas di masyarakat. Jika seks diberikan ruang bebas, maka Tantra akan menjadi alasan bagi mereka untuk hedonis.
Terlepas dari pro dan kontra itu, Tantra sendiri memberikan penjelasan yang bisa diperhitungkan. Menurut tantra, manusia lahir oleh karena seks, sehingga pondasi yang membangun manusia itu adalah seks. Inilah mengapa hampir setiap orang hankering terhadap seks. Secara natural, seks telah menjadi bagian integral di dalam tubuh, sehingga semakin hal itu ditutupi, pikiran kita akan semakin seksual. Pikiran yang porno lahir sebagai akibat adanya pengekangan terhadapnya. Justru ketika seks itu diberikan ruang, pikiran orang akan berkurang seksualnya.
Sekadar memberikan kebebasan bagi seks juga bukan akhir dari harapan Tantra. Yang diharapkan oleh Tantra adalah bagaimana pikiran orang agar sepenuhnya terbebas dari seksual atau disebut dengan brahmachaya. Brahmacari di sini bukan berarti hanya sekadar berpantang berhubungan kelamin dengan lawan jenis, melainkan, lebih dari itu adalah bagaimana pikiran itu sendiri terbebas sepenuhnya dari sexual thought. Bagaimana caranya? Jadikan tindakan seks itu sebagai teknik spiritual. Seperti halnya contoh teks Vijnana Bhairava Tantra di atas. Dikatakan bahwa pada saat berhubungan seksual, jaga agar baranya tetap seperti di awal dan hilangkan tentang akhirnya. Ini adalah teknik bagaimana seks sebagai pendakian spiritual. Oleh karena itu, seks tidak hanya sekadar alat, melainkan akhir itu sendiri.
Osho menjelaskan dengan sangat baik mengenai apa yang terjadi ketika dua orang menyatu dalam hubungan seksual. Saat hubungan seksual, tiga figur geometris terlahir. Inilah analisis tantrik terhadap seks. Figur tersebut adalah segi empat, segi tiga, dan lingkaran. Secara umum, ketika seseorang berada dalam tindakan seks, mereka sebenarnya bukan dua, melainkan empat orang. Ini adalah segi empat, dimana sudutnya berjumlah empat. Mengapa demikian? Karena kita biasanya membagi diri menjadi dua, yakni sudut pikiran dan sudut rasa. Begitu juga yang kita ajak berhubungan juga terbagi menjadi dua. Saat kita berhubungan seksual, bukan dua orang disana, melainkan empat. Ini bukan sesuatu yang intim, melainkan kerumunan. Jika kerumunan bertemu, maka tidak mungkin ada pertemuan yang dalam, tidak mungkin ada communion. Bagian terdalam dari diri kita tersembunyi. Pertemuan tersebut hanya pertemuan dua kepala, bukan dua hati. Itu tipe hubungan pertama, segi empat.
Tipe kedua adalah segi tiga. Kita ada dua, dua sudut sebagai dasar. Pada kondisi tertentu hubungan tersebut menyatu, kita menyatu dengan orang yang diajak berhubungan. Dalam keadaan tertentu, rasa dua badan itu menghilang dan merasa ada kesatuan. Hubungan ini tentu lebih baik ketimbang hubungan pertama. Hubungan tipe segi tiga ini akan memberikan vitalitas dan kesehatan. Kita akan dibuat menjadi lebih muda dan lebih hidup.
Tipe yang paling ideal adalah lingkaran. Disini tidak ada lagi sudut. Inilah sebenarnya hubungan seks dalam Tantra. Perjumpaan atau penyatuan tidak sementara. Tidak ada waktu di dalamnya. Menurut Osho, hal ini terjadi hanya ketika kita tidak tergesa-gesa ejakulasi. Teknik di atas mengajarkan agar jangan memikirkan tentang akhir, melainkan selalu berada di awal. Menikmati proses hubungan tersebut akan membawa pikiran berada pada saat ini. Tetap seperti di awal dan melupakan tentang ke depan atau mengakhirinya dengan ejakulasi. Masalahnya bagaimana agar kita tetap terasa hangat dan betul-betul menikmati prosesnya serta melupakan yang lainnya? Itu terjadi hanya ketika ada cinta di antaranya. Jika kita berhubungan seks tanpa dasar cinta, maka hubungan tersebut hanya sekadar pelampiasan nafsu, dan akan dilaksanakan secara tergesa-gesa, sebab segera ingin mencapai puncaknya. Demikian sebaliknya, hubungan seks yang berdasarkan atas cinta, organ seks itu betul-betul menyatu, semakin dalam terjadi penyatuan, communion.
Dalam kondisi ini tidak ada energi sedikit pun yang hilang, sebab hubungan itu siklik, tidak ada pintu bagi terlepasnya energi. Hubungan ini menjadi kesadaran kosmik.
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Dosen Fak. Brahma Widya, IHDN Denpasar
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Dosen Fak. Brahma Widya, IHDN Denpasar
1
Komentar