ODGJ Dipulangkan dari RSJ, Keluarga Khawatir
Sebanyak enam orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) asal Tabanan dipulangkan dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali di Kabupaten Bangli, Rabu (12/4).
TABANAN, NusaBali
Mereka dipulangkan karena kondisinya sudah dianggap pulih. Pihak keluarga bukannya menyambut sumringah kepulangan ODGJ ini, sebaliknya khawatir mereka akan kumat dan mengamuk di rumah.
Kekhawatiran itu disampaikan Ni Wayan Rani, 35, warga Banjar Balu, Desa Abiantuwung, Kecamatan Kediri, Tabanan yang jemput iparnya, I Nengah Buana di kantor Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tabanan. Rani menuturkan, Buana mengalami gangguan kejiwaan sejak 10 tahun lalu dan sudah 4 kali dirawat di RSJ Bangli. “Jika sakitnya kumat, sering mengamuk dan memukul orang. Saya dan keluarga lainnya sering dipukul,” aku Rani. Rani dan keluarga akan mengantisipasi agar Buana tidak kambuh dengan teratur berikan obat.
Sementara pasien RSJ Bangli yang baru dipulangkan, Desak Putu Riska Yulistiana Dewi, 24, mengaku menjalani perawatan selama 3 bulan. Warga Desa Kebon Padangan, Kecamatan Pupuan ini mengaku senang diperbolehkan pulang dari RSJ Bangli. Selama di RSJ, ia mengaku teratur mendapatkan makanan hingga dilatih membuat canang. “Perawat mengajari saya buat canang,” jelasnya. Selain dilatih buat canang, pasien lainnya dilatih buat batako. Saat di rumah nanti, ia akan buat canang untuk dijual.
Sedangkan Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Tabanan, Driana Rika Rona menjelaskan enam ODGJ yang dipulangkan ini dinyatakan sudah sembuh 80 persen. “Mereka yang dipulangkan ini sudah mampu mengingat dirinya,” jelas Rika Rona. Ia berpesan kepada pihak keluarga untuk memberikan obat secara rutin, tepat, dan benar. Jika obatnya habis agar segera mencari ke Puskesmas terdekat. “Rutin saja minum obat dan perlakukan mereka dalam keadaan tenang,” saran Rika Rona.
Sebelumnya, psikiater BRSUD Tabanan, dr I Gusti Ngurah Bagus Mahayasa SpKj mengingatkan pihak keluarga agar memberikan obat berkesinambungan pada penderita ODGJ. Sebab putus obat memicu emosi dan perasaan ODGJ terganggu sehingga sakitnya kambuh dan mengamuk. dr Mahayasa juga meminta sebaran obat untuk ODGJ diperluas hingga puskesmas dan puskesmas pembantu. Sebab jarak tempuh yang jauh dari tempat tinggal ODGJ ke BRSUD Tabanan memicu keluarga malas cari obat sehingga terjadi putus obat.
dr Mahayasa mengatakan, ada pandangan keliru di masyarakat terkait ODGJ yang keluar dari RSJ. Mereka disamakan dengan penderita sakit biasa yang pulang dari rumah sakit umum dengan status sudah sembuh. Pandangan keliru inilah memicu ODGJ kembali ngamuk lantaran mereka putus obat. “Penderita ODGJ harus mendapat obat berkesinambungan. Putus obat membuat mereka kambuh dan mengamuk,” jelas dr Mahayasa saat menjadi narasumber bimbingan teknis (bintek) penanganan disabilitas ODGJ di Kantor Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan, Selasa (14/3). * d
Mereka dipulangkan karena kondisinya sudah dianggap pulih. Pihak keluarga bukannya menyambut sumringah kepulangan ODGJ ini, sebaliknya khawatir mereka akan kumat dan mengamuk di rumah.
Kekhawatiran itu disampaikan Ni Wayan Rani, 35, warga Banjar Balu, Desa Abiantuwung, Kecamatan Kediri, Tabanan yang jemput iparnya, I Nengah Buana di kantor Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tabanan. Rani menuturkan, Buana mengalami gangguan kejiwaan sejak 10 tahun lalu dan sudah 4 kali dirawat di RSJ Bangli. “Jika sakitnya kumat, sering mengamuk dan memukul orang. Saya dan keluarga lainnya sering dipukul,” aku Rani. Rani dan keluarga akan mengantisipasi agar Buana tidak kambuh dengan teratur berikan obat.
Sementara pasien RSJ Bangli yang baru dipulangkan, Desak Putu Riska Yulistiana Dewi, 24, mengaku menjalani perawatan selama 3 bulan. Warga Desa Kebon Padangan, Kecamatan Pupuan ini mengaku senang diperbolehkan pulang dari RSJ Bangli. Selama di RSJ, ia mengaku teratur mendapatkan makanan hingga dilatih membuat canang. “Perawat mengajari saya buat canang,” jelasnya. Selain dilatih buat canang, pasien lainnya dilatih buat batako. Saat di rumah nanti, ia akan buat canang untuk dijual.
Sedangkan Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Tabanan, Driana Rika Rona menjelaskan enam ODGJ yang dipulangkan ini dinyatakan sudah sembuh 80 persen. “Mereka yang dipulangkan ini sudah mampu mengingat dirinya,” jelas Rika Rona. Ia berpesan kepada pihak keluarga untuk memberikan obat secara rutin, tepat, dan benar. Jika obatnya habis agar segera mencari ke Puskesmas terdekat. “Rutin saja minum obat dan perlakukan mereka dalam keadaan tenang,” saran Rika Rona.
Sebelumnya, psikiater BRSUD Tabanan, dr I Gusti Ngurah Bagus Mahayasa SpKj mengingatkan pihak keluarga agar memberikan obat berkesinambungan pada penderita ODGJ. Sebab putus obat memicu emosi dan perasaan ODGJ terganggu sehingga sakitnya kambuh dan mengamuk. dr Mahayasa juga meminta sebaran obat untuk ODGJ diperluas hingga puskesmas dan puskesmas pembantu. Sebab jarak tempuh yang jauh dari tempat tinggal ODGJ ke BRSUD Tabanan memicu keluarga malas cari obat sehingga terjadi putus obat.
dr Mahayasa mengatakan, ada pandangan keliru di masyarakat terkait ODGJ yang keluar dari RSJ. Mereka disamakan dengan penderita sakit biasa yang pulang dari rumah sakit umum dengan status sudah sembuh. Pandangan keliru inilah memicu ODGJ kembali ngamuk lantaran mereka putus obat. “Penderita ODGJ harus mendapat obat berkesinambungan. Putus obat membuat mereka kambuh dan mengamuk,” jelas dr Mahayasa saat menjadi narasumber bimbingan teknis (bintek) penanganan disabilitas ODGJ di Kantor Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan, Selasa (14/3). * d
Komentar