Eka Wiryastuti Dituntut 4 Tahun Penjara
DENPASAR, NusaBali.com - Mantan Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti, dituntut hukuman 4 tahun penjara dalam kasus suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Tabanan tahun anggaran 2018 di Pengadilan Tipikor Denpasar pada Kamis (11/8/2022).
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mencabut hak politik Bupati Tabanan periode 2010-2015 dan 2016-2021, selama lima tahun.
Tuntutan berat itu masih ditambah dengan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp 110 juta subsider tiga bulan kurungan. “Perbuatan Eka Wiryastuti terbukti dalam dakwaan alternatif pertama melanggar pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi beserta perubahan dan penambahannya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP,” ujar jaksa KPK, Luki Dwi Nugroho dkk saat membacakan tuntutan selama 2,5 jam mulai pukul 16.00 Wita hingga 18.30 Wita.
Tuntutan juga dibacakan untuk terdakwa I Dewa Nyoman Wiratmaja, staf khusus Eka Wiryastuti. Jaksa KPK menuntut Dewa Wiratmaja dengan pasal yang sama dengan Eka Wiryastuti.
Foto: Mantan staf ahli I Dewa Nyoman Wiratmaja dituntut oleh JPU 3,5 tahun kurungan dalam kasus suap DID Kabupaten Tabanan di Pengadilan Tipikor Denpasar. -YUDA
Namun mantan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana lebih beruntung karena dituntut lebih ringan yaitu 3,5 tahun penjara. Dewa Wiratmaja yang masih sepupu Eka Wiryastuti ini juga dituntut pidana tambahan berupa denda Rp 110 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Dalam tuntutan, jaksa menguraikan peran bupati perempuan pertama di Tabanan ini. Disebutkan, Eka Wiryastuti dalam kapasitasnya sebagai bupati telah memerintahkan staf khususnya, Dewa Nyoman Wiratmaja (terdakwa dalam berkas terpisah), untuk menyerahkan gratifikasi atau suap terkait pengurusan DID Tabanan 2018 untuk menutupi defisit anggaran.
Suap yang diistilahkan dengan uang adat istiadat itu diserahkan terdakwa Dewa Wiratmaja kepada dua mantan pegawai Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo dan Rifa Surya, sebesar Rp 600 juta dan USD 55.300 secara bertahap pada 24 Agustus 2017, awal November 2017, dan 27 Desember 2017.
"Ini dikuatkan keterangan saksi Dewa Wiratmaja saat bertemu dengan saksi Yaya Purnomo. Bahwa saksi Dewa Wiratmaja mengatakan saya tidak bisa memutuskan langsung karena bukan kewenangan saya," ujar jaksa KPK.
Menanggapi tuntutan, penasihat hukum Eka Wiryastuti I Gede Wija dkk meminta waktu untuk menyiapkan pembelaan (pledoi). Ditemui usai sidang, Gede Wija JPU hanya menyimpulkan mens rea (niat jahat) ada di pihak Eka Wiryastuti. "Perlu diingat dari keterangan saksi ahli bahwa mens rea itu akan menjadi suatu perbuatan pidana apabila ada perbuatan,"ujar I Gede Wija Kusuma.
Menurutnya, Eka Wiryastuti tidak mengenal pejabat Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo dan Rifa Surya yang disebut Dewa Wiratmaja sebagai penerima uang. "Kalau penyuapan harus ada interaksi antara yang disuap dengan yang disuap. Dari persidangan, yang aktif menyuap itu kan Dewa (Dewa Wiratmaja). Dari tuntutan ini, KPK mendalilkan Eka sebagai otak dan Dewa sebagai pelaku," bebernya.
Disinggung adanya tuntutan tambahan berupa pencabutan hak politik, I Gede Wija Kusuma menilai Jaksa KPK mengada-ada. "Menurut kami itu terlalu mengada-ada karena ini perkara suap. Nanti kami siapkan pledoi (pembelaan) pada Selasa (16/8/2022) depan," pungkas pengacara senior ini. *rez
Komentar