Kasus Perusakan dan Pembakaran Rumah di Julah
Penyidikan Dihentikan, Tersangka Dibebaskan
Kasus tersebut dinilai memenuhi persyaratan untuk diselesaikan dengan pola restorative justice. Di antaranya, musyawarah mufakat dan ganti rugi kepada korban.
SINGARAJA, NusaBali
Polres Buleleng memutuskan menghentikan proses penyidikan kasus perusakan dan pembakaran rumah milik Sahrudin, 26, di Banjar Dinas Batu Gambir, Desa Julah, Kecamatan Tejakula, Buleleng.
Perkara tersebut telah diselesaikan dengan skema restorative justice antara korban dengan para pelaku. Dengan dihentikannya penyidikan kasus ini, sembilan orang krama Desa Adat Julah yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dibebaskan.
Kasi Humas Polres Buleleng, AKP Gede Sumarjaya mengatakan, penghentian penyidikan kasus perusakan dan pembakaran rumah tersebut telah dituangkan dalam Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Polres Buleleng dengan dasar restorative justice.
Menurut AKP Sumarjaya, korban dan para pelaku sepakat menyelesaikan perkara itu dengan musyawarah mufakat. "Kasus sudah dihentikan penyidikannya, ada SP3. Ada penyelesaian musyawarah mufakat dan ganti rugi yang diberikan pelaku kepada korban. Sehingga penyidik menghentikan kasus ini. Begitu dilakukan perdamaian, tersangka ditangguhkan penahanannya dan sudah dikeluarkan dari tahanan (dibebaskan)," jelas AKP Sumarjaya, Senin (16/8) siang.
Sembilan orang tersangka yang sebelumnya ditahan di Rutan Mapolres Buleleng, dibebaskan pada 7 Juli lalu begitu dikeluarkannya SP3. Mereka adalah Kelian Desa Adat Julah I Ketut Sidemen, 68, Bendahara Desa Adat Julah Ketut Sada, 44, serta 7 krama Desa Adat Julah yakni I Ketut Suparta,33, I Nyoman Karianga, 77, Wayan Putrayana, 21, I Wayan Sindiya, 33, I Komang Suadnyana, 43, I Nyoman Sutirta, 38, dan I Wayan Jana, 57.
AKP Sumarjaya menilai, kasus tersebut memenuhi sejumlah persyaratan untuk diselesaikan dengan pola restorative justice. Di antaranya, telah dilakukan musyawarah mufakat dan adanya ganti rugi kepada korban dengan kesepakatan yang dilakukan kedua belah pihak. Pihaknya juga menganggap kejadian tersebut tidak mengganggu situasi keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Kasus ini juga sifatnya antara orang per orang, bukan antar kelompok. Sehingga situasi Desa Julah kondusif. Jadi (upaya restorative justice) bisa dilakukan. Restorative justice ini melibatkan korban dengan pelaku, desa adat, pemerintah desa, serta tokoh masyarakat," ungkap AKP Sumarjaya.
AKP Sumarjaya pun mempersilakan kuasa hukum korban yang berencana menggugat penghentian penyidikannya tersebut lantaran dinilai cacat yuridis dan tak menerapkan azaz keberimbangan. "Silakan saja, yang digugat SP3-nya. Penyelesaian penyidikan apakah sah atau tidak," tutupnya. *mz
Perkara tersebut telah diselesaikan dengan skema restorative justice antara korban dengan para pelaku. Dengan dihentikannya penyidikan kasus ini, sembilan orang krama Desa Adat Julah yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dibebaskan.
Kasi Humas Polres Buleleng, AKP Gede Sumarjaya mengatakan, penghentian penyidikan kasus perusakan dan pembakaran rumah tersebut telah dituangkan dalam Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Polres Buleleng dengan dasar restorative justice.
Menurut AKP Sumarjaya, korban dan para pelaku sepakat menyelesaikan perkara itu dengan musyawarah mufakat. "Kasus sudah dihentikan penyidikannya, ada SP3. Ada penyelesaian musyawarah mufakat dan ganti rugi yang diberikan pelaku kepada korban. Sehingga penyidik menghentikan kasus ini. Begitu dilakukan perdamaian, tersangka ditangguhkan penahanannya dan sudah dikeluarkan dari tahanan (dibebaskan)," jelas AKP Sumarjaya, Senin (16/8) siang.
Sembilan orang tersangka yang sebelumnya ditahan di Rutan Mapolres Buleleng, dibebaskan pada 7 Juli lalu begitu dikeluarkannya SP3. Mereka adalah Kelian Desa Adat Julah I Ketut Sidemen, 68, Bendahara Desa Adat Julah Ketut Sada, 44, serta 7 krama Desa Adat Julah yakni I Ketut Suparta,33, I Nyoman Karianga, 77, Wayan Putrayana, 21, I Wayan Sindiya, 33, I Komang Suadnyana, 43, I Nyoman Sutirta, 38, dan I Wayan Jana, 57.
AKP Sumarjaya menilai, kasus tersebut memenuhi sejumlah persyaratan untuk diselesaikan dengan pola restorative justice. Di antaranya, telah dilakukan musyawarah mufakat dan adanya ganti rugi kepada korban dengan kesepakatan yang dilakukan kedua belah pihak. Pihaknya juga menganggap kejadian tersebut tidak mengganggu situasi keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Kasus ini juga sifatnya antara orang per orang, bukan antar kelompok. Sehingga situasi Desa Julah kondusif. Jadi (upaya restorative justice) bisa dilakukan. Restorative justice ini melibatkan korban dengan pelaku, desa adat, pemerintah desa, serta tokoh masyarakat," ungkap AKP Sumarjaya.
AKP Sumarjaya pun mempersilakan kuasa hukum korban yang berencana menggugat penghentian penyidikannya tersebut lantaran dinilai cacat yuridis dan tak menerapkan azaz keberimbangan. "Silakan saja, yang digugat SP3-nya. Penyelesaian penyidikan apakah sah atau tidak," tutupnya. *mz
Komentar