Singgung Pilkada Pakai Touch Screen hingga Soal Setnov
Kelompok Punakawan yang berisikan tokoh-tokoh dari lintas bidang, termasuk perwakilan dari Hindu bertemu dengan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.
Dari Dialog Punakawan dan Ketua MPR
JAKARTA, NusaBali
Rombongan Punakawan dibawah pimpinan Jaya Suprana diterima langsung oleh Ketua MPR RI Zulkifli Hasan beserta wakilnya Oesman Sapta Odang (OSO), EE Mangindaan dan Mahyudin.
Mereka membicarakan permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa ini. Sejumlah perwakilan dari Punakawan menyampaikan beberapa hal. Perwakilan dari Hindu, A.S. Kobalen menyampaikan, saat ini pemimpin sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka kurang memperhatikan masalah yang dihadapi masyarakat bawah.
"Terutama mengenai harga-harga naik dan keamanan semakin tidak terjamin sehingga meresahkan. Namun pemimpin di negeri ini lebih condong menangani masalah di atas ketimbang masalah yang menyangkut kalangan bawah," ujar Kobalen di Kompleks Parlemen, Selasa (15/12).
Sejatinya, kata Kobalen, pemimpin harus lebih memperhatikan kalangan bawah. Apalagi saat ini mereka sedang dalam kesulitan. Mereka tidak memiliki uang dan hanya punya tenaga dan pikiran untuk mengatasi permasalahannya. Dalam kesempatan itu, Kobalen menyampaikan permasalahan tentang pemilihan umum.
Menurut mantan Ketua Bidang Hubungan Internasional DPN Peradah dan Ketua Bidan Hubungan Internasional Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat ini, sudah waktunya Indonesia menggunakan sistem touch screen atau layar sentuh dalam pemilihan umum. Sebab, dengan sistem tersebut bisa diketahui dengan cepat hasil perolehan suara. Plus bisa meminimalisir kecurangan yang terjadi.
Sedangkan Frans Magniz Suseno menyoroti tentang sidang di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait laporan Sudirman Said. Dimana sidang MKD yang seharusnya membela dan melindungi pelapor, justru mempertanyakan motivasinya. Pertanyaan Frans Magniz Suseno pun dijawab oleh Wakil Ketua MPR RI Mahyudin.
Mahyudin menegaskan jika dalam rekaman yang diduga ada Ketua DPR RI Setya Novanto meminta saham Freeport sebanyak 20 % itu ternyata tidak ada. Kesan tersebut muncul karena diopinikan. "Ada yang menggiring seolah-olah Setya Novanto meminta saham, rekaman asli pun tidak diberikan. Karena itu, kita jangan mudah menghakimi dan memvonis orang berdasarkan opini, tapi harus dengan bukti," kata Mahyudin.
Bagi Mahyudin, pejabat Negara bertemu pengusaha itu tidak ada yang salah. "Saya kalau ketemu Pak Jaya Suprana lalu ngobrol ngalor-ngidul, saya minta menjadi suplayer jamu, lalu apakah saya salah? Kan tidak ada yang salah,” ucap Mahyudin. Ketika ditanya oleh Jaya Suprana, bagaimana jika dia sebagai Ketua DPR RI ada dalam rekaman itu?
“Kalau saya akan menunggu proses hukum yang benar, bukan berdasarkan opini. Tapi, kalau secara hukum terbukti, saya akan mundur,” imbuh Mahyudin. 7
Komentar