I Made Warta, Pembuat Sarung Keris dari Banjar Lantangidung, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar
Spesialis Membuat Sarung Keris, Seminggu Sekali Jualan di Pasar Seni Belaluan
GIANYAR, NusaBali
Keris merupakan salah satu jenis senjata pusaka nusantara. Bagi krama Bali, keris bukan hanya sekadar senjata.
Keris sebagai simbol kapurushan, lambang keperwiraan. Berdasarkan makna tersebut, sarung atau wadah keris pun dibuat istimewa sehingga menambah keindahan dan taksu keris. I Made Warta, 67, warga Banjar Lantangidung, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar merupakan salah satu spesialis pembuat sarung keris.
Made Warta sudah puluhan tahun menekuni seni sarung keris. “Sejak tahun 1970-an,” ungkap Made Warta, Jumat (19/8). Awalnya berguru membuat sarung keris kepada I Made Ngaplen, tukang sarung keris senior yang masih satu kampung di Banjar Lantangidung. Sekitar satu tahun belajar pada Made Ngaplen, Made Warta melanjutkan belajar kepada I Wayan Kuprug (alm), sangging sarung keris dari Banjar Jeleka, Desa Batuan. “Kepada merekalah saya berguru mengukir sarung keris,” ucap pria kelahiran 30 Desember 1955 ini.
Sesudahnya, Made Warta mengembangkan dan melatih bakatnya secara mandiri. Dia mulai membuat sarung keris sendiri. Sejak itu pula, ada permintaan membuat sarung keris. Selain menerima pesanan, anak kedua dari 8 bersaudara ini juga membuat sarung keris untuk stok serta dijual ke pasar seni di Banjar Belaluan, Denpasar, selatan Pasar Burung Satria sekarang. Sekitar tahun 1978, seminggu sekali Made Warta ke Pasar Seni Belaluan jualan sarung keris. Kadang jualan lengkap dengan kerisnya. “Bawa barang tidak banyak, maksimal 4 biji,” kenang ayah 4 anak dan kakek 10 cucu ini.
Made Warta tidak membuat keris tapi spesialis membuat sarung keris. Jika menjual sarung lengkap keris, itu diperolehnya dengan membeli. “Ada yang datang menawarkan keris,” ungkap suami Ni Nyoman Siman ini. Keris-keris itu ada yang merupakan keris baru, kadang ada juga keris kuna. Sejak itulah Made Warta dikenal sebagai tukang sarung keris. Banyak orang yang datang minta dibuatkan sarung keris. Ada juga yang minta bantuan memperbaiki sarung keris. Ngewarangan atau membersihkan keris. Termasuk memesan sarung lengkap dengan keris sekaligus.
Pesanan tersebut ada dengan tujuan untuk seselet, sebagai pusaka, pangijeng atau tujuan lain. Made Warta tidak ingat berapa sarung keris yang telah dibuatnya. Dia mengaku bangga karena secara tak langsung turut serta melestarikan warisan budaya tentang seni sarung keris. Ada atau tidak pesanan, Made Warta tetap berkarya. Di rumahnya, Made Warta punya tempat khusus semacam bengkel kerja untuk membuat sarung keris. Di bengkel itu ada beragam peralatan dan perkakas kerja. Di antaranya gergaji, pahat, temutik, kayu bahan baku sarung keris, dan perkakas lainnya.
Bahan baku pembuatan sarung keris di antaranya cendana, majegau, kayu sono, pakel, dan lainnya. Selain dari Bali, ada juga kayu bahan sarung keris didatangkan dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Bahan-bahan itulah diolah oleh Made Warta, dipotong, dibentuk, dilubangi, diorten, diukir hingga proses akhir menjadi karya seni sarung keris yang indah. Jenisnya sesuai pakem, gegodohan, seserengatan, kekandikan, bungah, grantim, prabu hingga peranda.
Made Warta mengaku punya kenangan tak terlupakan. Kenangan itu adalah terpaksa melepas sebilah keris kuna yang menurutnya adalah keris naga. Keris itu diperoleh dari orang yang menawarkan kepadanya. Selain wujud fisik keris dengan tatahan naga, pamor dan dapurnya, auranya dirasakan memancarkan vibrasi khas menyebabkan Made Warta sangat terkesan. “Aura dan keletegnya terasa lain,” kata Made Warta.
Dengan berat hati terpaksa melepas keris naga itu. Waktu itu Made Warta harus membayar tungggakan kepada pemilik keris naga itu. Kalau sekarang, keris naga itu diperkirakan harganya di atas Rp 25 juta. “Mungkin itulah yang namanya bukan jodoh,” ucap Made Warta bernada mengikhlaskan. Selain membuat sarung keris, Made Warta juga memajang seratusan sarung keris, termasuk keris dan aneka jenis senjata pusaka. Ada pedang, trisula, tombak, blakas pengentas dan perkakas upacara keagamaan lainnya. “Memang tidak setiap hari, namun ada saja warga datang memesan sarung keris,” ujar kakek yang mengaku hanya sekolah hingga kelas IV SD ini.
Made Warta yakin seiring penguatan adat dan budaya Bali, keris termasuk seni sarung keris tetap bertahan. “Tiyang yakin, karena makin banyak yang menggunakan keris untuk upacara adat dan keagamaan,” ungkapnya. Di antaranya keris untuk perlengkapan pacalang, seselet krama pengiring, dan lainnya. *k17
1
Komentar