Kulkul, Sarana Komunikasi Tradisional Bali
Dari Cihna Jagat hingga Penegul Adat
Fungsi sakral kulkul tidak tergantikan oleh sarana komunikasi kekinian. Dari sarana pengeras suara, sampai medsos (media sosial) seperti whatsapp.
KULKUL termasuk salah satu sarana komunikasi tradisional Bali yang tetap eksis. Sebagai alat komunikasi, fungsi kulkul tak tergantikan oleh perangkat teknologi informasi tercanggih. Kulkul untuk mempertegas pesan atau informasi tentang kegiatan adat dan keagamaan Hindu Bali. Kulkul juga berfungsi sakral yakni sebagai cihna (ciri/penanda) sedang ada upacara piodalan/wali di sebuah wilayah adat, dan lainnya.
“Di Bali, kulkul yang dimiliki banjar atau desa adat, memiliki nilai kesakralan,” ujar Bendesa Madya Kabupaten Tabanan I Wayan Tontra, Sabtu (20/8).
Fungsi-fungsi sakral kulkul tidak tergantikan oleh sarana komunikasi kekinian. Dari sarana pengeras suara, sampai medsos (media sosial) seperti whatsapp (WA), misalnya.
Sebagaimana diatur dalam awig-awig di desa adat, jelas Tontra, bunyi atau kulkul sebagai (cihna atau tatenger) atau penanda, memuat pesan tentang sesuatu yang berkenaan dengan adat, banjar atau sekaa yang empunya kulkul. Contohnya, ritme atau suara kulkul yang menandakan pemberitahuan krama adat tedun sangkep atau parum (rapat), beda dengan pukulan ngulkul bulus (bertalu-talu keras bertempo cepat). Suara kulkul ini mengisyaratkan bahaya atau ancaman, meminta segera kehadiran krama untuk memberi pertolongan. Contohnya, terkait bencana alam. Apakah kebakaran (gni bhaya), banjir (er bhaya) maupun ancaman marabahaya lain. “Itu sudah disepakati krama dalam awig-awig,“ ujar Tontra.
Demikian juga, isyarat pemberitahuan lain. Misal, menunjukkan ada krama melaksanakan perkawinan, krama meninggal dunia, jenis alunan suara kulkul juga beda. Jenis kulkul yang dipukul bisa jadi juga berbeda, sesuai fungsi dan peruntukan. Beda juga dengan suara kulkul penanda sedang berlangsung pujawali maupun upacara piodalan di pura. “Di pura kan umumnya juga memiliki kulkul dengan bangunan Bale Kulkul tersendiri,” jelas lanjut Tontra.
Jelas dia, fungsi kulkul dalam kehidupan sosial adat dan keagamaan krama Bali tidak tergantikan. Tidak saja ketika sudah difungsikan usai dibuat atau dibangun. Namun ketika diawal pembuatannya ada proses sakralisasi. “Dari pemilihan kayu, penentuan hari baik (diwasa) hingga upacara pemelaspas dan runtutannya, sebagai pertanda kulkul mulai difungsikan,” ucap Tontra.
Karena fungsi sosial relegius itulah kulkul tetap ajeg. Sedang sarana komunikasi lain, tidak memiliki fungsi sosial relegius. “Kulkul tetap kukuh sebagai penegul (pemersatu,Red) krama,” ujarnya.
Karena fungsinya itulah bangunan atau bale tempat kulkul dirancang tersendiri. Tidak sekadar bangunan, namun banyak yang dibuat megah dengan struktur yang gagah. Walau demikian, Tontra mewanti agar krama selalu urati terhadap segala perubahan. Kulkul sebagai wujud lokal genius harus dipertahankan. Karena kulkul salah satu petunjuk indentitas budaya Bali.
Sebelumnya, kalangan undagi kulkul mengiyakan kulkul tetap bertahan. Hal itu ditunjukkan pesanan pembuatan kulkul tetap ada. “Ada saja, satu dua,” ungkap I Wayan Subagia, undagi kulkul dari Banjar Denjalan, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Dia menunjukkan beberapa kulkul berukuran panjang 2 meter yang dipesan oleh krama dari beberapa desa di Bali.
Guna melanjutkan tradisi membuat kulkul di keluarganya, Subagia tahu tentang keberadaan kulkul dari pesanan pembuatan kulkul oleh krama. Artinya, sepanjang tradisi adat dan budaya Bali kuat, kulkul tetap terjaga.*k17
Komentar