Pawai HUT Kota Menuai Kritik
Panitia kurang mengantisipasi penonton sehingga para kontingen kurang leluasa berekspresi.
Penonton Meluber, Pentas Seniman Terbatas
GIANYAR, NusaBali
Pawai budaya yang menjadi ikon utama serangkaian peringatan HUT Kota Gianyar ke-246, Selasa (18/4), dikritisi kalangan DPRD Gianyar. Karena panitia kurang sigap mengatur melubernya penonton.
Dampaknya, para kontingen pawai kecewa karena performance (tampilan seni) mereka di area panggung kehormatan, terganggu ribuan penonton. Setiap kontingen menampilkan wira cerita berupa fragmentari sekitar 10 menit.
Kontingen dari sembilan kecamatan ini juga tak nyaman selama perjalanan pawai karena kepungan penonton ke badan jalan raya.
Rabu (19/4), Ketua Komisi IV DPRD Gianyar Putu Pebri Antara mengatakan, durasi 10 menit pentas kontingen di panggung kehormatan, sudah cukup. Namun panitia kurang mengantisipasi penonton sehingga para kontingen kurang leluasa berekspresi. Dampaknya, kesenian yang disiapkan sejak tiga bulan lalu, tak bisa tampil utuh. Padahal setiap kontingen ingin menampilkan yang terbaik. ‘’Saru (tak jelas) kerumunan antara penari dan penonton, kontingen campur aduk dengan penonton,’’ jelas wakil rakyat asal Banjar Peninjoan, Desa Batuan, Sukawati, ini.
Pebri mengakui, dirinya telah menerima keluhan dari sejumlah seniman atas kondisi pawai itu. Bercermin dari pawai tahun-tahun lalu, seharusnya panitia memasang pagar besi, seperti pada konser musik. Dengan itu, Satpol PP lebih konsentrasi berjaga-jaga di sisi timur dan barat. ‘’Sempitnya area pentas inilah yang jadi keluhan para seniman,’’ ujar anggota DPRD dari Fraksi PDIP ini.
Pebri mengaku bangga dengan semangat para kontingen khususnya seniman yang sangat getol mempersiapkan pawai. Sayang mereka ‘dikecewakan’ dalam menampilkan seni. ‘‘Ini (kekecewaan kontingen,Red) akan kami bahas dalam rapat gabungan di DPRD nanti. Intinya, sebagai kota pusaka, seniman Gianyar harus bisa tampil maksimal,’’ jelasnya.
Senada Putu Pebri, anggota DPRD Gianyar dari Fraksi Demokrat Ketut Karda mengatakan, dirinya juga banyak menerima pengaduan dari kalangan seniman. Karena mereka kecewa dengan managemen pawai HUT kota itu. Ia prihatin dengan para seniman yang telah bersusahpayah menyiapkan penampilan terbaik. Namun saat di lapangan, harapan itu sirna karena keterbatasan ruang gerak. Ia juga kasihan pada penonton karena tak bisa leluasa menyaksikan suguhan seni para seniman mereka. ’’Untuk pawai, tahun depan, barangkali pilihannya panggung kehormatan tetap di open stage, tentu dengan evaluasi,’’ jelasnya.
Ketua Panitia Peringatan HUT Kota Gianyar ke-246, Wayan Suardana mengakui, panggung kehormatan dipindah ke utara Balai Budaya Gianyar ini karena pawai HUT kota ini juga disaksikan anggota JPKI (Jaringan Kota Pusaka Indonesia) 58 orang dan 4 calon anggota JKPI. Oleh karena itu, panggung kehormatan di open stage sisi timur Balai Budaya Gianyar, tak menampung para undangan. Pengalaman tahun lalu, jika tamu undangan didudukkan di Lapangan Astina, menghadap ke barat, maka para undangan dan penonton lainnya silau.
‘’Karena pawai mulai jam 3 sore, tiga baris undangan di bagian depan kepanasan,’’ jelas mantan Kadis Koperasi dan UKM Gianyar ini.
Jika penonton pawai di lapangan, lanjut Suardana, besoknya (19 April), ada apel HUT kota, sehingga pekerja kesulitan membersihkan panggung secara cepat. Ia mengakui penonton membeludak dan tak mau diatur saat menyaksikan duta kontingen mereka. ‘’Penonton itu membeludak dan mereka puas. Kesan itu yang saya tangkap di lapangan. Tapi, setiap program wajib hukumnya dievaluasi’’ jelasnya. *lsa
GIANYAR, NusaBali
Pawai budaya yang menjadi ikon utama serangkaian peringatan HUT Kota Gianyar ke-246, Selasa (18/4), dikritisi kalangan DPRD Gianyar. Karena panitia kurang sigap mengatur melubernya penonton.
Dampaknya, para kontingen pawai kecewa karena performance (tampilan seni) mereka di area panggung kehormatan, terganggu ribuan penonton. Setiap kontingen menampilkan wira cerita berupa fragmentari sekitar 10 menit.
Kontingen dari sembilan kecamatan ini juga tak nyaman selama perjalanan pawai karena kepungan penonton ke badan jalan raya.
Rabu (19/4), Ketua Komisi IV DPRD Gianyar Putu Pebri Antara mengatakan, durasi 10 menit pentas kontingen di panggung kehormatan, sudah cukup. Namun panitia kurang mengantisipasi penonton sehingga para kontingen kurang leluasa berekspresi. Dampaknya, kesenian yang disiapkan sejak tiga bulan lalu, tak bisa tampil utuh. Padahal setiap kontingen ingin menampilkan yang terbaik. ‘’Saru (tak jelas) kerumunan antara penari dan penonton, kontingen campur aduk dengan penonton,’’ jelas wakil rakyat asal Banjar Peninjoan, Desa Batuan, Sukawati, ini.
Pebri mengakui, dirinya telah menerima keluhan dari sejumlah seniman atas kondisi pawai itu. Bercermin dari pawai tahun-tahun lalu, seharusnya panitia memasang pagar besi, seperti pada konser musik. Dengan itu, Satpol PP lebih konsentrasi berjaga-jaga di sisi timur dan barat. ‘’Sempitnya area pentas inilah yang jadi keluhan para seniman,’’ ujar anggota DPRD dari Fraksi PDIP ini.
Pebri mengaku bangga dengan semangat para kontingen khususnya seniman yang sangat getol mempersiapkan pawai. Sayang mereka ‘dikecewakan’ dalam menampilkan seni. ‘‘Ini (kekecewaan kontingen,Red) akan kami bahas dalam rapat gabungan di DPRD nanti. Intinya, sebagai kota pusaka, seniman Gianyar harus bisa tampil maksimal,’’ jelasnya.
Senada Putu Pebri, anggota DPRD Gianyar dari Fraksi Demokrat Ketut Karda mengatakan, dirinya juga banyak menerima pengaduan dari kalangan seniman. Karena mereka kecewa dengan managemen pawai HUT kota itu. Ia prihatin dengan para seniman yang telah bersusahpayah menyiapkan penampilan terbaik. Namun saat di lapangan, harapan itu sirna karena keterbatasan ruang gerak. Ia juga kasihan pada penonton karena tak bisa leluasa menyaksikan suguhan seni para seniman mereka. ’’Untuk pawai, tahun depan, barangkali pilihannya panggung kehormatan tetap di open stage, tentu dengan evaluasi,’’ jelasnya.
Ketua Panitia Peringatan HUT Kota Gianyar ke-246, Wayan Suardana mengakui, panggung kehormatan dipindah ke utara Balai Budaya Gianyar ini karena pawai HUT kota ini juga disaksikan anggota JPKI (Jaringan Kota Pusaka Indonesia) 58 orang dan 4 calon anggota JKPI. Oleh karena itu, panggung kehormatan di open stage sisi timur Balai Budaya Gianyar, tak menampung para undangan. Pengalaman tahun lalu, jika tamu undangan didudukkan di Lapangan Astina, menghadap ke barat, maka para undangan dan penonton lainnya silau.
‘’Karena pawai mulai jam 3 sore, tiga baris undangan di bagian depan kepanasan,’’ jelas mantan Kadis Koperasi dan UKM Gianyar ini.
Jika penonton pawai di lapangan, lanjut Suardana, besoknya (19 April), ada apel HUT kota, sehingga pekerja kesulitan membersihkan panggung secara cepat. Ia mengakui penonton membeludak dan tak mau diatur saat menyaksikan duta kontingen mereka. ‘’Penonton itu membeludak dan mereka puas. Kesan itu yang saya tangkap di lapangan. Tapi, setiap program wajib hukumnya dievaluasi’’ jelasnya. *lsa
1
Komentar