Ribuan Krama Hadiri Ngeroras di Kusamba
SEMARAPURA, NusaBali
Ribuan krama Desa Adat Kusamba, Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Klungkung tumpah ruah menghadiri upacara Ngeroras di Bale Payadnyan di jaba sisi Pura Segara setempat, Buda Wage Menail, Rabu (31/8).
Upacara yang merupakan kelanjutan upacara ngaben pada Sukra Pahing Matal, 19 Agustus 2022, diikuti 223 puspa (simbol atma atau roh orang yang diupacarai). Upacara dipuput dua sulinggih, yakni Ida Pedanda Gede Putra Tembau dari Gria Aan, Klungkung serta Ida Pedanda Gede Wayan Darma dari Gria Wanasari, Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen, Karangasem. Ketua Umum Prawartaka Karya, I Nengah Sumarnaya menjelaskan dari 223 puspa itu yang diupacarai, 99 di antaranya merupakan puspa laki-laki dan 124 puspa perempuan. 223 puspa itu dipertanggungjawabkan 124 pangarep/pamilet. Sementara dalam upacara nuntun diupacarai 229 puspa, yang terdiri atas 102 puspa laki-laki dan 127 puspa perempuan. 229 puspa itu dipertanggungjawabkan oleh 127 pangarep atau pamilet.
“Para pangarep atau pamilet itu, 113 merupakan peserta ngaben, ngeroras, dan nuntun, sedangkan 11 lagi merupakan peserta ngeroras saja. Sementara peserta nuntun saja hanya tiga pangarep/pamilet,” beber Sumarnaya.
Upacara ngeroras dipusatkan di bale payadnyan di jaba sisi Pura Segara Desa Adat Kusamba. Rangkaian upacara pada puncak karya ngeroras diawali dengan upacara macaru di bale payadnyan. Selesai macaru, seluruh puspa yang sebelumnya distanakan di rumah masing-masing pangarep, mengikuti prosesi mapeed dari genah panyucian di Banjar Tengah menuju bale payadnyan di Pura Segara. Setelah itu, barulah dilaksanakan upacara mapurwa daksina, yakni iring-iringan puspa mengitari tempat upacara dari timur (purwa) menuju ke selatan (daksina) searah jarum jam sebagai simbol mencapai alam tertinggi, yakni swahloka. Usai mapurwa daksina, sore hari dilanjutkan dengan narpana puspa yang di-puput sulinggih.
Bendesa Desa Adat Kusamba, AA Gede Raka Swastika menjelaskan upacara ngeroras merupakan rangkaian upacara dalam Karya Pitra Yadnya Kinembulan, Ngeroras, lan Nuntun Desa Adat Kusamba tahun 2022. Upacara ngeroras dilaksanakan tepat 12 hari setelah upacara ngaben dan bertujuan menyucikan atman yang sudah diupacarai dalam upacara ngaben lalu sehingga bisa meningkat statusnya secara spiritual dari pitara menjadi dewa pitara. "Pada 3 September 2022 nanti rangkaian akhirnya adalah upacara nyegara gunung dan nuntun dengan tujuan nglinggihang atau menstanakan dewa pitara di sanggah/merajan masing-masing," ungkap Raka Swastika.
Konsep kinembulan, menurut Raka Swastika, merupakan implementasi kearifan lokal Bali, yakni pasidhikaran (suka duka bersama-sama). Kata kinembulan berasal dari kata kembulin yang mendapat sisipan in dan berarti 'dikeroyok' atau 'dikerjakan bersama-sama'. Dalam tradisi Bali, kinembulan bermakna mengerjakan suatu upacara secara bergotong-royong bersama-sama, baik dalam hal pembiayaan, menyiapkan sarana upakara dan kebutuhan upacara lainnya, serta pelaksanaan upacara.
"Selain membantu krama yang kemampuan ekonominya terbatas agar bisa menunaikan kewajibannya melaksanakan upacara pitra yadnya maupun dewa yadnya ini, tapi juga memupuk kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di antara krama desa. Inilah kekuatan utama desa adat sebagai fondasi adat dan budaya Bali yang patut kita jaga bersama-sama," tandas Raka Swastika. *lsa
1
Komentar