Masyarakat Bali Diajak Memanen Air Hujan sebagai Solusi Mitigasi Krisis Iklim
DENPASAR, NusaBali.com – Menghadapi musim hujan di Bali, Yayasan Konservasi Indonesia mengingatkan agar memberi atensi pada Kabupaten Badung, Karangasem, Buleleng, Jembrana, dan Denpasar yang menjadi langganan banjir.
Peringatan ini disampaikan oleh Senior Manager Bali Island-Sunda Banda Seascape di Konservasi Indonesia, Made Iwan Dewantama, dalam kegiatan Kolaborasi Jurnalis dan Kalangan Muda Mitigasi Krisis Iklim, Sabtu (3/9/2022) sore.
Made Iwan Dewantama menilai selama ini, pihak terkait lebih hanya sekadar merespons kondisi ketika sudah terjadi kekeringan saja.
“Saat hujan kita kelebihan air, seharusnya kita sudah memikirkan tentang kekeringan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Jika saat musim kemarau kita kekurangan air, jadi transisi musim hujan ke kemarau kita pikirkan juga agar tidak terlambat,” ujar Iwan.
Lebih lanjut kata Iwan salah satu solusi sederhana yang bisa ditawarkan adalah dengan kembali kepada kearifan lokal yakni memanen air hujan untuk mencegah kekeringan.
Selama enam bulan musim penghujan seharusnya air hujan tak boleh dibiarkan begitu saja tanpa membawa manfaat bagi manusia.
Aksi nyata yang telah Irwan lakukan adalah dengan mendorong generasi muda khususnya di sekolah-sekolah yang ada di Bali untuk menerapkan budaya memanen air hujan.
“Jadi sekolah tidak lagi menggunakan air bawah tanah tetapi menggunakan kearifan kita untuk memanen air hujan terkait kebutuhan di sekolah,” jelas Irwan.
Sekolah yang telah berhasil menerapkan budaya memanen air hujan kata Irwan antara lain SMKN 2 Denpasar, SMAN 1 Menguwi, dan SMKN 1 Sawan. “Jadi kita harapkan penggerak dari generasi muda untuk memberikan jaminan lebih arif menggunakan air,” harap Iwan.
Memanen air hujan yang dimaksudnya adalah membawa air yang lewat dari atap rumah, kemudian ditampung dengan talang air, sebelum akhirnya dibawa ke tandon besar. Sehingga dari tandon besar ini akan dibawa ke tandon kecil yang kemudian akan dielektrolisis.
“Jadi yang dielektolisis ini untuk kebutuhan minum. Karena ketika dielektrolisis kita mendapat air basa dan air asam, ini yang kemudian akan kita lestarikan untuk meminum air sehat. Jadi air hujan ini bisa kita olah untuk air minum. Jika airnya berlebihan bisa diolah untuk menyiram tanaman,” ujar Iwan.
Dirinya menjelaskan jika tujuan ini dilakukan untuk membangun kesadaran di tingkat lokal yakni dari sekolah sehingga semua bisa teralokasi. Tindak lanjut dari kegiatan ini nantinya kata Irwan akan memberikan pelatihan kepada masyrakat terkait memanen air hujan.
Masing-masing rumah menurut Iwan bisa membuat tampungan air dengan alat-alat yang sederhana bahkan masyarakat bisa hanya menggunakan ember saja yang ditaruh di bawah atap rumah.
“Nantinya ketika hujan turun, air yang sudah ditampung di dalam ember bisa disaring menggunakan kain sehingga secara teknis tidak sulit dan air tetap bersih,” imbuhnya.
Iwan pun berharap, masyarakat modern saat ini bisa kembali menganggap penting air hujan dan mau mengelola dengan baik. Pasalnya potensi kekeringan akan semakin meluas mengingat berkurangnya daya tampusng vegetasi khususnya di wilayah perkotaan.
“Saya ingin Pulau Bali bisa menjadi contoh dari tekanan perubahan iklim. Jadi mulai sekarang harus berkemas dan bisa mennjadi contoh bagi pulau-pulau kecil yang lain,” pungkas Iwan. *ris
1
Komentar