Peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) 2022, Dorong Transformasi Literasi Melalui Merdeka Belajar
DENPASAR, NusaBali
Puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) yang diperingati sejak tahun 1967 setiap 8 September, merupakan pijakan pemerintah Indonesia untuk membebaskan bangsanya dari buta aksara.
Pada peringatan HAI tahun ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghadirkan tema ‘Transformasi Literasi dalam Konteks Merdeka Belajar’.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim dalam sambutannya mengatakan melalui kebijakan Merdeka Belajar, Kemendikburistek terus bergerak bersama para pemangku kepentingan meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi peserta didik dan masyarakat.
“Hari Aksara Internasional yang kita peringati pada hari ini, mengedepankan semangat penuntasan buta huruf. Hal ini sejalan dengan semangat utama dari Merdeka Belajar yaitu meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi peserta didik. Kami di Kemendikbudristek saat ini terus mendorong dengan berbagai upaya untuk mencapai tujuan itu,” ujar Mendikbudristek secara virtual pada peringatan HAI 2022 yang diselenggarakan di Kuta Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kamis (8/9).
Menteri Nadiem mengatakan salah satu terobosan besar Merdeka Belajar adalah penerapan Asesmen Nasional (AN) sebagai pengganti Ujian Nasional (UN). “AN bertujuan untuk mengukur kemampuan literasi dan numerasi pada peserta didik dan hasilnya tidak menentukan kelulusan tetapi sebagai bahan refleksi dan evaluasi pembelajaran di sekolah,” ucap Mendikbudristek.
Berdasarkan hasil AN tahun 2021, kata Mendikburistek, terdapat 43 persen peserta didik yang mampu memenuhi standar minimum untuk literasi. “Untuk itu, kita harus semakin mendorong inisiatif-inisiatif yang berfokus pada peningkatan kemampuan literasi, salah satunya dengan menerapkan Kurikulum Merdeka,” ujarnya.
Pada kesempatan ini, Mendikbudristek mengajak para pemangku kepentingan pendidikan yang hadir untuk bergerak bersama memastikan pelajar di Indonesia memperoleh pendidikan literasi yang efektif, relevan, dan menyenangkan. “Mari kita terus sukseskan Asesmen Nasional dengan penerapan Kurikulum Merdeka dan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung kemajuan literasi dengan bergerak serentak mewujudkan Merdeka Belajar,” ajak Menteri Nadiem.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Iwan Syahril mengatakan penurunan buta aksara adalah salah satu indikator dari keberhasilan atau kemajuan pendidikan di suatu negara. “Mengacu pada hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susesnas) tahun 2021, angka buta aksara di Indonesia tinggal 1,56 persen atau 2,7 juta orang. Jumlah tersebut menurun jika dibandingkan dengan data buta aksara tahun 2020 dengan angka buta aksara 1,71 persen atau sekitar 2,9 juta orang,” papar Iwan.
Penurunan angka buta aksara telah menjadi komitmen dunia yang tertuang dalam program UNESCO yaitu Suistainable Development Goals (SDG’s) dalam menyukseskan kebijakan Education 2030, khususnya pada Goal 4.6.*
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim dalam sambutannya mengatakan melalui kebijakan Merdeka Belajar, Kemendikburistek terus bergerak bersama para pemangku kepentingan meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi peserta didik dan masyarakat.
“Hari Aksara Internasional yang kita peringati pada hari ini, mengedepankan semangat penuntasan buta huruf. Hal ini sejalan dengan semangat utama dari Merdeka Belajar yaitu meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi peserta didik. Kami di Kemendikbudristek saat ini terus mendorong dengan berbagai upaya untuk mencapai tujuan itu,” ujar Mendikbudristek secara virtual pada peringatan HAI 2022 yang diselenggarakan di Kuta Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kamis (8/9).
Menteri Nadiem mengatakan salah satu terobosan besar Merdeka Belajar adalah penerapan Asesmen Nasional (AN) sebagai pengganti Ujian Nasional (UN). “AN bertujuan untuk mengukur kemampuan literasi dan numerasi pada peserta didik dan hasilnya tidak menentukan kelulusan tetapi sebagai bahan refleksi dan evaluasi pembelajaran di sekolah,” ucap Mendikbudristek.
Berdasarkan hasil AN tahun 2021, kata Mendikburistek, terdapat 43 persen peserta didik yang mampu memenuhi standar minimum untuk literasi. “Untuk itu, kita harus semakin mendorong inisiatif-inisiatif yang berfokus pada peningkatan kemampuan literasi, salah satunya dengan menerapkan Kurikulum Merdeka,” ujarnya.
Pada kesempatan ini, Mendikbudristek mengajak para pemangku kepentingan pendidikan yang hadir untuk bergerak bersama memastikan pelajar di Indonesia memperoleh pendidikan literasi yang efektif, relevan, dan menyenangkan. “Mari kita terus sukseskan Asesmen Nasional dengan penerapan Kurikulum Merdeka dan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung kemajuan literasi dengan bergerak serentak mewujudkan Merdeka Belajar,” ajak Menteri Nadiem.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Iwan Syahril mengatakan penurunan buta aksara adalah salah satu indikator dari keberhasilan atau kemajuan pendidikan di suatu negara. “Mengacu pada hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susesnas) tahun 2021, angka buta aksara di Indonesia tinggal 1,56 persen atau 2,7 juta orang. Jumlah tersebut menurun jika dibandingkan dengan data buta aksara tahun 2020 dengan angka buta aksara 1,71 persen atau sekitar 2,9 juta orang,” papar Iwan.
Penurunan angka buta aksara telah menjadi komitmen dunia yang tertuang dalam program UNESCO yaitu Suistainable Development Goals (SDG’s) dalam menyukseskan kebijakan Education 2030, khususnya pada Goal 4.6.*
Komentar