Ada Petisi Suara Bising di Canggu
Tak Mau Gegabah, Satpol PP Akan Gelar Rapat Koordinasi
Selain masyarakat, ada juga beberapa vila yang melakukan komplain atas adanya suara musik yang keras terjadi di atas pukul 22.00 Wita hingga dinihari.
MANGUPURA, NusaBali
Menjamurnya bar, beach club, night club, maupun restoran di daerah Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung menimbulkan persoalan baru bagi masyarakat setempat.
Keberadaan tempat hiburan ini dinilai mengganggu kenyamanan, karena menyetel suara musik yang bising hingga dinihari. Masyarakat yang komplain dengan kondisi tersebut pun mencari dukungan dengan membuat petisi Basmi Polusi Suara di Canggu pada situs www.change.org.
Petisi tersebut dibuat oleh P Dian mengatasnamakan penduduk Bali, pekerja dan masyarakat yang tinggal di Canggu yang merasa sangat terganggu sebelum pandemi dan kini saat setelah pandemi. Petisi ini ditujukan kepada Presiden RI Joko Widodo, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Gubernur Bali Wayan Koster, Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, Ketua PHDI Pusat Mayjen (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, Ketua Pengurus Harian PHDI Bali Nyoman Kenak, Kelian Adat dan Kelian Dinas setempat area Canggu dan Berawa, Kasatpol PP Provinsi Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi, dan Kasatpol PP Kabupaten Badung I Gusti Agung Ketut Suryanegara.
Pantauan NusaBali, petisi tersebut sudah ditandatangani oleh lebih dari 7.000 orang saat ini. Dalam petisi Basmi Polusi Suara di Canggu, si pembuat petisi membeberkan kondisi Canggu yang kini bising. Setiap hari, suara menggelegar dari bar terbuka baik di Batu Bolong maupun di Berawa dirasakan di atas pukul 22.00 Wita hingga dinihari. Sebegitu kerasnya, hingga membuat kaca-kaca jendela dan pintu bergetar.
Keberadaan bar dan beach club ini juga bersebelahan dengan Pura Pura suci Bali. Tak jarang, sering terjadi tindakan-tindakan tidak senonoh baik di bar maupun beach club maupun di sekitar bar-bar ini. Seperti mabuk-mabukan, seks, kencing di area pura dan lain sebagainya. Selain itu, beberapa bar yang berdiri di daerah pantai ini juga menimbulkan masalah lingkungan karena terlalu dekat dengan laut.
Menyikapi petisi tersebut, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kabupaten Badung I Gusti Agung Ketut Suryanegara mengaku akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Sebab terdapat Inmendagri No 42 Tahun 2022 yang mengatur jam operasional dan Pergub Bali No 16 Tahun 2016 yang mengatur baku mutu tingkat kebisingan. "Kami akan bahas ini (petisi, Red) besok (hari ini) di Provinsi Bali, karena niki debatable. Sebab, pada satu sisi ada peraturan yang memayungi pelaku usaha, pada satu sisi masyarakat juga supaya terayomi, dan tak bisa hanya Satpol PP saja yang menyelesaikan, komprehensif, karena ada peran instansi lain yang juga harus terlibat,” ungkap Suryanegara, Selasa (13/9).
Suryanegara melanjutkan hasil koordinasi dengan Pemprov Bali, nantinya akan menjadi landasan dalam menegakkan aturan. "Pastinya kami bahas dulu apa kebijakan yang akan dijalankan ada unsur keadilan dan tetap berdasar kepada peraturan. Kalau kami sudah punya pemahaman yang sama, barulah action," imbuhnya.
Namun demikian, menurut Suryanegara saat ini pihaknya telah mengantongi usaha-usaha resto, bar, beach club, cafe yang rata-rata memutar musik dengan pengeras suara. Usaha ini berada di wilayah Desa Tibubeneng dan Canggu, Kuta Utara. "Untuk hal ini kami tidak mau gegabah, karena sudah ada peraturan yang melandasi pelaku usaha juga. Akan kami bahas dulu. Sebab yang namanya perkembangan pariwisata itu kayak gula, pasti akan banyak semut yang datang," katanya.
Sementara itu, Camat Kuta Utara I Putu Eka Permana mengatakan selain masyarakat, ada beberapa vila yang melakukan komplain atas adanya suara musik yang terjadi di atas pukul 22.00 Wita hingga dinihari. Pihaknya mengaku sudah melakukan koordinasi dengan pihak desa dan masyarakat yang melakukan komplain. "Untuk restoran atau cafe yang buka pada malam hari, boleh dibuka sampai pukul 02.00 Wita. Tapi kami harapkan kalau sudah pukul 23.00 Wita ke atas agar suaranya diperkecil," jelas Eka Permana.
Lebih lanjut pihaknya menambahkan, akan dilakukan rapat dari Satpol PP Provinsi Bali dan Kabupaten Badung untuk membahas terkait tingkat kebisingan. Dalam rapat tersebut diharapkan dapat menghasilkan sebuah keputusan dan aturan yang akan mengatasi permasalahan kebisingan. "Kami akan menunggu aturan yang dikeluarkan. Kami akan menggunakan sebagai acuan karena di kecamatan dan desa, tidak bisa mengambil keputusan tanpa dasar hukumnya," pungkas Eka Permana sembari menyabut agar tidak bertentangan dengan aturan yang lainnya. *ind
Keberadaan tempat hiburan ini dinilai mengganggu kenyamanan, karena menyetel suara musik yang bising hingga dinihari. Masyarakat yang komplain dengan kondisi tersebut pun mencari dukungan dengan membuat petisi Basmi Polusi Suara di Canggu pada situs www.change.org.
Petisi tersebut dibuat oleh P Dian mengatasnamakan penduduk Bali, pekerja dan masyarakat yang tinggal di Canggu yang merasa sangat terganggu sebelum pandemi dan kini saat setelah pandemi. Petisi ini ditujukan kepada Presiden RI Joko Widodo, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Gubernur Bali Wayan Koster, Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, Ketua PHDI Pusat Mayjen (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, Ketua Pengurus Harian PHDI Bali Nyoman Kenak, Kelian Adat dan Kelian Dinas setempat area Canggu dan Berawa, Kasatpol PP Provinsi Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi, dan Kasatpol PP Kabupaten Badung I Gusti Agung Ketut Suryanegara.
Pantauan NusaBali, petisi tersebut sudah ditandatangani oleh lebih dari 7.000 orang saat ini. Dalam petisi Basmi Polusi Suara di Canggu, si pembuat petisi membeberkan kondisi Canggu yang kini bising. Setiap hari, suara menggelegar dari bar terbuka baik di Batu Bolong maupun di Berawa dirasakan di atas pukul 22.00 Wita hingga dinihari. Sebegitu kerasnya, hingga membuat kaca-kaca jendela dan pintu bergetar.
Keberadaan bar dan beach club ini juga bersebelahan dengan Pura Pura suci Bali. Tak jarang, sering terjadi tindakan-tindakan tidak senonoh baik di bar maupun beach club maupun di sekitar bar-bar ini. Seperti mabuk-mabukan, seks, kencing di area pura dan lain sebagainya. Selain itu, beberapa bar yang berdiri di daerah pantai ini juga menimbulkan masalah lingkungan karena terlalu dekat dengan laut.
Menyikapi petisi tersebut, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kabupaten Badung I Gusti Agung Ketut Suryanegara mengaku akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Sebab terdapat Inmendagri No 42 Tahun 2022 yang mengatur jam operasional dan Pergub Bali No 16 Tahun 2016 yang mengatur baku mutu tingkat kebisingan. "Kami akan bahas ini (petisi, Red) besok (hari ini) di Provinsi Bali, karena niki debatable. Sebab, pada satu sisi ada peraturan yang memayungi pelaku usaha, pada satu sisi masyarakat juga supaya terayomi, dan tak bisa hanya Satpol PP saja yang menyelesaikan, komprehensif, karena ada peran instansi lain yang juga harus terlibat,” ungkap Suryanegara, Selasa (13/9).
Suryanegara melanjutkan hasil koordinasi dengan Pemprov Bali, nantinya akan menjadi landasan dalam menegakkan aturan. "Pastinya kami bahas dulu apa kebijakan yang akan dijalankan ada unsur keadilan dan tetap berdasar kepada peraturan. Kalau kami sudah punya pemahaman yang sama, barulah action," imbuhnya.
Namun demikian, menurut Suryanegara saat ini pihaknya telah mengantongi usaha-usaha resto, bar, beach club, cafe yang rata-rata memutar musik dengan pengeras suara. Usaha ini berada di wilayah Desa Tibubeneng dan Canggu, Kuta Utara. "Untuk hal ini kami tidak mau gegabah, karena sudah ada peraturan yang melandasi pelaku usaha juga. Akan kami bahas dulu. Sebab yang namanya perkembangan pariwisata itu kayak gula, pasti akan banyak semut yang datang," katanya.
Sementara itu, Camat Kuta Utara I Putu Eka Permana mengatakan selain masyarakat, ada beberapa vila yang melakukan komplain atas adanya suara musik yang terjadi di atas pukul 22.00 Wita hingga dinihari. Pihaknya mengaku sudah melakukan koordinasi dengan pihak desa dan masyarakat yang melakukan komplain. "Untuk restoran atau cafe yang buka pada malam hari, boleh dibuka sampai pukul 02.00 Wita. Tapi kami harapkan kalau sudah pukul 23.00 Wita ke atas agar suaranya diperkecil," jelas Eka Permana.
Lebih lanjut pihaknya menambahkan, akan dilakukan rapat dari Satpol PP Provinsi Bali dan Kabupaten Badung untuk membahas terkait tingkat kebisingan. Dalam rapat tersebut diharapkan dapat menghasilkan sebuah keputusan dan aturan yang akan mengatasi permasalahan kebisingan. "Kami akan menunggu aturan yang dikeluarkan. Kami akan menggunakan sebagai acuan karena di kecamatan dan desa, tidak bisa mengambil keputusan tanpa dasar hukumnya," pungkas Eka Permana sembari menyabut agar tidak bertentangan dengan aturan yang lainnya. *ind
Komentar