5,81 Persen Pangan yang Beredar di Pasar di Bali Mengandung Bahan Berbahaya
Dorong Program Pangan Aman, Minta Pengawasan Dioptimalkan
Untuk memberikan contoh pasar aman, BPOM sudah membuat satu pasar yang benar-benar menjual berbagai macam pangan yang aman untuk dikonsumsi.
MANGUPURA, NusaBali
Peredaran pangan di pasar di Provinsi Bali belum sepenuhnya aman untuk dikonsumsi masyarakat. Pasalnya, pangan berbentuk olahan maupun kondisi segar itu masih ada yang mengandung bahan berbahaya. Hal ini terungkap dari pengujian yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejak awal Januari 2022 hingga saat ini. Mirisnya lagi, presentasi peredaran bahan berbahaya itu mencapai 5,81 persen yang lebih buruk dari akumulasi secara nasional yang hanya sebesar 4,06 persen.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengakui terkait masih banyaknya temuan bahan pangan yang mengandung bahan berbahaya di pasar. Sehingga, dia mendorong pentingnya program pangan aman yang bisa dikonsumsi setiap hari.
Apalagi, kalau ada kandungan berbahaya dan beredar di tengah masyarakat, tentunya akan mempengaruhi kesehatan. Masih menurut Dewa Indra, dari laporan yang diberikan BPOM, pangan yang tidak memenuhi syarat dari segi keamanan terhadap bahan-bahan berbahaya di Provinsi Bali, prosentasenya mencapai 5,81 persen yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan dari pangan yang beredar di pasar. Sementara, di tingkat nasional angkanya 4,06 persen.
"Artinya, kondisi di Bali kurang baik dari rata-rata di nasional. Sehingga perlu berbagai upaya yang lakukan ke depan agar pangan yang beredar semakin aman," jelasnya saat menghadiri Focus Group Discussion (FGD) ‘Pasar Pangan Aman Berbasis Komunitas’ di Hotel Mandira, Kelurahan Legian, Kecamatan Kuta, Badung, Rabu (14/9)
Atas temuan dari BPOM itu, Sekda Dewa Indra mengakui kalau tim dari sejumlah stakeholder selama ini belum optimal dalam melakukan pengawasan di pasar di Bali.
Dia pun tidak menampik kalau kecepatan kerja tim di daerah kalah dengan kecepatan kerja tim di nasional. Untuk itu, dia juga memberi tantangan kepada stakeholder terkait untuk mendiagnosis apa penyebab dari tingginya presentasi pangan yang tidak memenuhi syarat dari pasar yang ada di Bali. "Itulah saya minta kepada stakeholder terkait untuk menindaklanjuti di lapangan. Jadi tahun depan, saya minta angkanya diturunkan di bawah rata-rata nasional. Kalau itu tercapai, itu namanya sudah bekerja, namun kalau belum turun artinya stakeholder terkait tidak paham dan tidak kerja optimal," sindir Sekda Dewa Indra.
Terkait kabupaten/kota yang banyak ditemukan pangan mengandung bahan berbahaya itu, dia tidak menyebutkan secara rinci, namun presentasi 5,81 persen itu merupakan catatan untuk Provinsi Bali. Untuk itu, perlu dilakukan diagnosis dulu oleh tim ke depannya. Nah, setelah proses tersebut, nanti akan ketahuan kontribusi terbesar dari kabupaten/kota mana dan kalau sudah tahu, maka akan fokuskan energi untuk melakukan perbaikan di kabupaten yang kondisinya terburuk.
"Itulah cara kerja diagnosis, supaya kerja kita lebih terarah, karena tidak semua kabupaten/kota angkanya di atas rata-rata seluruh Bali. Nah, setelah kita ketahui penyebab langsung dilakukan terapi. Kalau disebabkan kurang pahamnya produsen, maka kita lakukan edukasi dan bina. Kalau penyebab karena nakal, maka kita akan sanksi," tegasnya.
Di lokasi yang sama, Kepala Balai Besar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Denpasar, I Made Bagus Gerametta mengatakan mencuatnya angka 5,81 persen di Bali itu berdasarkan pengecekan yang dilakukan melalui program pasar aman yang dicanangkan oleh BPOM pusat. Ada tiga program yang dirancang, masing-masing pangan desa, pangan jajanan anak sekolah yang aman dan pasar aman. Untuk program pasar aman inilah yang menemukan pangan mengandung bahan berbahaya yang tersebar di pasar.
Dia juga mengaku, untuk memberikan contoh pasar aman, pihaknya sudah membuat satu pasar yang benar-benar menjual berbagai macam pangan yang aman untuk dikonsumsi. "Kita berharap, pemerintah daerah tentunya mereplikasi program pasar aman ini, sehingga lebih banyak yang diintervensi. Kami siap ikut dan melatih petugas pasar, mulai dari kampanye, penyuluhan, pelatihan dan tes terhadap pangan yang dijual," ungkapnya
Sehingga petugas yang ada di pasar mampu melakukan pengawasan terhadap pasar mereka, karena petugas pasar yang melakukan pemeriksaan secara berkala. Sementara, pihaknya di BPOM akan melakukan uji secara acak di pasar tersebut. Dengan mengadopsi konsep pasar aman yang dilakukan oleh BPOM, tentunya presentasi peredaran bahan pangan berbahaya bisa turun. Dia juga yakin, ketika mengadopsi konsep itu, angka 5,81 persen saat ini bisa turun di bawah angka presentasi nasional 4,06 persen hingga akhir tahun 2022 ini. *dar
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengakui terkait masih banyaknya temuan bahan pangan yang mengandung bahan berbahaya di pasar. Sehingga, dia mendorong pentingnya program pangan aman yang bisa dikonsumsi setiap hari.
Apalagi, kalau ada kandungan berbahaya dan beredar di tengah masyarakat, tentunya akan mempengaruhi kesehatan. Masih menurut Dewa Indra, dari laporan yang diberikan BPOM, pangan yang tidak memenuhi syarat dari segi keamanan terhadap bahan-bahan berbahaya di Provinsi Bali, prosentasenya mencapai 5,81 persen yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan dari pangan yang beredar di pasar. Sementara, di tingkat nasional angkanya 4,06 persen.
"Artinya, kondisi di Bali kurang baik dari rata-rata di nasional. Sehingga perlu berbagai upaya yang lakukan ke depan agar pangan yang beredar semakin aman," jelasnya saat menghadiri Focus Group Discussion (FGD) ‘Pasar Pangan Aman Berbasis Komunitas’ di Hotel Mandira, Kelurahan Legian, Kecamatan Kuta, Badung, Rabu (14/9)
Atas temuan dari BPOM itu, Sekda Dewa Indra mengakui kalau tim dari sejumlah stakeholder selama ini belum optimal dalam melakukan pengawasan di pasar di Bali.
Dia pun tidak menampik kalau kecepatan kerja tim di daerah kalah dengan kecepatan kerja tim di nasional. Untuk itu, dia juga memberi tantangan kepada stakeholder terkait untuk mendiagnosis apa penyebab dari tingginya presentasi pangan yang tidak memenuhi syarat dari pasar yang ada di Bali. "Itulah saya minta kepada stakeholder terkait untuk menindaklanjuti di lapangan. Jadi tahun depan, saya minta angkanya diturunkan di bawah rata-rata nasional. Kalau itu tercapai, itu namanya sudah bekerja, namun kalau belum turun artinya stakeholder terkait tidak paham dan tidak kerja optimal," sindir Sekda Dewa Indra.
Terkait kabupaten/kota yang banyak ditemukan pangan mengandung bahan berbahaya itu, dia tidak menyebutkan secara rinci, namun presentasi 5,81 persen itu merupakan catatan untuk Provinsi Bali. Untuk itu, perlu dilakukan diagnosis dulu oleh tim ke depannya. Nah, setelah proses tersebut, nanti akan ketahuan kontribusi terbesar dari kabupaten/kota mana dan kalau sudah tahu, maka akan fokuskan energi untuk melakukan perbaikan di kabupaten yang kondisinya terburuk.
"Itulah cara kerja diagnosis, supaya kerja kita lebih terarah, karena tidak semua kabupaten/kota angkanya di atas rata-rata seluruh Bali. Nah, setelah kita ketahui penyebab langsung dilakukan terapi. Kalau disebabkan kurang pahamnya produsen, maka kita lakukan edukasi dan bina. Kalau penyebab karena nakal, maka kita akan sanksi," tegasnya.
Di lokasi yang sama, Kepala Balai Besar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Denpasar, I Made Bagus Gerametta mengatakan mencuatnya angka 5,81 persen di Bali itu berdasarkan pengecekan yang dilakukan melalui program pasar aman yang dicanangkan oleh BPOM pusat. Ada tiga program yang dirancang, masing-masing pangan desa, pangan jajanan anak sekolah yang aman dan pasar aman. Untuk program pasar aman inilah yang menemukan pangan mengandung bahan berbahaya yang tersebar di pasar.
Dia juga mengaku, untuk memberikan contoh pasar aman, pihaknya sudah membuat satu pasar yang benar-benar menjual berbagai macam pangan yang aman untuk dikonsumsi. "Kita berharap, pemerintah daerah tentunya mereplikasi program pasar aman ini, sehingga lebih banyak yang diintervensi. Kami siap ikut dan melatih petugas pasar, mulai dari kampanye, penyuluhan, pelatihan dan tes terhadap pangan yang dijual," ungkapnya
Sehingga petugas yang ada di pasar mampu melakukan pengawasan terhadap pasar mereka, karena petugas pasar yang melakukan pemeriksaan secara berkala. Sementara, pihaknya di BPOM akan melakukan uji secara acak di pasar tersebut. Dengan mengadopsi konsep pasar aman yang dilakukan oleh BPOM, tentunya presentasi peredaran bahan pangan berbahaya bisa turun. Dia juga yakin, ketika mengadopsi konsep itu, angka 5,81 persen saat ini bisa turun di bawah angka presentasi nasional 4,06 persen hingga akhir tahun 2022 ini. *dar
Komentar