'Tuak Adalah Nyawa' Booming Duluan Sebelum Dirilis
Lagu Bali ‘Tuak Adalah Nyawa’ kini mulai ramai dibicarakan kalangan masyarakat umum. Siapa sangka, lagu yang dinyanyikan Masekepung Band ini booming duluan, padahal rencananya baru akan dirilis tahun 2018 nanti.
GIANYAR, NusaBali
Hal tersebut diakui, Ketua Masekepung Band, Yan Gus saat ditemui, Sabtu (22/4) kemarin di markas Mesekepung yang berlokasi di Banjar Dlodtangluk, Desa Sukawati, Gianyar ini.
“Kami tidak menyangka respon masyarakat cukup tinggi sampai ditonton 1,4 juta kali. Padahal rencananya kita akan rilis tahun depan,” ujarnya di sela-sela persiapan rilis album perdana Masekepung yang rencananya digelar, Minggu (23/4) malam ini di Wake Resto and Dolphin Keramas, Gianyar.
Dalam rilis album ini, Masekepung merangkum sebanyak 10 lagu andalan di antaranya Ulian Utang, Bajang Abian Sentul, Tembang Girang, Nunas Ampura, Mesekepung, De Sangetang, Man Ngibur, Tut Njong Cool, Menyama Adung dan Bares, serta Tuak Adalah Nyawa sebagai Bonus Track. Saat acara berlangsung, juga akan dimeriahkan dengan live painting dari pelukis Yoyok Sudiana dan musikalisasi puisi oleh Putu ‘Bonuz’ Sudiana. Sejumlah musisi Bali juga akan hadir memeriahkan rilis album Masekepung ini, sebut saja misalnya Lolot Band dan Rai Peni.
Lewat lagu Tuak Adalah Nyawa ini, pihaknya ingin menampik kesan negatif terhadap kegiatan matuakan di Bali. Bahwasannya, kegiatan kumpul-kumpul tersebut juga menghasilkan hal positif, yakni sebuah karya seni berupa lagu. “Banyak orang melihat dari sisi negatifnya saja, padahal dengan berkumpul banyak hal positif yang bisa kita lakukan. Terutama bisa meningkatkan rasa kebersamaan. Selain itu, kami juga punya agenda rutin mengadakan bersih-bersih sebagai bentuk kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar,” jelasnya.
Konsep lagu yang melibatkan sekaa Genjek ini juga bertujuan sebagai sebuah upaya pelestarian seni budaya. Ketika aktifitas magegenjekan mulai memudar seiring dengan padatnya aktifitas masyarakat untuk mengejar materi dan mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. “Tradisi magenjekan di Bali supaya tetap eksis,” ujarnya.
Untuk diketahui Masekepung Band didukung oleh 3 personel, yaitu Ryos pada vocal/gitar, Nahox pada bass, dan Lenjong pada Jimbe. Selain itu, juga didukung sebanyak 30 orang yang berperan sebagai sekaa genjek. Tidak hanya itu, keberadaan Band Masekepung ini pula mendapat dukungan penuh dari tokoh masyarakat setempat. “Kami mengatasnamakan Desa Sukawati, karena personelnya tidak hanya dari 1 banjar melainkan dari beberapa banjar di Desa Sukawati. Di sinilah kami rasakan adanya rasa persatuan dan persaudaraan antar pemuda di desa,” jelasnya.* nvi
“Kami tidak menyangka respon masyarakat cukup tinggi sampai ditonton 1,4 juta kali. Padahal rencananya kita akan rilis tahun depan,” ujarnya di sela-sela persiapan rilis album perdana Masekepung yang rencananya digelar, Minggu (23/4) malam ini di Wake Resto and Dolphin Keramas, Gianyar.
Dalam rilis album ini, Masekepung merangkum sebanyak 10 lagu andalan di antaranya Ulian Utang, Bajang Abian Sentul, Tembang Girang, Nunas Ampura, Mesekepung, De Sangetang, Man Ngibur, Tut Njong Cool, Menyama Adung dan Bares, serta Tuak Adalah Nyawa sebagai Bonus Track. Saat acara berlangsung, juga akan dimeriahkan dengan live painting dari pelukis Yoyok Sudiana dan musikalisasi puisi oleh Putu ‘Bonuz’ Sudiana. Sejumlah musisi Bali juga akan hadir memeriahkan rilis album Masekepung ini, sebut saja misalnya Lolot Band dan Rai Peni.
Lewat lagu Tuak Adalah Nyawa ini, pihaknya ingin menampik kesan negatif terhadap kegiatan matuakan di Bali. Bahwasannya, kegiatan kumpul-kumpul tersebut juga menghasilkan hal positif, yakni sebuah karya seni berupa lagu. “Banyak orang melihat dari sisi negatifnya saja, padahal dengan berkumpul banyak hal positif yang bisa kita lakukan. Terutama bisa meningkatkan rasa kebersamaan. Selain itu, kami juga punya agenda rutin mengadakan bersih-bersih sebagai bentuk kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar,” jelasnya.
Konsep lagu yang melibatkan sekaa Genjek ini juga bertujuan sebagai sebuah upaya pelestarian seni budaya. Ketika aktifitas magegenjekan mulai memudar seiring dengan padatnya aktifitas masyarakat untuk mengejar materi dan mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. “Tradisi magenjekan di Bali supaya tetap eksis,” ujarnya.
Untuk diketahui Masekepung Band didukung oleh 3 personel, yaitu Ryos pada vocal/gitar, Nahox pada bass, dan Lenjong pada Jimbe. Selain itu, juga didukung sebanyak 30 orang yang berperan sebagai sekaa genjek. Tidak hanya itu, keberadaan Band Masekepung ini pula mendapat dukungan penuh dari tokoh masyarakat setempat. “Kami mengatasnamakan Desa Sukawati, karena personelnya tidak hanya dari 1 banjar melainkan dari beberapa banjar di Desa Sukawati. Di sinilah kami rasakan adanya rasa persatuan dan persaudaraan antar pemuda di desa,” jelasnya.* nvi
Komentar