Langganan Jadi Oratorium, Kini Aktif Baca Puisi
Oratorium Dharmasanti Nasional Nyepi Tahun Baru Saka 1939 berjudul ‘Mulat Salira, Aktualisasi Nyepi’, salah seorang naratornya adalah Ni Putu Suastini Koster.
Putri Suastini Koster Narator Oratorium Dharmasanti Nasional Nyepi 1939
JAKARTA, NusaBali
Selain menjadi narator, istri anggota Komisi X DPR RI Wayan Koster, ini kini menggeluti puisi. Ada saja pengalaman menarik saat dia membacakan puisi.
“Ini (menjadi narator oratorium, Red) merupakan hal kecil yang bisa saya lakukan untuk umat. Walau kecil, saya melakukannya dengan rasa cinta yang besar,” ujar Putri Suastini kepada NusaBali usai acara di GOR Ahmad Yani, Mabes TNI di Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (22/4).
Bagi Putri Suastini, menjadi narator oratorium Dharmasanti Nasional Nyepi tahun ini bukanlah pertama kali. Dia kerap dipercaya sebagai narator dalam setiap dharmasanti. Dia melakoni dengan senang hati sehingga tidak ada kesulitan berarti saat menjalaninya. Terlebih yang membuat oratorium adalah sesama seniman dari Bali.
“Saya di dharmasanti memang spesialis narator,” kata perempuan kelahiran Banjar Robokan, Desa Padang Sambian Kaja, Denpasar, 27 Januari 1966, ini.
Untuk menjadi narator oratorium ‘Mulat Salira, Aktualisasi Nyepi’ yang disutradarai oleh I Gusti Kompiang Raka dari LKB Saraswati, kali ini Putri Suastini mendapat kabar satu bulan sebelum acara. Ia pun menjalani latihan bersama para pendukung oratorium lainnya.
Mereka berlatih tiga kali di Pura Agung Taman Sari, Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Kemudian latihan dua kali di lokasi acara. Selama latihan maupun saat acara berlangsung, Putri Suastini tidak mengalami kendala apapun.
Ibu dari dua orang putri ini menerangkan, dia belajar menjadi nataror sejak tahun 1990-an lalu. Awal mulanya dia sebagai narator saat Hari Kebangkitan Nasional yang digelar STSI (sekarang ISI) Denpasar. Dari sana dia banyak belajar sehingga lama kelaman menjadi terbiasa. “Ini karena proses belajar dari pentas ke pentas. Lagipula menjadi narator tidak beda jauh dengan membaca puisi,” ucapnya.
Selama menjadi narator, dia tidak melakukan perawatan khusus agar suaranya tetap prima. Putri Suastini mengaku suaranya tidak pernah serak atau habis ketika acara berlangsung. “Astungkara selama ini lancar-lancar saja. Asal jangan panas dalam, suara akan tetap prima,” katanya. Kunci agar suara tetap bagus adalah dengan pebanyak mengkonsumsi air.
Putri Suartini merasa bersyukur suaranya bisa menyampaikan pesan sebuah cerita dari oratorium yang dia bacakan. “Vokal yang saya miliki adalah sebuah karunia untuk bisa membahagiakan orang,” ucapnya.
Selama menjadi narator berbagai pengalaman dia alami. Antara lain, ketika ada dua tokoh beda pendapat dalam penggarapan oratorium. Yang satu ingin banyak dalang, yang satu lagi ingin narasi diperbanyak. Dia pun memberi saran agar sedikit uraian, namun menggunakan kata-kata indah yang bisa dimengerti oleh penonton. Pengalaman berkesan lainnya adalah ketika latihan, ada dalang tak hadir. Putri Suastini ditunjuk menggantikan dalang tersebut. Saat pentas dalang bersangkutan hadir. Alhasil ketika pertunjukan berlangsung, ada sedikit bolong-bolong dalam memaparkan narasi.
Menghadapi situasi tersebut, Putri Suastini harus pandai-pandai membacakan narasi agar sinkron dengan dalang. Tak kalah menarik saat Putri Suastini menjadi narator di sebuah acara di Bali. Saat sound system dicoba berjalan dengan baik. Namun sayang ketika pentas berlangsung, sound system tidak berfungsi.
Berdasarkan pengalaman tersebut, Putri Suastini selalu mewanti-wanti panitia agar mengecek sound system. Sebab, sound system merupakan bagian terpenting untuk bisa menyampaikan narasi. Ia menilai, bagus atau tidaknya sebuah pentas tergantung kepada sound system.
“Saya kerap mengingatkan, jika mau sukses acara, tolong sound system diperhatikan karena saya ingin apa yang dibacakan sampai kepada penonton. Penonton pun bisa mendengarkan kisah yang disampaikan dengan nyaman,” imbuhnya.
Di 2017 ini, baru pada acara Dharmasanti Nasional Nyepi, Putri Suastini menjadi narator lantaran sangat jarang ada oratorium.
Berbeda dengan puisi. Jika membaca puisi, dirinya bisa setiap bulan. Membacanya tidak hanya di sekitar Jakarta saja, tetapi kerap ke beberapa daerah seperti Bali dan Jogjakarta. Bahkan ketika membaca puisi, ada yang kesurupan. Mereka ada yang menari-nari sampai dia selesai membacakan puisi. “Mereka kesurupan, bukan karena saya yang membacakan puisi. Melainkan karena alam ikut bergerak pula,” tuturnya.
Biasanya, bila terjadi seperti itu Putri Suastini menetralisir dengan air. Air dibasuhkan ke wajah yang bersangkutan, kemudian dia menganjurkan orang yang kesurupan minum air. * k22
1
Komentar