Pangelukatan Siwa Melah Angge di Desa Suwat, Gianyar Semakin Ramai Dikunjungi, Diyakini Membantu Penyembuhan Penyakit Medis-Non Medis
Prosesi malukat di Pangelukatan Siwa Melah Angge, yakni minum sebanyak tujuh kali dan malukat dengan menghaturkan daksina dan pejati sebagai rasa syukur.
GIANYAR, NusaBali
Pangelukatan Siwa Melah Angge yang berlokasi di Desa Suwat, Kecamatan/Kabupaten Gianyar semakin ramai dikunjungi. Tidak saja oleh umat Hindu Bali, tapi juga wisatawan asing. Tempat pangelukatan ini diyakini bisa membantu penyembuhan penyakit secara medis maupun non medis, juga biasa didatangi pasangan suami istri (Pasutri) untuk mohon anugerah keturunan.
"Sudah banyak yang tangkil, mereka membawa berbagai pesan dan kesan," jelas Pamangku Pura Dalem Desa Adat Suwat, Jro Mangku Gede, Jumat (16/9). Pangelukatan ini pula diyakini membantu penyembuhan penyakit secara medis maupun non medis. "Menurut orang yang tangkil, mereka membawa berbagai pesan dan kesan. Beragam masalah, ada yang datang ingin memiliki keturunan,” ujarnya.
Pangelukatan ini terdiri dari tujuh pancuran yang bersumber dari mata air klebutan. Paling selatan dinamai Pancoran Ken Sulasih. "Minum sebanyak tujuh kali dan malukat dengan menghaturkan daksina dan pejati sebagai rasa syukur,” jelasnya.
Menurut legenda, Ken Sulasih, adalah bidadari yang pernah kawin dengan manusia. Itulah jadi pijakan bahwa bidadari memberikan keturunan. “Pancoran paling selatan itu juga disukai anak-anak. Maka di sana diyakinkan memohon keturunan,” ujarnya. Pamedek yang hadir berasal dari seluruh Bali termasuk wisatawan mancanegara. "Ada dari Denpasar, Tabanan, Bangli. Bahkan dari Saba, Blahbatuh. Semoga mereka yang sudah nikah 7 tahunan bisa diberkati keturunan. Kami yakin mereka diberkati,” ujar Jro Mangku Gede.
Bagi masyarakat yang hendak datang, bisa datang kapanpun selama 24 jam. "Semua hari baik. Mereka yang datang dari Jakarta, Jogjakarta, Semarang, Surabaya dan Banyuwangi. Mereka langsung ke sini tidak pandang hari,” ujarnya. Jro Mangku Gede berharap, Pangelukatan ini bisa jadi tempat berobat.
“Kalau sakit keras tidak bisa disembuhkan, boleh dicoba. Siapapun boleh datang. Siapa saja boleh, dari berbagai agama, silakan datang juga ke sini. Makanya kami harap ini bisa jadi penyembuh semua umat,” ujarnya.
Sebelum tertata seperti saat ini, lokasi panglukatan memang biasa didatangi krama setempat untuk melukat. Hanya saja jalannya cukup terjal relatif miring. Dulu tempat ini adalah pura beji dan tempat melukat Krama Desa Adat Suwat. Tempat ini sejak dulu memang disakralkan dan memiliki aura magis yang sangat kuat. Setelah tertata, penglukatan Siwa Melah Angge ini dikelola oleh Desa adat melalui Badan Pengelola Suwat Waterfall dan Siwa Melahangge.
Penglukatan ini berada di sebelah timur Pura Dalem Desa Adat Suwat. Akses jalan menuju lokasi beraspal. Dari areal parkir, pengunjung akan berjalan kaki menuruni sejumlah anak tangga. Lokasi panglukatan ini berdampingan dengan Suwat Waterfall. Di tempat ini dibangun patung Siwa terbesar di Bali dalam posisi duduk merupakan bentuk penghormatan kepada Dewa Siwa sebagai Dewa pelebur segalanin Mala dan gering di alam semesta. *nvi
"Sudah banyak yang tangkil, mereka membawa berbagai pesan dan kesan," jelas Pamangku Pura Dalem Desa Adat Suwat, Jro Mangku Gede, Jumat (16/9). Pangelukatan ini pula diyakini membantu penyembuhan penyakit secara medis maupun non medis. "Menurut orang yang tangkil, mereka membawa berbagai pesan dan kesan. Beragam masalah, ada yang datang ingin memiliki keturunan,” ujarnya.
Pangelukatan ini terdiri dari tujuh pancuran yang bersumber dari mata air klebutan. Paling selatan dinamai Pancoran Ken Sulasih. "Minum sebanyak tujuh kali dan malukat dengan menghaturkan daksina dan pejati sebagai rasa syukur,” jelasnya.
Menurut legenda, Ken Sulasih, adalah bidadari yang pernah kawin dengan manusia. Itulah jadi pijakan bahwa bidadari memberikan keturunan. “Pancoran paling selatan itu juga disukai anak-anak. Maka di sana diyakinkan memohon keturunan,” ujarnya. Pamedek yang hadir berasal dari seluruh Bali termasuk wisatawan mancanegara. "Ada dari Denpasar, Tabanan, Bangli. Bahkan dari Saba, Blahbatuh. Semoga mereka yang sudah nikah 7 tahunan bisa diberkati keturunan. Kami yakin mereka diberkati,” ujar Jro Mangku Gede.
Bagi masyarakat yang hendak datang, bisa datang kapanpun selama 24 jam. "Semua hari baik. Mereka yang datang dari Jakarta, Jogjakarta, Semarang, Surabaya dan Banyuwangi. Mereka langsung ke sini tidak pandang hari,” ujarnya. Jro Mangku Gede berharap, Pangelukatan ini bisa jadi tempat berobat.
“Kalau sakit keras tidak bisa disembuhkan, boleh dicoba. Siapapun boleh datang. Siapa saja boleh, dari berbagai agama, silakan datang juga ke sini. Makanya kami harap ini bisa jadi penyembuh semua umat,” ujarnya.
Sebelum tertata seperti saat ini, lokasi panglukatan memang biasa didatangi krama setempat untuk melukat. Hanya saja jalannya cukup terjal relatif miring. Dulu tempat ini adalah pura beji dan tempat melukat Krama Desa Adat Suwat. Tempat ini sejak dulu memang disakralkan dan memiliki aura magis yang sangat kuat. Setelah tertata, penglukatan Siwa Melah Angge ini dikelola oleh Desa adat melalui Badan Pengelola Suwat Waterfall dan Siwa Melahangge.
Penglukatan ini berada di sebelah timur Pura Dalem Desa Adat Suwat. Akses jalan menuju lokasi beraspal. Dari areal parkir, pengunjung akan berjalan kaki menuruni sejumlah anak tangga. Lokasi panglukatan ini berdampingan dengan Suwat Waterfall. Di tempat ini dibangun patung Siwa terbesar di Bali dalam posisi duduk merupakan bentuk penghormatan kepada Dewa Siwa sebagai Dewa pelebur segalanin Mala dan gering di alam semesta. *nvi
Komentar